Header Ads

Tindakan Kurang Manusiawi, Tak Hanya di Video yang Sudah Beredar

Pasca beredarnya video kekerasan aparat di Poso yang melahirkan desakan Ormas-ormas Islam terhadap Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 dibubarkan, pemerhati kontra-terorisme dan Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya melakukan investigasi ke lapangan. Sejak tanggal 7-10 Maret 2013, ia melakukan investigasi di Poso. Hasilnya, ia mendapatkan banyak informasi cukup istimewa. Termasuk kasus video kekerasan yang beredar di masyarakat. [Baca pula: Oleh-oleh Investigasi ke Poso (bagian 1): Istilah “Teroris” jadi Kedok Proposal Proyek Tangan-tangan Tersembunyi di Poso]. Inilah oleh-oleh dan temuan lanjutanya.*

Terkait bukti video kekerasan aparat polisi di Poso yang beredar di masyarakat, berdasarkan investigasi CIIA bagaimana?

Setelah kita elaborasi dari saksi-saksi yang ada di dalam video dan saksi lainnya serta olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), kesimpulannya benar adanya isi video itu bukan rakayasa.
Artinya kita temukan ada dua fakta paling krusial; yaitu soal kebenaran peristiwa. Kedua, tempat lokasi peristiwa penyiksaan oleh aparat yang diduga keras adalah oknum Densus88 dan kesatuan lainnya.

Tapi aparat sudah menampik dengan mengatakan itu hasil editing?

Video itu sangat sulit jika dikatakan rekayasa atau bahkan editan (gabungan) dari peristiwa tahun 2007 dan tahun 2012. Semua bisa dibuktikan secara teknologi audio visual dan dikonfirmasi dengan fakta lapangan.

Video itu adalah terjadi pada hari Sabtu, 22 Januari 2007 sekitar jam 12.00 wita (selepas waktu dzuhur). Dan tempat kejadian di wilayah Tanah Runtuh, tepatnya dikawasan  Gunung Jati eks Lorong pembantu Gubernur Kelurahan Gebang Rejo Poso Kota didepan halaman rumah salah satu warga.

Hasil investigasi CIIA, siapa saja korban dalam video itu?

Dan lima orang korban penyiksaan dalam video itu adalah; Pertama, Wiwin alias Tomo alias Rahman Kalahe yang saat ini masih menjalani hukuman 17 tahun di penjara Lapas Petobo Palu Sulteng. Kedua, Tugiran dan masih menjalani hukuman di Lapas Petobo Palu Sulteng sama dengan Wiwin. Ketiga, Rasiman (32) yang baru bebas tahun 2010 setelah 3 tahun jalani hukuman di LP Petoba Palu sejak tahun 2007. Keempat, Fachrudin alias Udin (24) statusnya meninggal (ia adik dari Basri yang saat ini menjalani hukuman di LP Ampana Tojo Unauna 18 tahun). Kelima, Ridwan alias Dwan yang saat ini bebas setelah menjalani hukuman 3 tahun di LP Petobo Palu dan bebas ditahun 2010 seperti halnya Rasiman.

Adakah  fakta-fakta baru yang bisa Anda disampaikan?

Dari pengakuan saksi yang ada di dalam LP (Wiwin dan Tugiran) mereka membenarkan semua isi video terebut. Sekalipun mereka merasa kecewa kenapa baru saat ini terungkap ramai, mengingat video tersebut udah lama dan beredar dibeberapa kalangan. Bahkan keduanya sempat membantu Komnas HAM memberikan sketsa peta tempat persisnya kejadian perkara, yang kemudian Komnas HAM melakukan olah TKP. Kesaksian ini di perkuat lagi oleh Rasiman (yang sudah bebas dari hukuman) saat di lapangan.

Selain itu, ada kronologi dan fakta penting, sebelum mereka di tangkap dan dikumpulkan di halaman rumah seorang warga (seperti yang terlihat dalam video), terjadi baku tembak dari pagi antara DPO dengan aparat gabungan Polri. Dan baru kemudian 5 orang ini menyerah. Dari penuturan Rasiman, terungkap tindakan aparat yang sangat tidak manusiawi. Saat ia bersama 3 rekan lainya sudah menyerah tidak berdaya dan menuruti semua apa yang dikatakan aparat saat itu.Tapi tetap saja mereka di siksa bahkan Rasiman sendiri kaki kanannya ditembak.

Dalam kondisi tangan terikat dan ada yang ditelanjangi mereka di siksa dengan popor senjata, pukulan dan tendangan hingga babak belur dan berdarah-darah. Dan Wiwin yang belakang menyerah juga ditembak bagian dadanya (seperti dalam video), padahal ia sudah menuruti semua permintaan aparat untuk melepas baju dan celana (tertinggal celana dalam saja) dengan alasan diduga melilitkan bom dibadannya. Akhirnya ditembak juga hanya karena tidak menuruti untuk jalan sambil merayap seperti perintah aparat.

Penyiksaan terus berlanjut karena pasukan gabungan Polri saat itu menanyakan keberadaan Basri, salah seorang yang dianggap panglima dan paling dicari (menjadi DPO utama diantaranya karena kasus mutilasi tiga siswa di Bukit Bambu). Saat itu, Basri juga diduga sebagai salah seorang pemimpin dari kelompok bersenjata di Poso. Mereka menjawab tidak tahu keberadaan Basri, karena memang tidak mengetahui hingga karena itu mereka disiksa terus menerus.

Dari kesaksian Rasiman juga, sekalipun mereka semua mengalami penyiksaan dengan kondisi tangan terikat dan mata tertutup, semua masih dalam keadaan hidup (bernyawa). Bahkan saat mereka diangkut ke Polres Poso dengan mobil Barakuda, ke-empat rekannya juga masih hidup.Dan sebelum dibawa ke Mapolda, di Polres Poso juga mengalami penyiksaan di ruang yang berbeda. Rasiman menuturkan saat di Polres Poso mengalami siksaan dengan di injak-injak dan di pukul.

Yang menggenaskan adalah nasib Fachrudin alias Udin saat itu usianya sekitar 24 tahun (adek Basri), waktu dibawa ke Palu dari Poso dalam kondisi masih hidup. Tapi saat setibanya di Polda Palu kondisinya sudah dalam keadaan meninggal dengan kondisi yang sangat mengerikan. Wajah Udin hancur hampir tidak bisa dikenali oleh rekannya kecuali dari bagian tubuh yang lain. Rasiman dan rekan lainya saat dibawa untuk mengenali korban tahu bahwa jazad yang terbujur kaku di RS Bhayangkara Palu adalah Fachrudin dari bentuk fisiknya saja.Dan kuburan almarhum Udin saat ini berada di Poso dan bisa dibuktikan keberadaannya.Ini indikasi dan bukti kuat ada kebiadaban sistemik yang dilakukan oleh aparat dilapangan.

Apakah kasus kekerasan seperti ini hanya terjadi di video itu saja?
Model-model penindakan yang sangat tidak manusiawi ini tidak hanya menimpa kepada 5 orang yang di video. Tapi masih banyak fakta dan data terkait orang-orang yang tertuduh “teroris”, TKP nya juga ada di wilayah Poso dan sekitarnya dan ada data serta dokumentasinya. [hidayatullah/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.