Header Ads

Bagaimana Wanita Inggris Bergabung dengan Jihad di Suriah

"Maryam" adalah seorang wanita Inggris yang telah pindah ke Suriah untuk bergabung dengan pemberontak anti - Assad. Dia bisa menggunakan Kalashnikov dan ingin berperang, tetapi harus puas dengan kehidupan sebagai istri seorang mujahid.



Dia seorang wanita muda yang tinggi, berjilbab, lengkap dengan cadar, dan bisa menembakkan pistol. Dia berbicara dengan aksen London, dan menyebut dirinya "Maryam".

Itu bukan nama sebenarnya, namun komitmennya terhadap jihad cukup nyata : "Mereka adalah saudara-saudara kita dan mereka membutuhkan bantuan kita."

Maryam menembakkan Kalashnikov untuk difoto, dan kemudian menggunakan pistol. Dia ingin ikut berperang, untuk menjadi apa yang dia sebut sebagai mujahid. Tapi dia bukan seorang pejuang di garis depan. Dia adalah istri seorang mujahid, yang memiliki senjata sendiri untuk perlindungan diri.

Gambar-gambar terbaru dari Suriah mengungkapkan suatu wawasan baru dalam kehidupan warga Inggris yang telah melakukan perjalanan untuk bergabung dengan pertempuran di dalam wilayah yang dikuasai para pejuang di utara negara itu.

Laporan Eksklusif yang diperoleh Channel 4 News difilmkan oleh Bilal Abdul Kareem, seorang mualaf Amerika yang sudah hidup di antara para mujahid barat dan keluarga mereka di dalam wilayah Suriah, dan mendokumentasikan kehidupan mereka.

Dia mengatakan dia ingin menunjukkan realitas kehidupan para mujahid asing.

Pernikahan Maryam dengan suaminya yang seorang mujahid, Abu Bakar, yang dijodohkan oleh ibunya tiga bulan lalu. Maryam tidak bertemu dengannya hingga mereka menikah.

Suaminya adalah orang Swedia, dan lahir sebagai seorang Muslim. Sementara dia orang Inggris, dan masuk Islam empat tahun lalu.

'Pengorbanan'

"Saya tidak bisa menemukan orang di Inggris yang bersedia mengorbankan hidup mereka di dunia ini untuk kehidupan di akhirat ... saya berdoa, dan Allah memutuskan bahwa saya datang ke sini untuk menikah dengan Abu Bakar."

Hingga keberangkatannya baru-baru ini dari Inggris menuju Suriah, dia hidup dengan apa yang dia sebut sebagai kehidupan yang baik-baik saja.

Ketika dia masih muda dia suka menonton sepak bola di TV. Dia belajar psikologi dan sosiologi di perguruan tinggi, dan mengatakan jika dibandingkan dengan orang lain yang ada di jalan dia adalah orang kaya, meskipun menurut standar orang Inggris dia orang miskin.

Dia mengatakan, orang tuanya tahu dia pergi ke negara yang dilanda perang, tapi mereka tidak tahu detail dari apa yang dia lakukan.

Pilihannya adalah suatu pilihan yang dia ingin Muslim lain melakukannya: "Anda harus bangun dan berhenti untuk takut mati ... kita tahu bahwa ada surga dan neraka.  Di Hari Akhir, Allah akan bertanya kepada anda. Daripada anda duduk dan fokus pada keluarga atau studi anda, anda harus bangun karena waktu terus berdetak."

Dia dan suaminya membesarkan seorang anak, dan sekarang berharap memiliki anak lagi. Dengan mudahnya mereka berdua muncul di depan kamera, berbicara mengenai siapa yang harus memasak, namun berselisih mengenai siapa yang memiliki Kalashnikov yang lebih baik.
Tapi mereka setuju pada suatu gambaran besar. Tujuan jangka panjang mereka adalah apa yang mereka lihat sebagai pembebasan Suriah, yang diikuti oleh pendirian suatu Khilafah Islam.

