Astaga! Wakil Ketua MA Setuju Lepaskan Koruptor Rp 546 Miliar
Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Abdul Kadir Mappong dan hakim agung Imron Anwari menyetujui jika koruptor kasus cessie
Bank Bali yang merugikan negara sampai Rp 546 miliar, Djoko Tjandra
dilepaskan. Namun suara 2 hakim agung ini kalah suara dengan 5 hakim
agung lainnya sehingga konglomerat itu tetap dihukum 2 tahun penjara.
Hal ini terungkap dalam berkas salinan putusan Peninjauan Kembali (PK) kedua yang detikcom download dari website MA, Rabu (3/10/2012). Dalam salinan tersebut Abdul Kadir Mappong menyatakan ada kekeliruan yang nyata dalam putusan PK pertama.
"Hak tagihan PT Bank Bali kepada PT BDNI setelah keberadannya diverifikasi oleh Bank Indonesia ternyata tidak ditemukan adanya indikasi ketidakbenaran dan ketidakwajaran dari transaksi tersebut. Perhitungan angka transaksi yang ada dalam pembukaan kedua perseroan tersebut ternyata cocok, transaksi yang mendasarinya adalah sah, layak dan wajar," beber alasan dissenting opinion Mappong dalam berkas tersebut.
Mappong juga menilai dana talangan tersebut bukanlah perbuatan melawan hukum dan tidak merugikan keuangan negara. Sebab dana talangan tersebut merupakan hak PT Bank Bali yang akan diganti dengan penjualan assetnya.
"Sehingga meskipun perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan yang terbukti tersebut berada dalam lingkup hukum perdata, bukan merupakan tindak pidana. Oleh karena itu terdakwa sebaiknya dilepas dari tuntutan hukum," demikian alasan mappong dalam berkas PK halaman 244 tersebut.
Putusan lepas juga diamini oleh Imron Anwari. Menurut Ketua Muda MA bidang Pidana Militer ini, proses penyimpangan atas perjanjian pengalihan (cassie) merupakan perbuatan ingkar janji/wanprestasi yang tidak dapat diartikan perbuatan melawan hukum ataupun menyalahgunakan wewenang dalam hukum pidana.
Dissenting opinion kedua hakim agung ini kalah suara dengan 5 hakim agung lainnya yaitu Harifin Tumpa selaku ketua majelis, Hatta Ali, Atja Sondjaya, Rehngena Purba dan M Zaharuddin.
Djoko Tjandra sendiri saat ini masih buron dan telah beralih kewarganegaraan menjadi warga negara Papua Nugini. [detik/www.al-khilafah.org]
Hal ini terungkap dalam berkas salinan putusan Peninjauan Kembali (PK) kedua yang detikcom download dari website MA, Rabu (3/10/2012). Dalam salinan tersebut Abdul Kadir Mappong menyatakan ada kekeliruan yang nyata dalam putusan PK pertama.
"Hak tagihan PT Bank Bali kepada PT BDNI setelah keberadannya diverifikasi oleh Bank Indonesia ternyata tidak ditemukan adanya indikasi ketidakbenaran dan ketidakwajaran dari transaksi tersebut. Perhitungan angka transaksi yang ada dalam pembukaan kedua perseroan tersebut ternyata cocok, transaksi yang mendasarinya adalah sah, layak dan wajar," beber alasan dissenting opinion Mappong dalam berkas tersebut.
Mappong juga menilai dana talangan tersebut bukanlah perbuatan melawan hukum dan tidak merugikan keuangan negara. Sebab dana talangan tersebut merupakan hak PT Bank Bali yang akan diganti dengan penjualan assetnya.
"Sehingga meskipun perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan yang terbukti tersebut berada dalam lingkup hukum perdata, bukan merupakan tindak pidana. Oleh karena itu terdakwa sebaiknya dilepas dari tuntutan hukum," demikian alasan mappong dalam berkas PK halaman 244 tersebut.
Putusan lepas juga diamini oleh Imron Anwari. Menurut Ketua Muda MA bidang Pidana Militer ini, proses penyimpangan atas perjanjian pengalihan (cassie) merupakan perbuatan ingkar janji/wanprestasi yang tidak dapat diartikan perbuatan melawan hukum ataupun menyalahgunakan wewenang dalam hukum pidana.
Dissenting opinion kedua hakim agung ini kalah suara dengan 5 hakim agung lainnya yaitu Harifin Tumpa selaku ketua majelis, Hatta Ali, Atja Sondjaya, Rehngena Purba dan M Zaharuddin.
Djoko Tjandra sendiri saat ini masih buron dan telah beralih kewarganegaraan menjadi warga negara Papua Nugini. [detik/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar