Header Ads

Indonesia Menuju Bencana MEA

Oleh: Nurhayati 
Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal MEA

(bbc.co.uk 14/08/2014) Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.



Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.

Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.

Dalam buku Menuju Asean Economic Community yang diterbitkan oleh departemen perdagangan Indonesia dijelaskan bahwa sejak awal pembentukannya, Asean secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Preferential Tariff Arrangement (PTA) pada tahun 1977. Kesepakatan yan cukup menonjol dan menjadi cikal bakal visi pembentukan AEC pada tahun 2015 adalah disepakatinya Common Effective Preferential Tariff-Asean Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992 dengan target implementasi semula tahun 2008 kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan 2002 untuk ASEAN-6.

Ternyata, Asean Economic Community atau yang kita kenal dengan MEA di Indonesia merupakan salahsatu dari 3 pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 yaitu: 1) ASEAN Economic Community, 2) ASEAN Political-Security Community dan 3) ASEAN Socio-Cultural Community yang ditetapkan pada pertemuan kepala negara Asean tahun 2003.

Pada tahun 2004, ASEAN mulai melakukan kerjasama dengan negara diluar ASEAN dalam bidang ekonomi yaitu dengan negara China (ASEAN-China FTA) pada sektor barang. Pada tahun 2005 ASEAN semakin meliberalkan spirit integrasi ekonomi sehingga tahun 2006 disepakati ASEAN-Korea FTA lalu pada tahun 2007, para kepala negara mempercepat AEC 2020 menjadi tahun 2015. Pada tahun yang sama ditanda tanganani ASEAN Charter and AEC Blueprint, ASEAN China-FTA, ASEAN Korea- FTA. Selanjutnya ASEAN Blueprint mulai diimplementasikan pada tahun 2008 dan ASEAN Charter mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 2008.

Pada AEC Blueprint digariskan bahwa untuk mewujudkan AEC pada tahun 2015, seluruh negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas.

Bencana MEA

Dengan ditetapkannya MEA pada 2015 nanti, Indonesia akan mengalami bencana dari berbagai sektor yang disepakati pada AEC Blueprint. Tak heran jika nanti masyarakat Indonesia akan bersaing dengan negara-negara tetangga untuk memasarkan sektor-sektor tersebut.

Jika kita melihat masyarakat Indonesia, sebelum diimplementasikannya MEA yang menyebabkan liberalisasi dari berbagai sektor, Indonesia saat ini pun bisa merasakan dampak dari liberalisasi itu sendiri. Apalagi jika MEA diimplementasikan. Liberalisasi semakin kuat mencengkram Indonesia.

Kenaikan BBM yang merupakan dampak dari liberalisasi migas adalah salah satu bukti bahwa Indonesia tidak siap menghadapi MEA. Masyarakat semakin sakit, ditambah adanya MEA yang meliberalkan berbagai sektor. Sudah sakit, bukannya dikasih obat malah ditambah penyakitnya.

Tak hanya liberalisasi dari sektor yang telah ditetapkan saja yang nanti akan dilakukan pada tahun 2015, Indonesia akan mengalami dampak dari budaya yang dibawa oleh negara-negara tetangga ke Indonesia. Sudahlah budaya Indonesia parah akibat westernisasi dan Korean wave pengaruh liberalisasi berpekspresi, ditambah budaya dari negara tetangga yang nanti akan memasuki kawasan Indonesia. Tambah parah!

Pada bagian akhir buku Menuju Asean Economic Community 2015 yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia, disampaikan bahwa dengan terbentuknya AEC 2015, tentunya diharapkan terdapat peningkatan kesejahteraan kawasan yang lebih baik terutama pada tiga pilar yakni keamanan, sosial budaya dan ekonomi.

Dari tujuan yang diharapkan pemerintah itu sendiri jelas bahwa pardigma keamanan, sosial budaya serta ekonomi tidak jelas dasarnya. Tiga pilar yang dimaksud itu mengarah pada aturan yang lebih baik. Pertanyaannya, aturan lebih baik itu yang seperti apa? Ini sangat tidak jelas.

