Header Ads

Benarkah yang Dimaksud dengan Khalifah Ala Minhajin Nubuwwah Pasca Mulk 'Aadl dan Mulkan Jabriyyah adalah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz?

Benarkah yang Dimaksud dengan Khalifah Ala Minhajin Nubuwwah Pasca Mulk 'Aadl dan Mulkan Jabriyyah adalah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz?
Oleh : Ustadz Choirul Anam, hafidzahullah

Alhamdulillah, kesadaran umat tentang wajibnya Khilafah, sebagai sistem pemerintahan Islam, semakin tumbuh di masyarakat. Bahkan, saat ini, umat bukan hanya memahami wajibnya Khilafah, tetapi mereka telah berusaha sekuat tenaga dan bahu-bahu dengan komponen umat yang lain agar Khilafah Islamiyyah kembali tegak. Sebab, dipahami bahwa hanya dengan Khilafah, syariah akan tegak dengan sempurna, persatuan umat benar-benar terealisasi, dan berbagai problematika umat dapat diselesaikan secara tuntas sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Dipahami, hanya dengan institusi Khilafah, kerahmatan Islam benar-benar terwujud dalam kehidupan ini.



Namun, secara alamiah, pihak-pihak yang menentang Khilafah juga semakin kuat. Negara-negara imperialis semakin gencar memusuhi Khilafah dan para aktivis yang memperjuangkannya. Mereka menggelontorkan uang bermilyar-milyar dolar untuk mendanai proyek deradikalisasi yang tujuan utamanya adalah menghambat laju perjuangan Khilafah. Kegelisahan mereka ini memang sangat beralasan, karena perjuangan Khilafah laksana bola salju yang tak bisa dibendung, dan dalam waktu tidak lama akan mengakhiri semua hegemoni dan imprealisme yang mereka lakukan.

Namun, yang sangat disayangkan, di tengah arus perjuangan Khilafah oleh umat dan penentangan dari pihak imperialis, ternyata ada sebagian umat Islam yang justru berada di pihak penentang Khilafah. Kita tentu tidak mengetahui, apa yang ada di benak mereka. Kita benar-benar tidak habis pikir, tetapi sikap paling bijak adalah kita doakan semoga mereka diberikan hidayah oleh Allah swt dan bergabung dengan barisan komponen umat yang merindukan tegaknya Islam dan terwujudnya persatuan umat di bawah sistem Khilafah.

Mereka terus berupaya mencari berbagai dalih (bukan dalil) dari berbagai kitab untuk meredam perjuangan umat. Mereka begitu berharap menemukan penjelasan dari ulama yang menyatakan bahwa Khilafah tidak wajib. Seandainya hal itu mereka dapatkan, mereka pasti merasa mendapatkan “kemenangan besar”. Namun, sampai saat ini, mereka tidak menenukan hal itu (penjelasan ulama bahwa Khilafah tidak wajib). Sebab, memang tidak ada seorang ulama pun yang memahami bahwa Khilafah itu tidak wajib. Sebaliknya, semua ulama menyatakan bahwa Khilafah itu wajib, bahkan mereka mengatakan bahwa mengangkat Khilafah itu termasuk taajul furud (mahkota kewajiban) atau sebagian yang lain menyebut ahammul wajibat (kewajiban yang paling penting). Hal ini, dipahami para ulama dari fenomena ijma’ sahabat pasca wafatnya Rasulullah saw atau pasca wafatnya para Khalifah.

