Negara Amburadul, Kapitalisme atau Islam Ancaman Negara?
Menjelang transisi pemerintah,beberapa peristiwa politik semakin menunjukkan betapa amburadulnya negeri kita. Semakin menguatkan fakta bahwa Indonesia sesungguhnya dikuasai oleh pemilik modal dan tunduk kepada negara – negara imperialis.
Tercermin dari tuntutan kenaikan BBM dari presiden terpilih yang baru dan partai pendukungnya PDIP. Seperti rezim sebelumnya saat menaikkan BBM, Megawati juga menyatakan alasan yang sama: defisit anggaran. Ironisnya, Megawati malah balik bertanya: “nah terus mencari pemasukannya gimana?”
Sikap presiden terpilih Jokowi dan PDIP ini menunjukkan ketertundukan rezim baru terhadap Barat. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves sebelumnya sudah mewanti-wanti. Menurutnya tidak terlampau penting siapa yang menang, pemerintahan yang baru harus berani mengurangi subsidi BBM yang nilainya sekitar Rp 246 triliun.
Kebijakan ini jelas tidak memihak pada wong cilik. Apapun alasannya, menaikkan harga BBM, pasti akan menambah beban rakyat. Mengingat pemerintah sudah menaikkan tarif dasar listrik dan berencana menaikan harga LPG 12 kg.
Lagi pula, kalau ada klaim defisit anggaran kenapa selalu yang dijadikan penyelesainnya adalah mengurangi subsidi rakyat, lebih khusus lagi menaikkan harga BBM. Padahal solusi ini jelas-jelas akan mengorbankan rakyat. Kenapa Presiden terpilih tidak mengambil alih pemilikan barang tambang yang banyak dikuasai swasta dan asing , dikelola dengan baik dan hasilnya disegerahkan kepada rakyat ? Bukankah ini menunjukkan, rezim kapitalis, siapapun orangnya, lebih takut kepada negara imperialis asing , dari pada rakyat?
Seperti yang disampaikan Muhammad Ishaq anggota Lajnah Mashlahiyah Hizbut Tahrir Indonesia, kalaulah pengelolaan Sumber Daya Alam negeri ini dikelola oleh BUMN secara maksimal, maka tanpa harus menarik pajak nilai pendapatannya sudah sangat besar. Apalagi hanya sekedar menambal apa yang disebut pemerintah sebagai belanja subsidi BBM yang nilainya hanya Rp 291 triliun.
Sekedar contoh, untuk batu bara, produksi tahun 2013 mencapai 421 juta ton. Jika harga produksi rata-rata per ton sebesar US$ 20 dan harga pasar tahun 2014 US$ 74 per ton maka potensi pendapatannya mencapai Rp. 250 triliun.
Contoh lainnya adalah tembaga. Menurut Data BPS, tahun 2012 terdapat 2.385.121 metrik ton produksi tembaga di Indonesia. Jika mengacu pada rata-rata biaya produksi dan harga jual tembaga PT Freeport tahun 2012, sebesar US$ 1,24 dan US$3.6 per pound, maka potensi pendapatannya sebesar Rp 124 triliun. Dari dua komoditas ini saja potensi pendapatannya sudah mencapai Rp 374 triliun.
Padahal komoditas tambang di negeri ini amat melimpah, seperti minyak mentah, gas, emas, nikel yang bernilai ribuan triliun. Namun sayang, pendapatan dari penjualan komoditas tersebut, tidak dapat masuk ke dalam APBN saat ini, melainkan hanya sedikit saja dalam bentuk pajak dan royalty. Bandingkan dengan besar pendapatan SDA migas dan non migas pada RAPBN 2015 yang masing-masing hanya sebesar Rp 207 triliun dan Rp 30 triliun.
Pangkal masalah tersebut adalah, sebagian besar barang-barang tambang tersebut dikelola oleh swasta. Di sisi lain peran BUMN amat minim. Pada industri batu bara misalnya pangsa produksi PT Bukit Asam hanya lima persen dari total produksi batu bara nasional.Demikian pula dengan minyak mentah dan gas yang dikelola oleh Pertamina yang kurang yang dari 20 persen.
Yang menyedihkan kita, sudah hanya mendapat pendapatan dari pajak dan royalti, ditunda lagi pembayaran oleh perusahaan asing seperti Free Port selama tiga tahun. Tidak hanya itu, pemerintah merelakan begitu saja dividen Freeport 2013 sebesar 1,5 trilyun tidak ditagih. Di sisi lain pemerintah terus membebani rakyat dengan pembatasan subsidi dan kenaikan TDL, biaya pendidikan dan kesehatan.
Untuk Freeport, alasannya pun gampang, seperti yang disampaikan Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani , sudah lewat, laporan sudah ditutup. Bandingkan kalau kalau pajak yang dibebankan kepada rakyat, terus dituntut walaupun sudah lama berlalu.
