Taliban Afghanistan Kecam Pembantaian Peshawar
Ratusan anak-anak tewas, sisanya meringkuk di rumah sakit: Pakistan berkabung seusai pembantaian di Peshawar. Aksi biadab itu bahkan mengundang kecaman dari sayap Taliban di Afghanistan.
Seratus tiga puluh dua bocah berusia antara 12 hingga 16 tahun – sebagian besar mati dengan tembakan di kepala. Seorang guru tewas dibakar hidup-hidup di depan muridnya sendiri. Lebih dari seratus lainnya mengalami luka tembakan dan dirawat di rumah sakit.
Bahkan buat Taliban Afghanistan yang kenyang perang sekalipun, kebiadaban yang dikobarkan kelompok Tahrik-i-Taliban Pakistan (TTP) di Peshawar terlalu brutal. “Pembunuhan berencana terhadap perempuan dan anak-anak melanggar dasar-dasar Syariat Islam,” kata Sabihullah Mujahid, Jurubicara Taliban di Afghanistan.
Kedua organisasi berbagi nama dan tujuan, tapi berbeda dalam strukturnya. Pembantaian di Peshawar dimaksudkan sebagai tindakan balas dendam atas operasi militer Pakistan. “Kami ingin mereka merasakan sakit yang kami derita,” kata jurubicara TTP Muhammad Khorasani.
Army Public School and Colleges di Peshawar yang dijadikan sasaran serangan, banyak menampung anak-anak perwira militer. Setelah serangan, gedung sekolah berada dalam kondisi mengenaskan. Darah berceceran di lantai dan tangga, potongan pakaian dan sepatu murid berserakan di sana sini. Beberapa ruang menghitam diselimuti jelaga.
Aula utama yang pada siang laknat itu dijadikan ruang buat ujian sekolah, sesak oleh seratus jenazah murid yang tewas ditembak. Di antara puing-puing kamar mandi, polisi menemukan potongan tubuh Tahira Qazi, sang kepala sekolah yang hancur oleh granat.
“Ini bukan tindakan manusia. Ini adalah tragedi nasional,” kata Mayor Jendral Asim Bajwa, Jurubicara militer.
Derita Orangtua Korban
Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif sendiri memerintahkan tiga hari berkabung untuk mengenang korban pembantaian di Peshawar. Pemerintah Pakistan juga mencabut moratorium hukuman mati.
“Kita tidak boleh melupakan peristiwa ini,” kata Sharif dalam pertemuan tingkat tinggi di Peshawar. “Bagaimana mereka meninggalkan lubang tembakan di tubuh anak-anak tak berdosa itu, bagaimana mereka menghancurkan wajah-wajah kecil itu dengan peluru.”
Ucapan belasungkawa juga datang dari Indonesia. “Pembantaian itu adalah tindakan tidak manusiawi,” yang tidak bisa ditolerir, tulis Kementrian Luar Negeri di Jakarta kepada kantor berita Antara. Pemerintah juga menyuarakan dukungan moral buat keluarga korban.
Sebagian jenazah korban segera dikuburkan pada malam hari seusai tragedi. Namun sebagian lain baru akan dimakamkan Rabu (17/12). “Dalam beberapa menit mereka menghancurkan apa yang menjadi alasan hidup saya,” kata Akhtra Hussain yang kehilangan putranya yang berusia 14 tahun.
Hussain adalah buruh konstruksi. Ia membanting tulang di Dubai selama bertahun-tahun untuk membiayai pendidikan anaknya. “Dia yang tak berdosa menghilang di balik kubur dan saya tidak sabar bergabung dengannya. Saya tidak punya alasan lagi untuk hidup,” kata Hussain sembari memukuli kepalanya sendiri. (dw.de, 18/12/2014) [www.al-khilafah.org]
Seratus tiga puluh dua bocah berusia antara 12 hingga 16 tahun – sebagian besar mati dengan tembakan di kepala. Seorang guru tewas dibakar hidup-hidup di depan muridnya sendiri. Lebih dari seratus lainnya mengalami luka tembakan dan dirawat di rumah sakit.
Bahkan buat Taliban Afghanistan yang kenyang perang sekalipun, kebiadaban yang dikobarkan kelompok Tahrik-i-Taliban Pakistan (TTP) di Peshawar terlalu brutal. “Pembunuhan berencana terhadap perempuan dan anak-anak melanggar dasar-dasar Syariat Islam,” kata Sabihullah Mujahid, Jurubicara Taliban di Afghanistan.
Kedua organisasi berbagi nama dan tujuan, tapi berbeda dalam strukturnya. Pembantaian di Peshawar dimaksudkan sebagai tindakan balas dendam atas operasi militer Pakistan. “Kami ingin mereka merasakan sakit yang kami derita,” kata jurubicara TTP Muhammad Khorasani.
Army Public School and Colleges di Peshawar yang dijadikan sasaran serangan, banyak menampung anak-anak perwira militer. Setelah serangan, gedung sekolah berada dalam kondisi mengenaskan. Darah berceceran di lantai dan tangga, potongan pakaian dan sepatu murid berserakan di sana sini. Beberapa ruang menghitam diselimuti jelaga.
Aula utama yang pada siang laknat itu dijadikan ruang buat ujian sekolah, sesak oleh seratus jenazah murid yang tewas ditembak. Di antara puing-puing kamar mandi, polisi menemukan potongan tubuh Tahira Qazi, sang kepala sekolah yang hancur oleh granat.
“Ini bukan tindakan manusia. Ini adalah tragedi nasional,” kata Mayor Jendral Asim Bajwa, Jurubicara militer.
Derita Orangtua Korban
Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif sendiri memerintahkan tiga hari berkabung untuk mengenang korban pembantaian di Peshawar. Pemerintah Pakistan juga mencabut moratorium hukuman mati.
“Kita tidak boleh melupakan peristiwa ini,” kata Sharif dalam pertemuan tingkat tinggi di Peshawar. “Bagaimana mereka meninggalkan lubang tembakan di tubuh anak-anak tak berdosa itu, bagaimana mereka menghancurkan wajah-wajah kecil itu dengan peluru.”
Ucapan belasungkawa juga datang dari Indonesia. “Pembantaian itu adalah tindakan tidak manusiawi,” yang tidak bisa ditolerir, tulis Kementrian Luar Negeri di Jakarta kepada kantor berita Antara. Pemerintah juga menyuarakan dukungan moral buat keluarga korban.
Sebagian jenazah korban segera dikuburkan pada malam hari seusai tragedi. Namun sebagian lain baru akan dimakamkan Rabu (17/12). “Dalam beberapa menit mereka menghancurkan apa yang menjadi alasan hidup saya,” kata Akhtra Hussain yang kehilangan putranya yang berusia 14 tahun.
Hussain adalah buruh konstruksi. Ia membanting tulang di Dubai selama bertahun-tahun untuk membiayai pendidikan anaknya. “Dia yang tak berdosa menghilang di balik kubur dan saya tidak sabar bergabung dengannya. Saya tidak punya alasan lagi untuk hidup,” kata Hussain sembari memukuli kepalanya sendiri. (dw.de, 18/12/2014) [www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar