Header Ads

Keunggulan Audit Pembangunan Infrastruktur Sistem Islam

Keunggulan Audit Pembangunan Infrastruktur Sistem Islam

Oleh Subhan (Anggota Lajnah Siyasiyah HTI Sidoarjo)

Dana APBN sebesar Rp 1 miliar untuk pembangunan infrastruktur desa pada tahun 2014, disikapi komisi A DPRD Sidoarjo dengan positif. Komisi A yang membidangi pemerintahan tetap meminta pengelolaan dana tersebut tetap dikawal agar sesuai dengan aturan yang ada. Jika tidak ada pengawasan dan terkesan dibiarkan. Maka bisa jadi akan timbul persoalan hukum di belakang hari, akibat pengelolaan yang kurang tepat pada dana tersebut.“Sudah waktunya pemerintah desa bisa membuat program pembangunan yang berkelanjutan tanpa harus mengajukan dulu ke SKPD, namun begitu, tentu dengan pengawasan agar tidak terjadi penyelewengan,” kata Warih Andono wakil ketua komisi A DPRD Sidoarjo.


Sementara itu Asisten I Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Pemkab Sidoarjo Asrofi mengatakan, pengelolaan anggaran yang besar itu harus diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Sebab, pihak desa bukan hanya mengelola anggaran Rp 1 miliar itu saja, namun sekaligus mempertanggung jawabkan penganggarannya. Seperti diketahui,pengesahan Undang-undang Desa membawa angin segar terhadap pembangunan di tingkat pedesaan. Pasalnya, pemerintahan desa akan mendapatkan alokasi bantuan Rp 1 miliar. Namun disebutkannya, anggaran bantuan per desa per tahun ini, bisa terealisasi pada APBN Perubahan, karena APBN 2014 sudah ditetapkan.

E-Audit untuk Pengawasan Keuangan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginginkan sistem audit secara elektronik atau e-audit memperkuat pengawasan keuangan negara seiring dengan semakin besarnya APBN. APBD, maupun aset-aset BUMN. Anggaran APBN yang terus meningkat dan kini mendekati Rp 2.000 triliun dengan alokasi untuk daerah mencapai Rp 600 triliun. Untuk itu, penggunaan pengawasan manual akan menyulitkan untuk melacak dan mengetahui penggunaan uang negara.

Penguatan pengawasan melalui e-audit merupakan tindakan dini dalam pencegahan korupsi yang seharusnya juga dihargai oleh media massa. Presiden SBY mengatakan, sejak 2007, pemerintah melakukan penghapusan rekening liar dan aset-aset negara. Dari 46.586 rekening yang ditangani, 9.294 rekening ditutup dan saldo diserahkan ke kas negara Rp 7 triliun 108 miliar dan 11 juta dolar AS lebih. Sejak inisiatif pembangunan pusat data guna mendukung e-audit pada 2010 digulirkan, BPK telah melakukan 757 penandatanganan nota kesepahaman untuk akses data rekening dengan pengelola keuangan negara baik pemerintah pusat, pemeritah daerah dan BUMN.Ia menambahkan, saat ini Rp 4.000 triliun lebih uang negara yang perlu diawasi penggunannya baik dari APBN, APBD maupun BUMN.

Kekhawatiran pejabat negeri ini terkait tindak korupsi dan penyelewengan dana diakibatkan pejabat tidak amanah. Sistem demokrasi-liberal memisahkan agama dengann kehidupan. Sehingga standar bukan lagi iman dan boleh/tidak. Standarnya bergeser ke arah untuk memperkaya diri dan bersembunyi dibalik hukum agar terhindar dari tuduhan korupsi. Maka di sinilah dibutuhkan sistem alternatif. Sistem yang penerapannya berlandaskan iman dan ketundukan pada Allah. Itulah alternatif Islam dalam sistem audit dan pemerataan kesejahteraan pada rakyat.

