Putusan Vonis Angelina Sondakh Dinilai Janggal
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Indra menilai putusan majelis hakim tindak pidana korupsi terhadap Angelina Sondakh janggal. Majelis hakim memutuskan Angie divonis dengan 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta dalam kasus dugaan korupsi proyek di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.
"Vonis hakim atas Angelina Sondakh tersebut terasa teramat jauh dari tuntutan jaksa yang 12 tahun. Apalagi dari sangkaan menerima uang miliaran rupiah, Angelina hanya harus memberi ganti rugi Rp 250 juta," ujar Indra, Jumat (11/1/2013), saat dihubungi wartawan.
Padahal, lanjutnya, Angelina dinyatakan terbukti melakukan korupsi dengan menerima uang dari Grup Permai sebanyak Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dollar Amerika. "Jadi rasanya janggal apabila dinyatakan terbukti menerima uang, tapi tidak ada perintah pengembalian ke negara," imbuhnya.
Dengan kondisi seperti itu, Indra melihat jaksa penuntut umum KPK sebaiknya mengajukan banding. "Vonis Angelina Sondakh ini juga harus jadi bahan evaluasi dan pembelajaran KPK. Kenapa KPK dalam menangani kasus Anggie tidak menggunakan UU 8 th 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ucapnya.
Menurut Indra, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi tidak cukup optimal dalam perampasan aset koruptor. Hal ini menyebabkan perampasan aset dan pengembalian ke negara tidak maksimal. "Tentunya juga optimalisasi efek jera juga tidak tercapai," kata Indra.
VONIS RINGAN
Seperti diberitakan, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis berupa hukuman empat tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider kurungan enam bulan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Angelina Sondakh alias Angie. Hakim menilai, Angie terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima pemberian berupa uang senilai total Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup Permai.
Selaku anggota DPR sekaligus Badan Anggaran DPR Angie menyanggupi untuk menggiring anggaran proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional sehingga dapat disesuaikan dengan permintaan Grup Permai. Putusan ini dibacakan majelis hakim Tipikor yang terdiri dari Sudjatmiko (ketua), Marsudin Nainggolan, Afiantara, Hendra Yosfin, dan Alexander secara bergantian dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (10/1/2013).
"Menyatakan terdakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana diancam dan diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan ketiga," kata ketua majalis hakim Sudjatmiko.
Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK yang meminta agar Angie dihukum 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Putusan ini juga tidak mengharuskan Angie membayar kerugian negara sesuai dengan nilai uang yang dikorupsinya sebagaimana yang dituntut oleh jaksa KPK. [kompas/www.al-khilafah.org]
"Vonis hakim atas Angelina Sondakh tersebut terasa teramat jauh dari tuntutan jaksa yang 12 tahun. Apalagi dari sangkaan menerima uang miliaran rupiah, Angelina hanya harus memberi ganti rugi Rp 250 juta," ujar Indra, Jumat (11/1/2013), saat dihubungi wartawan.
Padahal, lanjutnya, Angelina dinyatakan terbukti melakukan korupsi dengan menerima uang dari Grup Permai sebanyak Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dollar Amerika. "Jadi rasanya janggal apabila dinyatakan terbukti menerima uang, tapi tidak ada perintah pengembalian ke negara," imbuhnya.
Dengan kondisi seperti itu, Indra melihat jaksa penuntut umum KPK sebaiknya mengajukan banding. "Vonis Angelina Sondakh ini juga harus jadi bahan evaluasi dan pembelajaran KPK. Kenapa KPK dalam menangani kasus Anggie tidak menggunakan UU 8 th 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ucapnya.
Menurut Indra, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi tidak cukup optimal dalam perampasan aset koruptor. Hal ini menyebabkan perampasan aset dan pengembalian ke negara tidak maksimal. "Tentunya juga optimalisasi efek jera juga tidak tercapai," kata Indra.
VONIS RINGAN
Seperti diberitakan, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis berupa hukuman empat tahun enam bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider kurungan enam bulan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Angelina Sondakh alias Angie. Hakim menilai, Angie terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima pemberian berupa uang senilai total Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup Permai.
Selaku anggota DPR sekaligus Badan Anggaran DPR Angie menyanggupi untuk menggiring anggaran proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional sehingga dapat disesuaikan dengan permintaan Grup Permai. Putusan ini dibacakan majelis hakim Tipikor yang terdiri dari Sudjatmiko (ketua), Marsudin Nainggolan, Afiantara, Hendra Yosfin, dan Alexander secara bergantian dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (10/1/2013).
"Menyatakan terdakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana diancam dan diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan ketiga," kata ketua majalis hakim Sudjatmiko.
Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK yang meminta agar Angie dihukum 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Putusan ini juga tidak mengharuskan Angie membayar kerugian negara sesuai dengan nilai uang yang dikorupsinya sebagaimana yang dituntut oleh jaksa KPK. [kompas/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar