Header Ads

Jenderal Tentara Jadi Korban BPJS

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memuculkan sejumlah persoalan kontroversial.



Tak hanya rakyat biasa, purnawirawan tentara juga menjadi korban buruknya pelayanan BPJS. Bahkan, seorang purnawirawan TNI berpangkat mayor jenderal dilaporkan ditolak berobat di sebuah rumah sakit karena Askes yang menjadi jaminan selama ini sudah tidak berlaku lagi.

Fenomena ini membuat purnawirawan tentara mempertanyakan janji presiden. Mantan Ketua Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) Letnan Jenderal TNI (Purn), Junianto Haroen melaporkan, beberapa purnawirawan dan prajurit marah dan mengeluhkan pemberlakuan BPJS.

“Saat general check up dulu, menggunakan Askes (didapatkan pelayanan) VIP, mantap sekali pelayanannya. Tapi begitu saya akan menindaklanjuti hasil check up sesuai rekomendasi para dokter, Askes ditolak. Terus kalau periksa dan konsultasi harus bayar. Untuk obat bayar sangat mahal. Ini pemerintahan kita sudah kacau,” katanya mengutip pernyataan seorang mantan pejabat berbintang dua yang mengeluh kepadanya, Selasa (7/1).

Junianto mempertanyakan tujuan BPJS supaya mendapatkan pelayanan gratis, sesuai pengumuman presiden pada sidang kabinet di Bogor 31 Desember 2013 lalu.

“Kenyataannya, mulai 1 Januari 2014 periksa kesehatan saja bayar. Bagaimana rakyat kecil dan prajurit sakit parah dan harus menginap, apalagi kalau masuk ICU? Berapa bayarnya? Sekarang rekan-rekan kita lagi panik, kasihan melihatnya karena anaknya masih menginap di ICU RSCM,” ia memaparkan.

Junianto Haroen menjelaskan, RSPAD sudah mengeluarkan surat pemberhentian pemberlakuan Askes. “Surat dari Askes, bunyinya Kartu Askes tidak berlaku lagi setelah diumumkan berlakunya BPJS. Permasalahannya adalah, lain perintah dari presiden, lain di PT Askes, dan lain di RS,” ujarnya.

Ia berharap para penjabat negara segera turun melihat fakta di lapangan. Mereka bisa langsung mencoba melakukan general check up kesehatan. “Kami ingin pejabat mau melihat sesuatunya secara faktual,” tuturnya.

Sebelumnya beberapa pejabat tinggi juga melaporkan hilangnya Jaminan Kesehatan Paripurna akibat diberlakukannya BPJS. “Kalau pejabat yang koruptor pasti nggak pernah pakai jaminan kesehatan tersebut. Tapi kalau pejabat yang bersih bagaimana nasibnya?” tanya seorang mantan menteri.

Keluhan buruknya pelayanan BPJS juga disampaikan rakyat dari berbagai daerah. “BPJS ini mulai terlihat menyusahkan rakyat karena pelayanannya kurang bagus di lapangan. Bahkan, obat-obatan yang selama ini ditanggung Askes malah sekarang tidak ditanggung lagi,” kata Niko Beni, peserta BPJS di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (7/1), seperti dilansir kantor berita Antara.

Ia menyebutkan, semangat dari BPJS yang dilahirkan DPR bertujuan membantu masyarakat, ternyata jauh dari harapan. Sejumlah persoalan mulai muncul di permukaan karena tidak sejalan dengan regulasi yang ada.

“Saat mengantar istri berobat di RS Wahidin Sudirohusodo, untuk menebus obat di apotek yang biasa selama ini ditanggung Askes, faktanya tidak dikasih dengan alasan tidak lagi ditanggung kalau peserta BPJS. Parahnya, petugas apotek menyuruh saya membeli obat di luar rumah sakit tersebut,” ia mengungkapkan.

Saharuddin, peserta Jamkesmas, mengaku pihak rumah sakit kebingungan melayani peserta BPJS. Padahal, berdasarkan aturan peserta Jamkesmas harusnya menjadi perhatian karena pesertanya adalah orang miskin. Namun, fakta di lapangan berkata lain, BPJS lebih didahulukuan.

“Kami bingung Pak, kok kami seakan tidak dihiraukan padahal kami ini peserta Jamkesmas. Mereka meminta kami beralih ke BPJS, tapi kami bingung bagaimana caranya, sementara bapak kami harus segera dirawat karena sakit keras,” katanya.