Jika yang lebih baik itu adalah aturan membebaskan ekonomi dikuasai oleh siapapun. membebaskan budaya untuk diadopsi serta keamanan yang justru karena kebebasan jadi tidak aman, maka jelas hal ini tidak akan mengubah Indonesia semakin lebih baik, malah yang akan terjadi Indonesia semakin sakit.

Selama kebebasan itu menjadi landasan aturan yang diterapkan, wajar jika permasalahan akan semakin bertambah. Kebebasan yang lahir dari sekulerisme meniscayakan pemisahan kehidupan tidak diatur dengan aturan Allah. Sekulerisme yang merupakan akar dari sistem demokrasi saat ini telah membawa Indonesia ke berbagai bencana termasuk bencana MEA.

Liberalisasi merupakan produk busuk yang dihasilkan sistem demokrasi-kapitalisme. Jika liberalisasi ini tidak dihentikan dan terus ditetapkan sebagai aturan, maka daftar permasalahan di Indonesia akan bertambah sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah:

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (TQS. Thaha: 124)

Islam memiliki solusi yang khas dalam menghadapi permasalahan ekonomi dunia sebagaimana yang terjadi pada saat ini, dengan jalan menghilangkan akar dari perkara yang mengenaskan ini. Islam tidak terjebak pada pembahasan mengenai cara-cara produksi. Akan tetapi, Islam menjadikan distribusi kekayaan sebagai pokok bahasan dalam menyelesaikan masalah ekonomi. Untuk itu, Islam tidak hanya membatasi jenis kekayaan yang dapat dikuasai, tetapi membatasi cara-cara untuk mendapatkan kekayaan.

Oleh karena itulah, dalam islam segala macam kekayaan alam yang memiliki deposit besar tidak dapat dimiliki secara pribadisebagaimana yang sering kita saksikan.

Rasulullah bersabda:

“Manusia bersekutu dalam tiga hal yaitu air, padang dan api”

Dalam pandangan islam, kekayaan seperti diatas harus didistribusikan secara merata kepada seluruh rakyat agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Dengan pemanfaatan sumber daya alam yang sesuai dengan aturan islam, khilafah dapat menyediakan berbagai layanan.

MEA jelas bukan solusi permasalahan Indonesia, malah justru merupakan bencana karena aturan yang diberlakukannya tidak sesuai dengan aturan islam.

Islam merupakan agama yang universal. Aturannya bisa digunakan oleh semua manusia. Syariat islam yang diturunkan Allah hendaknya menjadi landasan manusia dalam menjalani kehidupan.

Dengan syariat islam Indonesia akan terjamin baik kehidupannya karena Allah-lah yang membuat aturan tersebut dan manusia sebagai ciptaan dari-Nya hanya menjalankan aturan tersebut.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS. Al-A’raf: 96)

Pengaturan islam yang mampu mengatur urusan manusia dengan segala kehidupannya telah terbukti selama hampir 13 abad. Hal ini tidak lain karena ada institusi yang menaunginya yakni khilafah. Namun semenjak institusi itu diruntuhkan, keadaan manusia carut marut khususnya kaum muslimin dan hal ini bisa kita rasakan dampaknya sampai sekarang.

Khilafah merupakan solusi bagi Indonesia dan dunia, termasuk dalam hal ekonomi karena dengan keberadaan khilafah syariah islam yang universal akan bisa dijalankan.

Namun keberadaan sistem demokrasi saat ini, menjadi penghambat terterapkannya syariat. Upaya penerapan syariat secara total akan bisa terlaksana jika keberadaan sistem saat ini dicabut akarnya kemudian diganti dengan akar yang baru.

Selamatkan Indonesia dengan syariah dan khilafah. Menuju Indonesia berkah!

Wallahu a’lam bisshowab…

[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.