Audit Komprehensif Era Khilafah

Pemerintah SBY meletakkan Reformasi Birokrasi sebagai prioritas pertama program-programnya. Ini karena aparat birokrasi pemerintahan adalah ujung tombak jalan tidaknya semua kebijakan politik. Mungkin orang sudah capai dengan janji-janji, apalagi terkait pemberantasan korupsi dan pengentasan kemiskinan. Birokrasi yang tidak proaktif jemput bola melayani rakyat, tidak transparan cara kerjanya serta tidak terukur prestasinya, menjadi sandungan yang serius bagi suatu negara, siapapun pemimpinnya, apapun ideologinya.
Seorang pemimpin – apalagi pemimpin tertinggi sebuah negara – memiliki tugas mulia untuk memberi arah yang jelas bagi birokrasi di bawahnya, mengoptimasi segala sumberdayanya (dan negara adalah pemilik terbesar sumberdaya, baik itu SDM, organisasi, alat, asset maupun keuangan), menerapkan SOP sekaligus memberi teladan, hingga mengawasi bahwa semua berjalan “on the track”. Tugas terakhir itu adalah tugas pengawasan (audit). Yang diaudit tentu saja cukup komprehensif, yaitu mutu layanan, biaya layanan (agar tidak mahal atau boros) dan kecepatan layanan (agar rakyat tak hilang kepercayaan yang biasa terjadi bila layanan tidak memuaskan).

Ternyata tugas terakhir ini sangat penting, sebab ini mirip muara sebuah “sungai birokrasi”. Dunia industri sepertinya bahkan sudah “mengenali” lebih awal dengan menerapkan standar ISO-9000 untuk manajemen mutu. Banyak juga peneliti yang lalu usul agar reformasi birokrasi mengacu juga ke ISO-9000.

Apakah orang percaya, bahwa sebuah negara dapat bertahan berabad-abad tanpa pengawasan yang baik? Tentu tidak. Demikian juga dengan Daulah Khilafah yang pernah jaya berabad-abad. Sebagaimana fragmen-fragmen sejarah, ternyata audit sudah dikerjakan oleh Rasulullah sendiri. Sebelum mengangkat para pejabatnya, Rasulullah pernah menguji kualitas hafalan Qur’an mereka. Kandidat yang hafal surat Al-Baqarah dan Ali-Imran mendapat nilai lebih tinggi. Hal ini dimungkin karena kedua surat ini sarat berisi hukum, sehingga ada jaminan bahwa pejabat tersebut mengerti benar “SOP” yang akan diterapkannya. Nabi juga pernah mengaudit kualitas tepung di pasar. Ternyata tepung itu kering di atas, tetapi basah di bawah. Dan itu menurut Nabi bisa jatuh ke delik penipuan konsumen. Abu Bakar juga mengaudit sendiri pelaksanaan syariat zakat.

Ketika ada suatu kaum berkilah untuk menolak membayar zakat. Abu Bakar menindaknya dengan tegas. Umar bin Khattab lebih ketat lagi dalam soal pengawasan. Dia sering menyamar lalu berkeliling negeri melihat apakah masih ada warga yang belum terlayani aparat birokrasinya. Umar juga kadang-kadang menguji integritas seseorang dengan pura-pura mengajak kolusi, seperti ketika beliau pura-pura ingin membeli domba dari seorang gembala. Dan dia juga benar-benar menghitung harta seluruh pejabatnya di awal dan akhir periode jabatannya. Setiap kelebihan yang tidak bisa dijelaskan secara syar’i, akan disita. Umar bahkan memberi sanksi pada seorang gubernur Mesir, ketika anak si gubernur menzhalimi rakyat kecil. Alasan Umar: si anak ini tidak berani zhalim bila ayahnya bukan pejabat, dan sayang ayahnya ini tidak mengawasi anaknya.

