Tuduhan Hizbut Tahrir Bahwa Kedubes Amerika Dilengkapi Fasilitas Penyadap Terbukti?
Rencana pemerintah memanggil pihak Kedubes Amerika terkait dugaan
Gedung Kedubes Amerika di Indonsia memiliki fasilitas penyadapan,
menurut Farid Wadjdi merupakan bukti bahwa protes Hizbut Tahrir selama
ini bukanlah omong kosong.
“Itu membuktikan apa yang diprotes oleh Hizbut Tahrir selama ini
bahwa Kedubes AS di Jakarta merupakan markas intelijen Amerika
terbukti,” ungkap anggota Maktab I’lamy DPP Hizbut Tahrir Indonesia
kepada mediaumat.com, Selasa (30/10) melalui pesan elektronik.
Menurutnya, hal itu sudah cukup untuk menutup Kedubes Amerika serta
mencabut IMB untuk gedung yang baru yang sekarang sedang dibangun
menjadi Kedubes Amerika terbesar ketiga, setelah di Irak dan Pakistan.
Menurut Farid, Meskipun baru dugaan , namun mengingat sumber
informasi yang akurat dan adanya fakta penyadapan yang dilakukan Amerika
terhadap negara-negara lain seperti Jerman dan Prancis, sudah cukup
menjadi bukti alasan pemerintah Indonesia untuk menutup kedubes AS .
Sikap menlu Indonesia yang hanya berencana mengajukan nota protes
tidaklah cukup.
“Meskipun baru dugaan kuat , sudah cukup menjadi bukti alasan
pemerintah Indonesia untuk menutup kedubes AS dan dubesnya diusir dari
Indonesia! Sikap Menlu Indonesia yang hanya berencana mengajukan nota
protes tidaklah cukup,” tegasnya.
Media Jerman Der Spiegel menyebut Amerika Serikat memata-matai
Kanselir Jerman itu sejak 2002. Operasi yang sama juga dilakukan pada 80
lokasi lain di seluruh dunia. Menteri Dalam Negeri Jerman mengatakan
operasi seperti itu merupakan tindakan ilegal. Selain menyadap ponsel
Merkel, Badan Keamanan Nasional Amerika, NSA, juga memonitor jutaan
telepon yang dilakukan warga Jerman dan Prancis. Der Spiegel mengklaim
telah melihat dokumen rahasia dari NSA yang menunjukkan ponsel Merkel
disadap dari tahun 2002, tiga tahun sebelum dia menjadi kanselir.
Apalagi Gedung Putih sendiri tidak menyangkal secara tegas praktis
penyadapan ini, ini membuktikan dugaan praktik ini sangat kuat. “Kami
tidak akan berkomentar secara terbuka untuk setiap dugaan kegiatan
intelijen tertentu, dan sesuai kebijakan, kami telah menjelaskan bahwa
Amerika Serikat mengumpulkan data intelijen asing dari jenis-jenis yang
dikumpulkan oleh semua bangsa,” kata juru bicara Gedung Putih.
Namun, terlepas dari itu , menurut Farid dalam pandangan Islam
penutupan kedubes AS itu wajib dilakukan karena Amerika adalah negara muhariban fi’lan yang secara langsung memerangi dan membunuh umat Islam di berbagai kawasan dunia.
“Oleh karena itu tidak boleh ada hubungan diplomatik dalam bentuk
apapun dengan negara ini, sampai negara ini benar-benar menghentikan
penjajahan dan pembunuhannya terhadap umat Islam di berbagai kawasan
dunia,” pungkasnya.
Seperti dilansir Sydney Morning Herald, Senin (29/10)
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Indonesia, disebut sebagai
salah satu dari 90 pos yang memiliki fasilitas penyadapan intelijen
Amerika di seluruh dunia.
Dalam pemberitaannya, koran terkemuka di Australia tersebut
menampilkan sebuah peta yang mendaftar 90 fasilitas pemantauan
elektronik (electronic surveillance facility). Salah satu kota
yang menjadi lokasi Kedubes AS dalam peta tertanggal 13 Agustus 2010 itu
adalah Jakarta. Peta serupa juga dipublikasikan oleh sebuah majalah
terkemuka di Jerman, Der Spiegel.
Menanggapi pemberitaan ini, Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa
mengatakan akan memanggil Kuasa Usaha AS untuk Indonesia, Kristen Bauer.
Menurutnya, apabila aksi spionase itu terbukti benar, maka perbuatan
itu tidak dapat dibenarkan dan dianggap melanggar rasa saling percaya
yang dimiliki kedua negara.
Tidak ada komentar