Header Ads

Peraih Nobel, Suu Kyi Serukan Kirim Tentara untuk Akhiri Konflik di Myanmar

Pemimpin oposisi Myanmar yang Aung San Suu Kyi, berseru kepada pemerintah Myanmar untuk mengirim lebih banyak tentara ke negara bagian Rakhine yang mengalami kerusuhan etnik. Padahal, selama ini konflik terjadi juga karena keterlibatan pihak militer.


Dikutip laman radioaustralia.net.au, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu, yang dikritik karena tidak mengecam khusus perlakuan terhadap kaum Muslim Rohingya, menyerukan diakhirinya kerusuhan.
Suu Kyi mengeluarkan sebuah statement yang mengatakan, semua pihak bertanggung-jawab untuk menghormati hak asasi manusia (HAM).

Sebelum ini Suu Kyi pernah dikritik banyak pihak karena berdiam diri ketika ratusan ribu orang Muslim menjadi korban kekerasan.

Pemimpin yang akrab dengan penjara rumah itu pernah menyatakan bahwa dirinya tidak mau berbicara karena dia tidak ingin menggunakan "kepemimpinan moral" dalam  sikap politiknya.

"Saya mendukung toleransi, tapi bukan berarti seseorang harus bertindak karena dorongan moral dalam kepemimpinannya. karena banyak aspek lain yang menyebabkan suatu konflik bisa terjadi," ujarnya seperti dilansir BBC (04/11/2012).

Puluhan orang telah tewas dan lebih dari 100.000 menjadi pengungsi dalam kerusuhan antara etnik Rakhine yang Budhist dan kaum Rohingya yang Muslim sejak Juni.

PBB melukiskan Rohingya sebagai salah-satu minoritas paling tertindas di dunia.

Puluhan-ribu orang yang rumahnya dibakar kini menghuni kamp-kamp sementara di Rakhine, dan banyak lainnya mencoba meninggalkan tempat itu dengan kapal.

Bangladesh masih mencari 50 orang yang hilang setelah sebuah kapal yang membawa pencari suaka Rohingya menuju Malaysia tenggelam minggu ini.

Sebuah lembaga advokasi Kristen, Christian Solidarity Worldwide (CSW) telah menuduh pihak keamanan Myanmar  sengaja ”berkolusi dengan massa, yang menyerang, membunuh dan menangkap warga Rohingya”. Bahkan telah menangkapi  ulama Muslim,  katanya dikutip  ucanews.com, Jumat (02/11/2012).

Karenanya, CSW mendesak masyarakat internasional untuk menekan pemerintah untuk mengizinkan pengamat internasional dan bantuan kemanusiaan ke daerah bencana tersebut.

“Aksi internasional dan bantuan adalah kebutuhan mendesak untuk mengakhiri kekerasan ini,” kata Johnston. Krisis itu menimbulkan “ancaman serius bagi perdamaian dan demokratisasi” di Myanmar, tambahnya.[hidayatullah/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.