Menaikkan BBM dengan alasan defisit anggaran pun dibantah sendiri oleh politisi partai Demokrat Ikhsan Mojo, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2014 sebesar Rp 80-90 triliyun bisa menutupi kekurangan BBM subsidi yang hanya sekitar 2 juta kilo liter atau 8-10 trilyun. Jadi keinginan pihak presiden terpilih agar harga BBM dinaikan sebelum SBY turun dari jabatannya guna menyehatkan APBN adalah kebohongan publik.
Walhasil , tuntutan kenaikan BBM dari presiden terpilih Jokowi hanya untuk kepentingan para kapitalis. Lagi-lagi rakyat siap-siap kembali tertipu dengan pencitraan yang dibangun oleh presiden terpilih Jokowi , yang terkesan merakyat. Rakyatpun siap-siap menderita.
Berkali-kali Hizbut Tahrir Indonesia sudah mengingatkan hal ini. Selama ini dengan tegas Hizbut Tahrir menyatakan , siapapun presidennya, kalau sistemnya masih sistem Kapitalis maka tidak akan ada perubahan mendasar. Kebijakan yang diambil tetap saja berdasarkan kapitalisme untuk kepentingan pemilik modal, bukan untuk kepenting rakyat.
Berulang-ulang pula Hizbut Tahrir menegaskan solusi bagi bangsa ini adalah menerapkan syariah Islam di bawah naungan Khilafah Islam dengan mencampakkan ideology dan sistem Kapitalis yang yang pangkal penyebab pendiritaan rakyat bangsa ini.
Dalal krisis BBM ini pangkal utamanya adalah liberalisasi migas, akiabat dari paradigma kapitalisme yang diterapkan Negara. Ini tidak akan terjadi kalau syariah Islam diterapkan. Dalam pandangan Islam, sektor pertambangan yang melimpah merupakan milik rakyat (milkiyah ‘amah) yang harus dikelola dengan baik oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Karena itu sungguh mengherankan kalau segelintir pihak menyatakan Khilafah Islam yang diusung oleh Hizbut Tahrir adalah ancaman. Padahal Khilafah Islam merupakan kewajiban dari Allah SWT sekaligus merupakan kabar gembira dari Rosulullah SAW. Sebab dengan dengan tegaknya Khilafah seluruh syariah Islam bisa diterapkan.
Tentu tidak masuk akal, bagaimana mungkin syariah Islam yang bersumber dari Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, dianggapkan berpotensi mengancam rakyat dan negeri ini. Padahahal yang nyata-nyata – bukan hanya potensi- tapi sudah terjadi menghancurkan negeri ini adalah sistem kapitalisme liberal yang dijaga oleh penguasa-penguasa yang tunduk kepada negara imperialis Barat. (Farid Wadjdi) [www.al-khilafah.org]
Tercermin dari tuntutan kenaikan BBM dari presiden terpilih yang baru dan partai pendukungnya PDIP. Seperti rezim sebelumnya saat menaikkan BBM, Megawati juga menyatakan alasan yang sama: defisit anggaran. Ironisnya, Megawati malah balik bertanya: “nah terus mencari pemasukannya gimana?”
Sikap presiden terpilih Jokowi dan PDIP ini menunjukkan ketertundukan rezim baru terhadap Barat. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves sebelumnya sudah mewanti-wanti. Menurutnya tidak terlampau penting siapa yang menang, pemerintahan yang baru harus berani mengurangi subsidi BBM yang nilainya sekitar Rp 246 triliun.
Kebijakan ini jelas tidak memihak pada wong cilik. Apapun alasannya, menaikkan harga BBM, pasti akan menambah beban rakyat. Mengingat pemerintah sudah menaikkan tarif dasar listrik dan berencana menaikan harga LPG 12 kg.
Lagi pula, kalau ada klaim defisit anggaran kenapa selalu yang dijadikan penyelesainnya adalah mengurangi subsidi rakyat, lebih khusus lagi menaikkan harga BBM. Padahal solusi ini jelas-jelas akan mengorbankan rakyat. Kenapa Presiden terpilih tidak mengambil alih pemilikan barang tambang yang banyak dikuasai swasta dan asing , dikelola dengan baik dan hasilnya disegerahkan kepada rakyat ? Bukankah ini menunjukkan, rezim kapitalis, siapapun orangnya, lebih takut kepada negara imperialis asing , dari pada rakyat?
Seperti yang disampaikan Muhammad Ishaq anggota Lajnah Mashlahiyah Hizbut Tahrir Indonesia, kalaulah pengelolaan Sumber Daya Alam negeri ini dikelola oleh BUMN secara maksimal, maka tanpa harus menarik pajak nilai pendapatannya sudah sangat besar. Apalagi hanya sekedar menambal apa yang disebut pemerintah sebagai belanja subsidi BBM yang nilainya hanya Rp 291 triliun.
Sekedar contoh, untuk batu bara, produksi tahun 2013 mencapai 421 juta ton. Jika harga produksi rata-rata per ton sebesar US$ 20 dan harga pasar tahun 2014 US$ 74 per ton maka potensi pendapatannya mencapai Rp. 250 triliun.
