Header Ads

12 Muslim Uighur di Xinjiang ditembak mati oleh otoritas Cina


Otoritas Cina di bagian barat laut Xinjang telah menembak mati hingga 13 Muslim Uighur dan melukai 20 lainnya dalam sebuah penyerbuan terhadap yang mereka sebut kamp “teroris,” menruut laporan penduduk dan pejabat setempat, dilansir Radio Free Asia (RFA) pada Selasa (17/9/2013).


Polisi mengkonfirmasi penembakan di daerah Poskam (dalam bahasa Cina disebut Zepu) di dekat jalan di kota Kashgar di Xinjiang, di mana sekitar 9 juta minoritas Muslim Uighur berada yang telah mengalami penderitaan diskriminasi dan pengawasan agama oleh polisi Beijing.

Sementara itu polisi menolak untuk memberikan informasi rinci terkait insiden tersebut. Penduduk dan pejabat lokal mengatakan bahwa penembakan terjadi di desa Jigdejay pada 23 Agustus dalam sebuah penyerbuan ke sebuah tempat yang diduga polisi menjadi tempat pelatihan dan pembuatan perlengkapan perang yang dijalankan oleh sekitar 30 warga Uighur.

Serangan tersebut terjadi tiga hari setelah polisi Cina menembak mati 22 Muslim Uighur di Kargilik (Yecheng dalam bahasa Cina) pada saat operasi “anti-terorisme” pada 20 Agustus ketika mereka sedang melaksanakan shalat di sebuah rumah.

Seorang penduduk Kuybagh yang mengklaim menjadi saksi mata mengatakan dalam kondisi anonimitas kepada RFA yang mengkonfirmasi penembakan tersebut.

“Betul, mereka (polisi) membunuh 12 orang,” katanya.

Dia menambahkan bahwa kamp tersebut dioperasikan oleh warga Uighur lokal dan diserbu oleh 70-80 polisi bersenjata.

Penggelapan informasi

Seorang warga Cina Han di ibukota wilayah Urumqi yang bermarga Zhang mengatakan bahwa otoritas lokal sering memberlakukan penggelapan informasi  terkait insiden kekerasan di Xinjiang.

“Mereka ingin untuk menutupi hal-hal sehingga mereka bisa mengatakan Xinjiang dalam keadaan damai dan harmonis,” kata Zhang.

Otoritas Cina sering menyalahkan kekerasan yang terjadi di Xinjiang, di wilayah minoritas Uighur berada, karena “para teroris.”

Tetapi para pakar dan kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa Beijing melebih-lebihkan adanya ancaman “terorisme” untuk mengambil kebijakan keras yang menyebabkan kerusuhan atau ketidakadilan otoritas yang membenarkan penggunaan kekuatan terhadap warga Uighur. [arrahmah/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.