Khilafah juga menjamin pendidikan bagi seluruh rakyat, sehingga rakyat yang cerdas akan selalu mengawasi penguasa. Sejak masa Khulafaur Rasyidin, para sahabat tak pernah canggung dan takut mengkritik para Khalifah. Umar yang terkenal kesederhanaan dan keadilannya pun tak luput dari sikap kritis sahabat yang tak mau mendengarnya sebelum menjelaskan, darimana bajunya yang tampak lebih panjang dari rata-rata. Sampai Umar menjelaskan, bahwa bajunya disambung dengan milik anaknya, yang dikasihkan kepadanya.
Pada masa selanjutnya, audit seperti ini tidak lagi sekedar mengandalkan intuisi seorang pemimpin, tetapi sudah melibatkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, serta diterapkan di hampir semua bidang pelayanan publik.

Ilmu yang paling cepat dipakai untuk audit adalah matematika. Kitab al-Jabar wal Muqobalah dari al-Khawarizmi (780-850 M), bukanlah buku ilmiah yang berat, tetapi buku praktis bagi banyak orang. Pedagang, petani, staf baitul maal, bahkan para hakim bisa dengan cepat menguji hitung-hitungannya menggunakan cara yang terjamin akurasinya. Lahirlah cikal bakal akuntansi. Maka pedagang bisa dengan cepat mengaudit para pegawainya yang bertransaksi di Syams atau Yaman. Petani bisa mengaudit klaim penggunaan air atau pupuk. Staf baitul maal lebih mudah menguji proposal pembagian zakat dari suatu kaum. Dan para hakim bisa cepat menghitung waris secara adil.

Cabang ilmu kedua yang terpakai untuk audit adalah geografi. Peta-peta yang mulai mendapatkan bentuk standar sejak masa Ahmed ibn Sahl al-Balkhi (850-934 M), Abu Rayhan al-Biruni (973-1048 M), Muhammad al-Idrisi (1100–1165 M) dan seterusnya, memudahkan para kepala daerah untuk mengawasi perkembangan wilayah di daerahnya. Posisi, distribusi dan kondisi wilayah yang dihuni lebih mudah dilihat, sehingga berapa jumlah aparat yang ditempatkan, hingga berapa jumlah zakat yang dapat ditarik, lebih mudah diperkirakan dengan akurat.

Cabang ketiga, ilmu kimia. Sejak Jabir ibn Hayyan (715-815 M) memperkenalkan metode ilmiah dalam percobaan material, menjadi semakin mudah bagi para pandai besi untuk menguji kemurnian logam mulia, atau bagi insinyur sipil untuk menguji apakah semen yang dipakai untuk membangun jembatan memang pada kualitas kekuatan yang ditetapkan. Metode analisis dalam ilmu kimia juga berguna untuk mengetahui apakah sebuah makanan memiliki resiko kesehatan, atau apakah sebuah lahan layak ditanami tanaman tertentu, atau cocok untuk dibangun hunian atau bahkan rumah sakit. Tidak cuma prosesnya. Sumber Daya Manusianyapun diuji untuk menjamin kualitas layanan.

Di bidang kesehatan, para tabib di masa khalifah Harun al-Rasyid secara teratur diuji kompetensinya. Dokter khalifah menguji setiap tabib agar mereka hanya mengobati sesuai pendidikan atau keahliannya. Mereka juga harus membuat rekam medis, sehingga setiap ada kejadian yang serius bisa dilacak bagaimana awal mulanya. Bahkan pada saat peperangan, beberapa panglima muslim mengaudit sendiri kualitas persenjataan serta kesiapan pasukan. Sebelum merebut Konstantinopel, Sultan Mehmet II yang kemudian bergelar al-Fatih bahkan menanyai langsung intensitas dan kualitas ibadah anggota pasukannya, karena Rasulullah telah mengatakan bahwa Allah hanya akan membuka kota itu bagi pasukan yang terbaik – tentu tidak hanya yang terbaik senjata fisiknya, tetapi juga kualitas spiritualnya.