Abu Bakar berjuang bersama dengan milisi jihad Sunni yang dikenal sebagai Katiba al Muhajirin - batalyon migran – suatu kekuatan tempur aktif.

Mereka berperang bersama kelompok-kelompok Islam besar seperti Ahrar al - Sham dan al- Qaeda yang berafiliasi dengan Jabha al- Nusro. Dia adalah seorang pejuang penuh. Dia memberi daftar kemenangan pada pertempuran-pertempuran yang telah dimenangkan oleh milisinya.
Kekejaman

Namun ini adalah Suriah, dimana tidak hanya ada kemenangan melainkan juga kekalahan, dan kekejaman yang serius.

Pasukan Presiden Assad berperang di sini untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai para pejuang dari kelompok-kelompok yang mereka anggap sebagai kelompok teroris. Menjelang malam hari, dari bangunan di mana keluarga itu tinggal, mereka dapat mendengar senjata berat pasukan pemerintah dan melihat kilatan cahaya yang ditembakkan di atas cakrawala.

Maryam mengatakan suara pertempuran itu tidak mengganggunya. Sebaliknya, dia mengatakan hal itu membuatnya merasa seolah “kemenangan sudah dekat. Insya Allah, anak saya akan bergabung dengan mereka. Mungkin saya akan bergabung dengan mereka. Mereka merasa terhormat untuk berada di sana, tidak seperti saya. Saya ada di dalam rumah, tapi, setidaknya saya ada di sini ".

Keluarga lain dari Inggris juga ada di sini. Mereka tinggal di lantai bawah.

"Aisha" (bukan nama sebenarnya) mengatakan dia baru tiba sebulan yang lalu bersama suaminya, yang telah bergabung dengan kelompok pejuang asing yang sama sebagaimana tetangganya. Mereka memiliki seorang putri.

Aisha mengatakan pada awalnya dia sedikit bahagia, tapi sekarang dia dan putrinya merasa betah: "Saya pikir anak-anak cepat sekali beradaptasi, jadi dia baik-baik saja.

"Pada beberapa hari pertama, dia mengatakan dia ingin kembali pulang. Dia ingin pergi ke Inggris. Namun sekarang dia baik-baik saja. Dia suka berada di luar ruangan, bisa bermain".

Kedua wanita itu menggunakan mobil, dan pergi ke supermarket yang terletak di jalan-jalan tanah yang berdebu. Dengan memperhatikan kecepatan kendaraan yang dikemudikan Maryam, seseorang menggambarkan dirinya mengemudi dengan cara seperti seorang "mujahid ".

Dia memakai sarung tangan motor untuk menunjukkan kerendahan hati, dan menyebut bahwa sarung tangan yang dipakai akhwat lainnya terlalu feminin.

Di supermarket, mereka membeli popok bayi, roti, ember, dan barang-barang  yang biasanya akan anda beli ketika belanja.

Makanan Orang Inggris

Maryam mengakui bahwa dia merindukan makanan dari Inggris, terutama kue-kue, junk food, dan masakan ibunya.

Dia mengatakan orangtuanya tahu dia ada di Suriah, meskipun mereka menyadari penuh akan detail situasinya, dan bahwa ayahnya telah menawarkan untuk mengirimkan uang. Suaminya mendapatkan sekitar $ 150 per bulan.

Maryam mengatakan dia tidak pernah memiliki rencana untuk kembali ke Inggris, bahkan jika suaminya yang baru menikah dengannya tewas dalam pertempuran.

"Saya akan tetap tinggal di sini karena saya tidak datang ke sini untuk dia. Saya tidak ingin kembali ke Inggris. Saya akan tinggal di sini, membesarkan anak-anak saya, dengan fokus pada bahasa Arab untuk berkomunikasi dengan orang-orang Suriah .

"Selama saya punya mobil, saya akan bisa pergi berbelanja dan melakukan hal-hal seperti yang saya lakukan sekarang."
(rz/ http://www.channel4.com/news/syria-rebels-jihad-british-foreign-assad)

Ditulis oleh Kylie Morris dan Sasha Joelle Achilli [mediaumat/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.