Header Ads

Gurita Korupsi Daerah, Bukti Kecacatan Demokrasi

Oleh : Azri Adhani (Lajnah Siyasiyah HTI Sidoarjo)

Korupsi seolah menjadi trendsetter di negeri ini. Satu persatu korupsi pejabat mulai terkuak. Meskipun masih ada koruptor kelas kakap yang masih terlindungi. Kasus Korupsi seperti penyakit kronis yang tidak tersembuhkan. Seperti peristiwa ini; Diduga melakukan korupsi jual beli lahan terdampak Lumpur Lapindo, mantan Kepala Desa (Kades) Besuki, M Siroj diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (20/2/2014, www.beritajatim.com).


Kasus ini menambah banyak kasus korupsi yang sudah tak terhitung jumlahnya. Kualitas penguasa di daerah, merupakan cermin dari pemerintah pusat. Bahkan di Jawa Timur, KPK menengarai ada koruptor kelas kakap. Kasus BLBI, Bailout Bank Century, Dinasti Atut, dan lainnya, belum juga menuai hasil terang. Hal ini seharusnya menjadi bahan kajian yang serius, kenapa permasalah korupsi di negeri ini terus bertambah bak tak berujung?

Korupsi Kecacatan Demokrasi

Karut marut persoalan di negeri ini seperti bencana. Salah satu bencana adalah korupsi. Pelaku korupsi mulai dari kepala desa/lurah, Bupati, Gubernur, Anggota DPR pusat sampai daerahpun melakukan hal yang sama. Akhirnya korupsi sudah menjadi budaya yang sulit diberantas. Bukan mustahil, jika kasus ini berulang terjadi, bukan manusia yang salah. Melainkan sistem yang ada saat ini mendorong berbuat korupsi. Ditambah lagi dengan pandangan hidup serba hedonis dan matralistik.

Demokrasi sebagai sistem politik bertumpu pada kebebasan. Istilah ‘wani piro’ sudah maklum jika seseorang ingin menduduki jabatan. Begitu juga, jika seseorang ingin cepat dalam proses urusan administrasi atau lainnya, selalu ada embel-embel rupiah. Sudah menjadi rahasia umum untuk menjadi kepala desa saja ada yang berani menghabiskan dana hingga ratusan juta bahkan milyaran rupiah. Belum lagi untuk menjadi bupati,Gubernur, bahkan Presiden. Begitu juga untuk menjadi anggota legeslatif. Dengan tingginya biaya Demokrasi maka akan semakin menyuburkan Korupsi. Hal ini menunjukan kecacatan demokrasi. Lantas, apakah sistem cacat ini layak dipertahankan?

Kemauan Politik Pemerintah

Kemauan politik dari pemerintah sangat penting dalam hal pemberantasan korupsi. Misalnya saja dengan menerapkan sistem pembuktian terbalik. Cara ini sangat efektif dalam pemberantasan korupsi. Setidaknya ini telah dicontohkan oleh khalifah Umar bin Al Khattab, dengan cara semua pejabat pada saat akan menduduki jabatannya wajib lapor harta kekayaan. Kemudian secara priodik atau pada masa akhir jabatan harus melaporkan lagi jumlah harta kekayaannya. Ketika didapatkan selisih lebih banyak dari harta yang semula dilaporkan maka dituntun untuk bisa membuktikan dari mana harta tersebut berasal. Cara yang sama sebenarnya bisa dilakukan di negeri ini jika ada kemauan politik dari pemerintah.

Jika pemerintah tidak segera bertindak dan sekadar mengandalkan KPK. Maka cita-cita pemberantasan korupsi hanya menjadi impian. Clean goverment dan good goverment tidak akan pernah tercipta. Pemerintah saat ini cenderung tebang pilih. Belum berani masuk lebih dalam. Jangan-jangan koruptor kakap ada di dalam lingkaran kekuasaan?

Tiga Pilar memberantas Korupsi

Jika hukum pembuktian terbalik dinegeri ini diterapkan, maka belum ada garansi Indonesia akan terbebas dari korupsi. Kenapa demikian?, jawabannya; karena laporan harta kekayaan pribadi sebenarnya juga bisa diakali/ diatur bagaimana caranya agar tidak terkena jerat pasal-pasal anti kurupsi.

Oleh karena itu diperlukanlah tiga pilar yang harus tegak :

Pertama; Ketaqwaan individu, kelihatannya ini sudah hilang ditengah gemuruhnya masyarakat kapitalis sekuleris. Karena itu harus ditumbuhkan kembali ketaqwaan individu ditengah-tengah masyarakat. Dengan adanya ketaqwaan individu akan muncul kesadaran untuk tidak korupsi serta akan melaporkan harta kekayaan pribadinya dengan jujur.

Kedua; Kontrol masyarakat, sifat ini harus tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Ketika ada salah satu anggota masyarakat yang melakukan korupsi maka masyarakat yang lain akan mengingatkannya agar tidak melakukan korupsi tersebut.

Ketiga; Penerapan hukum yang adil dan tegas oleh negara. Negara harus menerapkan hukum dengan adil dan tegas tanpa kompromi. Korupsi jika hanya dilakukan individu mungkin masih ada yang bisa mencegahnya, akan tetapi jika sudah dilakukan secara masif, tersruktur dan terencaana dengan sistem yang canggih. Maka ini diperlukan sistem negara yang canggih juga untuk memberantasnya. Disinilah pentingnya pilar yang terakhir harus tegak dengan kokoh.

Ketiga pilar diatas tidak akan bisa tegak didalam sistem demokrasi yang sekuleris, materialis, individualis seperti sekarang ini. Ini semua akan tegak dalam bingkai negara Daulah Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Yakinlah bahwa sampai kapanpun masalah korupsi tidak pernah terselesaikan dengan Sistem Demokrasi, karena Hanya sistem Islamlah yang akan mampu memberantas korupsi sampai keakarnya.(AA) [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.