Secara ringkas dan spesifik, beberapa prinsip sistem keuangan negara dalam sistem pemerintah Islam antara lain:

  1. Pengeluaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat dibagi menjadi pengeluaran yang bersifat persisten (terus menerus) yang tidak terikat oleh kondisi keuangan baitul mal dan pengeluaran yang menyesuaikan dengan kondisi keuangan baitul mal. Pada kategori pertama, jika terjadi kekurangan anggaran dari Baitul Mal, maka khalifah diperkenankan untuk menarik pajak dari rakyat yang kaya hingga dana untuk menutupi pengeluaran tersebut terpenuhi. Pos-pos tersebut yaitu: pelaksanaan jihad dan persiapannya, belanja industri militer, belanja untuk orang fakir miskin dan ibnu sabil; gaji tentara, hakim, guru, pegawai negara lainnya serta insentif orang-orang yang melakukan pelayanan kepada kaum muslim; pos pembiayaan untuk kemaslahatan dan perlindungan umat yang menimbulkan dhahar jika tidak ditunaikan seperti sekolah, rumah sakit, jalan umum; serta belanja untuk bencana seperti bencana alam, kelaparan, serangan tiba-tiba dari musuh dan sebagainya. Pada pengeluaran kedua, disesuaikan dengan anggaran seperti pembangunan jalan alternatif yang keberadaannya tidak mendesak;
  2. Seluruh pendapatan yang diperoleh dari pos-pos pemasukan baik yang diperoleh oleh pusat ataupun yang berasal dari daerah dihimpun dalam Baitul Mal. Dana-dana tersebut disimpan berdasarkan jenis sumbernya. Selanjutnya dana-dana tersebut didistribusikan berdasarkan peruntukannya masing-masing. Hal ini karena masing-masing sumber tersebut telah diatur penggunaannya oleh syara’ sehingga tidak boleh dicampur dengan yang lain. Dana zakat misalnya, hanya boleh didistribusikan pada delapan golongan yang telah ditetapkan oleh Al-Quran. Sementara pendapatan dari harta milik umum dapat dibelanjakan sesuai dengan ijtihad khalifah;
  3. Adapun distribusi keuangan ke tiap-tiap daerah-daerah disesuaikan dengan kebutuhan mereka dan bukan berdasarkan pendapatan mereka. Dengan demikian, bisa jadi suatu daerah yang pendapatannya kecil akan mendapatkan jatah yang lebih banyak dari daerah yang kaya karena kebutuhannya yang lebih besar. Distribusi tersebut juga tidak lagi memperhatikan apakah suatu daerah itu dihuni mayoritas muslim atau ahlu dzimmah, daerah yang baru yang ditaklukkan atau daerah lama, dan sebagainya;
  4. Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas anggaran, dibentuk biro perencanaan anggaran (diwan muwazanah al-ammah) yang menyusun anggaran berdasarkan pandangan khalifah, biro audit (diwan muhasabah al-ammah) yang mencatat dan menilai kondisi keuangan negara dari sisi anggaran dan realisasinya.
  5. Ada pula biro pengawasan (diwan muraqabah) yang melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap data keuangan negara, seluruh departemen dan biro negara beserta pegawainya yang berkaitan dengan urusan administrasi;
  6. Lebih dari itu, yang tak kalah pentingnya adalah sistem keuangan daulah khilafah merupakan satu kesatuan dan berhubungan erat dengan sistem lainnya. Penyelewengan dan penyalahgunaan anggaran negara misalnya secara efektif dapat diberantas melalui penerapan sistem sanksi (‘uqubat) yang kredibel. Dengan demikian, autaran-aturan tersebut disamping aturan lainnya mampu menghasilkan pengelolaan keuangan negara yang tidak hanya syar’i namun juga berkeadilan, transparan dan akuntabel.

Khotimah

Demikianlah system pengelolaan dana dan audit komprehensif dalam islam yang begitu ketat yang meminimalisir peluang terjadinya kebocoran dan tindak pidana korupsi dan sangat bersifat preventif tentunya ditunjang dengan adanya “law enforcement” and “reward and punishment”,serta Check and Balance sehingga ada efek “Good Governance and Clean Government” dalam sistem pemerintahan Khilafah menuju baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur. Walloohu A’lam bisshowwab. [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.