Contoh lainnya adalah tembaga. Menurut Data BPS, tahun 2012 terdapat 2.385.121 metrik ton produksi tembaga di Indonesia. Jika mengacu pada rata-rata biaya produksi dan harga jual tembaga PT Freeport tahun 2012, sebesar US$ 1,24 dan US$3.6 per pound, maka potensi pendapatannya sebesar Rp 124 triliun. Dari dua komoditas ini saja potensi pendapatannya sudah mencapai Rp 374 triliun.
Padahal komoditas tambang di negeri ini amat melimpah, seperti minyak mentah, gas, emas, nikel yang bernilai ribuan triliun. Namun sayang, pendapatan dari penjualan komoditas tersebut, tidak dapat masuk ke dalam APBN saat ini, melainkan hanya sedikit saja dalam bentuk pajak dan royalty. Bandingkan dengan besar pendapatan SDA migas dan non migas pada RAPBN 2015 yang masing-masing hanya sebesar Rp 207 triliun dan Rp 30 triliun.
Pangkal masalah tersebut adalah, sebagian besar barang-barang tambang tersebut dikelola oleh swasta. Di sisi lain peran BUMN amat minim. Pada industri batu bara misalnya pangsa produksi PT Bukit Asam hanya lima persen dari total produksi batu bara nasional.Demikian pula dengan minyak mentah dan gas yang dikelola oleh Pertamina yang kurang yang dari 20 persen.
Yang menyedihkan kita, sudah hanya mendapat pendapatan dari pajak dan royalti, ditunda lagi pembayaran oleh perusahaan asing seperti Free Port selama tiga tahun. Tidak hanya itu, pemerintah merelakan begitu saja dividen Freeport 2013 sebesar 1,5 trilyun tidak ditagih. Di sisi lain pemerintah terus membebani rakyat dengan pembatasan subsidi dan kenaikan TDL, biaya pendidikan dan kesehatan.
Untuk Freeport, alasannya pun gampang, seperti yang disampaikan Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani , sudah lewat, laporan sudah ditutup. Bandingkan kalau kalau pajak yang dibebankan kepada rakyat, terus dituntut walaupun sudah lama berlalu.
Menaikkan BBM dengan alasan defisit anggaran pun dibantah sendiri oleh politisi partai Demokrat Ikhsan Mojo, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2014 sebesar Rp 80-90 triliyun bisa menutupi kekurangan BBM subsidi yang hanya sekitar 2 juta kilo liter atau 8-10 trilyun. Jadi keinginan pihak presiden terpilih agar harga BBM dinaikan sebelum SBY turun dari jabatannya guna menyehatkan APBN adalah kebohongan publik.
Walhasil , tuntutan kenaikan BBM dari presiden terpilih Jokowi hanya untuk kepentingan para kapitalis. Lagi-lagi rakyat siap-siap kembali tertipu dengan pencitraan yang dibangun oleh presiden terpilih Jokowi , yang terkesan merakyat. Rakyatpun siap-siap menderita.
Berkali-kali Hizbut Tahrir Indonesia sudah mengingatkan hal ini. Selama ini dengan tegas Hizbut Tahrir menyatakan , siapapun presidennya, kalau sistemnya masih sistem Kapitalis maka tidak akan ada perubahan mendasar. Kebijakan yang diambil tetap saja berdasarkan kapitalisme untuk kepentingan pemilik modal, bukan untuk kepenting rakyat.
Berulang-ulang pula Hizbut Tahrir menegaskan solusi bagi bangsa ini adalah menerapkan syariah Islam di bawah naungan Khilafah Islam dengan mencampakkan ideology dan sistem Kapitalis yang yang pangkal penyebab pendiritaan rakyat bangsa ini.
Dalal krisis BBM ini pangkal utamanya adalah liberalisasi migas, akiabat dari paradigma kapitalisme yang diterapkan Negara. Ini tidak akan terjadi kalau syariah Islam diterapkan. Dalam pandangan Islam, sektor pertambangan yang melimpah merupakan milik rakyat (milkiyah ‘amah) yang harus dikelola dengan baik oleh negara untuk kepentingan rakyat.
Karena itu sungguh mengherankan kalau segelintir pihak menyatakan Khilafah Islam yang diusung oleh Hizbut Tahrir adalah ancaman. Padahal Khilafah Islam merupakan kewajiban dari Allah SWT sekaligus merupakan kabar gembira dari Rosulullah SAW. Sebab dengan dengan tegaknya Khilafah seluruh syariah Islam bisa diterapkan.
Tentu tidak masuk akal, bagaimana mungkin syariah Islam yang bersumber dari Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, dianggapkan berpotensi mengancam rakyat dan negeri ini. Padahahal yang nyata-nyata – bukan hanya potensi- tapi sudah terjadi menghancurkan negeri ini adalah sistem kapitalisme liberal yang dijaga oleh penguasa-penguasa yang tunduk kepada negara imperialis Barat. (Farid Wadjdi) [www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar