Header Ads

Istilah “Teroris” jadi Kedok Proposal Proyek Tangan-tangan Tersembunyi di Poso

Pasca beredarnya video kekerasan aparat di Poso yang melahirkan desakan Ormas-ormas Islam terhadap Detasemen Khusus Antiteror (Densus) 88 dibubarkan, pemerhati kontra-terorisme dan Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya melakukan investigasi ke lapangan. Sejak tanggal 7-10 Maret 2013, ia melakukan investigasi di Poso. Hasilnya, ia mendapatkan banyak informasi cukup istimewa. Inilah oleh-oleh dan temuanya.


Apa pengamatan anda tentang konflik Poso?

Konflik Poso yang meletup sekitar 13 tahunan lalu berbeda dengan kasus sekarang. Dulu diawali dari perkelahian anak-anak mabok (Kristen) dan membacok seorang ramaja masjid kemudian menjadi konflik yang eskalasinya meluas menjadi perang Muslim melawan Kristen.Sekarang beda, yang terjadi hanya “perang” antara beberapa kelompok orang vs aparat keamanan.

Apakah kasus yang baru ada benang merah dengan konflik masa lalu?

Kasus sekarang juga masih ada benang merahnya dengan konflik masa lalu. Teror yang dilakukan oleh sekelompok kecil orang itu adalah wujud residu ketidakadilan dari penanganan konflik masa lalu yang tidak tuntas. Ditambah akumulasi perlawanan dari kelompok tertentu yang selama ini jadi buron dengan tuduhan terorisme. Kemudian Poso di jadikan basis perlawanan tehadap perkara yang menurut mereka adalah kedzaliman. Jadi terlalu didramatisir kalau kasus sekarang dikatakan konflik.

Kalau tindakan yang bisa memicu konflik benar adanya, baik dari tindakan apara kepolisian yang tidak proporsional dan overacting maupun teror yang dilakukan orang-orang tertentu terhadap aparat kepolisian.Di sisi lain memang ada indikasi faktor  kepentingan ekonomi dan politik regional opuntunir berkontribusi menjadikan konflik makin komplikasi dan “terpelihara”.

Menurut Anda, pendekatan yang selalu keamanan apakah efektif? 

Ini kebijakan “militeristik”  yang tidak proporsional.  Sangat eksesif (berlebihan, red).Bahkan membuat kondisi psikologis masyarakat yang belum sembuh benar dari konflik masa lalu makin terluka.Kehadiran personil Polri dan TNI dalam jumlah yang berlebihan hanya untuk mengejar sekelompok orang  justru menjadi pemicu sikon sosial politik keamanan tidak nyaman bagi masyarakat. Masyarakat dalam suasana tertekan dan terteror. Dalam bahasa mereka ‘Poso kapan saja bisa meledak peristiwa teror dan berdampak kepada kehidupan keseharian mereka.’

Bisa dicontohkan?

Contohnya; begitu aparat kepolisian tertembak di Kalora kemudian mereka tidak mengejar ke gunung tapi malah balik ke masyarakat. Hasil buruan nihil, malah justru obrak-abrik kota Poso dan menangkap orang-orang yang tidak bersalah dengan interogasi yang keji kemudian dilepas begitu saja. Jelas ini menyulut kebencian masyarakat Poso. Keamanan dan kenyamanan masyarakat jadi terganggu. Ini indikasi operasi intelijen belum maksimal untuk memetakan ancaman di teritorial tertentu dan belum bisa membuat rekomendasi yang tepat dan proporsional.

Malah yang terjadi show of force mengerahkan pasukan. Terkesan kebijakan dibuat dengan emosional, paranoid dan tidak memahami realitas di lapangan.

Apakah Anda yakin “teroris” itu ada di Poso, sebagaimana digembar-gemborkan?

Tergantung sudut pandang. Kalau pakai kaca mata Barat yang diaminkan pemerintah Indonesia dalam hal ini oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) maka “teroris” versi mereka ya ada. Tapi kalau kita tidak apologis dengan barang dagangan Barat tersebut, maka kita tidak menemukan kelompok “teroris”, yang ada adalah mereka yang membela dan menuntut hak-haknya.

Dan berusaha untuk mengais keadilan di tengah kedzaliman global yang episentrum kedzaliman tersebut adalah Barat (Amerika, red). Dan teror yang terjadi itu puncak gunung es-nya. Saya melihat istilah “teroris” menjadi kedok sebuah proposal proyek oleh tangan-tangan tersembunyi di Poso dan luar Poso. Ada yang berperan sebagai sutradara, produser, pemain, pengembira yang mereka semua mendapatkan keuntungan dan Poso menjadi panggungnya. [hidayatullah/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.