Membuat Bingung

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Andi Jap mengaku, tidak tahu perkembangan BPJS di wilayah yang berbatasan darat langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Federasi Malaysia. “Tanyakan saja kepada BPJS di Pontianak,” kata Andi Jap kepada SH melalui jaringan telepon genggam di Pontianak, Selasa.

Ketika ditanya apakah nantinya sumber pembiayaan BPJS di Provinsi Kalimantan Barat dibebankan kepada APBD, Andi Jap sekali lagi mengaku, “Saya tidak tahu. Tanyakan saja kepada BPJS.”

Ratusan warga tampak antre mengurus dokumen administrasi yang berkaitan dengan kepesertaan dalam Program BPJS di Provinsi Kalimantan Barat. Pihak Kantor BPJS di Pontianak mengambil inisiatif membangun tenda karena banyak masyarakat yang datang.

Di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), jumlah warga yang mendaftar sebagai peserta BPJS hingga Selasa baru 90 orang. Warga yang mendaftar itu adalah masyarakat yang sebelumnya tidak terdaftar sebagai peserta Jamkesmas.

“Peserta Jemkesnas dan Jamkesda didaftar pemerintah karena pemerintah yang akan membayar premi mereka. Kalau mereka daftar sendiri ke BPJS harus bayar premi sendiri,” kata Kepala BPJS Cabang Kupang Frans Pareira di Kupang.

Dari Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah dilaporkan, meskipun sudah mendapatkan sosialisasi, masyarakat masih bingung dengan pelayanan BPJS Kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pulang Pisau Muliyanto Budjihardjo mengatakan, beberapa bulan terakhir sudah melaksanakan sosialisasi di internal kantornya tentang program BPJS Kesehatan.

“Masih ada daerah yang belum mendapatkan sosialisasi. Sebagian masyarakat masih bingung dengan namanya Program BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Ia juga mengakui pendataan masyarakat Penerima Bantuan Iuran di Kabupaten belum berjalan sebagaimana mestinya. “Pasti ada mengalami kendala-kendala karena perubahan kondisi penduduk. Kita akan memakai data yang ada di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang ada di pemerintah pusat,” ujarnya.

Pemerintah Pulang Pisau menurutnya menyiapkan anggaran Rp 1,5 miliar dari APBD untuk membantu warga yang tidak mampu dan warga miskin. Camat Kecamatan Sebangau Kuala Kabupaten Pulang Pisau, menyampaikan, warganya sampai hari ini masih belum mengerti tentang jaminan Kesehatan yang akan dikelola BPJS.

“Warga di Desa Sei Hambawang dan Desa Sei Bakau serta Desa lainnya yang ada di Kecamatan Sebangau Kuala banyak yang tidak memiliki kartu jaminan sehat,” ia mengungkapkan.

Ia berharap pemerintah daerah baik kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat untuk mendata masyarakat Kecamatan Sebagau Kuala, agar bisa mendapatkan kartu jaminan kesehatan yang kabarnya akan menggratiskan semua biaya kesehatan rakyat. “Masyarakat, semuanya bingung. Seperti apa sih yang namanya BPJS,” ujarnya.

Pos Pengawasan

Di Manokwari, Papua Barat dilaporkan, hingga kini proses pelayanan BPJS belum berjalan dan sampai saat ini Jamkesmas masih berlaku. “Hal ini juga berkat dukungan direktur rumah sakit daerah Kabupaten Manokwari, Dr firman yang menolak BPJS,” demikian dikatakan Ketua DKR Papua Barat, Alexander Sitanala kepada SH, Selasa.

Ia mengatakan, di Kota Sorong secara tidak langsung BPJS telah dijalankan. Semua pelayanan kesehatan yang tadinya gratis sekarang sudah tidak lagi.

“Keluarga-keluarga pasien disuruh membeli obat di apotek. Keluarga pasien mulai emosi dan marah karena tidak tahu tentang program BPJS, tiba-tiba sekarang disuruh bayar. Padahal, rakyat tidak punya uang,” katanya.

Alex Sitanala mengatakan, DKR Papua Barat mendirikan pos-pos pengawasan BPJS di kampung-kampung di seluruh Papua Barat. Rumah sakit daerah yang biasa melayani pasien Jamkesmas diminta untuk tidak mempersulit pasien. “Ini pesan presiden, tidak boleh lagi ada pasien yang ditolak karena tidak mampu bayar,” ujarnya.

Tugas pos pengawasan BPJS adalah menampung dan mendampingi pasien-pasien dari daerah pedalaman, agar rumah-rumah sakit memastikan pelayanan sampai sembuh dan gratis. (shnews/htipress/[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.