Lalu mereka terus mencari dalih itu, dan sampai sekarang mereka memang tidak menemukannya. Sampai akhirnya, mereka menemukan suatu penjelasan dalil dari ulama yang sebenarnya shohih, tetapi ditakwili sesuai dengan kepentingannya. Dalil yang dimaksud adalah hadits Imam Ahmad, yang menjelaskan bahwa Khilafah ala minhajin nubuwwah akan hadir kembali pasca mulk ‘aadl (kekuasaan yang menggigit) dan mulk jabriyyah (kekuasaan yang diktator). Dari hadits ini, para ulama memang memberi penjelasan yang berbeda-beda dan mereka berharap kejadian itu terjadi pada zamannya. Para ulama yang hidup pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tentu saja berharap yang dimaksud dalam hadits itu adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Harapan para ulama sholihin tadi lalu diplintir, seolah-olah bahwa yang dimaksud dengan Khilafah ala minhajin nubuwwah pasca mulk ‘aadl dan mulk jabriyyah adalah Khalifah Umar saja. Lalu, mereka berteriak dengan lantang bahwa tak ada argumentasi mengharap Khilafah pada zaman sekarang. Lebih lanjut lagi, mereka mengatakan bahwa Khilafah adalah sesuatu yang mustahil. Bahkan mereka mengatakan bahwa orang-orang yang sekarang memperjuangkan tegaknya Khilafah sebagai orang yang tak mengerti agama dan gagal paham dalam memahami hadits riwayat Imam Ahmad tersebut.

Benarkah bahwa Khulafah ala minhajin nubuwwah pasca mulk ‘aadl dan mulk jabriyyah maksudnya hanyalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz? Bagaimana sesungguhnya penjelasan ulama terkait hadits ini, apakah benar bahwa mereka mengatakan bahwa yang dimaksud itu hanyalah Khalifah Umar ataukah hal itu (Khalifah Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah ala minhajin nubuwwah) hanya harapan (roja’) mereka?

Berikut ini, akan dikutip penjelasan Imam Ahmad sendiri dalam kitab beliau Al-Musnad, dan Al-Imam al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi dalam kitab Dalaa-ilun Nubuwwah.

*****


Berikut ini terjemahan bebas dari kitab Al-Musnad:

18596. Telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin Dawud ath-Thoyalisi, menceritakan kepadaku Dawud bin Ibrahim al-Wasithy, dari Nu’man bin Basyir. Beliau berkata bahwa kami sedang duduk di Masjid. Basyir sendiri adalah seseorang yang suka menahan haditsnya. Kemudian datang Abu Tsa’labah al-Khusyani, dan berkata: “Wahai basyir bin Sa’ad, apakah Anda menghafal hadits Rasulullah saw tentang umara’ (kepemimpinan)?”. Beliau berkata: Hudzaifah berkata: “Aku hafal khutbah beliau”. Lalu Abu Tsa’labah duduk, dan Hudzaifah berkata: Rasulullahsaw bersabda “Sekarang adalah masa kenabian. Ini terjadi karena kehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya, saat Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Lalu akan ada Khilafah yang mengikuti jalan kenabian (ala minhajin nubuwwah). Ini terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya, saat Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Lalu akan datang kekuasaan yang menggigit (‘aald). Ini terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya, saat Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Lalu akan datang kekuasaan yang diktator. Ini terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya, saat Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan datang masa Khilafah ala minhajin nubuwwah.” Lalu Rasulullah diam.

Habib berkata: Saat Umar bin Abdul Aziz menjadi Khalifah, Yazin bin Nu’man bin Basyir sendiri adalah temannya. Lalu akan tulis hadits ini kepadanya. Lalu akan katakan kepadanya: “Aku berharap (arjuu) agar engkau menjadi amirul mukminin (maksudnya adalah Umar) pasca mulkan ‘aald dan mulk jabriyya.” Tulisanku ini sampai kepada Umar bin Abdul Aziz dan beliau bergembira dan ta’jub dengannya.

*****


Berikut ini adalah terjemahan bebas dari kitab dalaa-ilun nubuwwah:

Menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Muhammad bin Furk (semoga Allah merahmatinya), mengabarkan kepadaku Abdullah bin Ja’far al-Ashbihany, menceritakan kepadaku Yunus bin Habib, menceritakan kepadaku Abu Dawud ath-Thoyalisi, ia berkata: berkata kepadaku Hubaib bin Salim, Ia berkata: Aku mendengar Nu’man bin Basyir bin Sa’ad menyebutkan hadits yang beliau ingat. Beliau berkata: Datang Abu Tsa’labah, dan beliau berkata: “Wahai Basyir bin Sa’ad apakah kamu hafal hadits Rasulullah terkait umara (kepemimpinan)?”. Pada saat itu Hudzaifah duduk bersama Basyir. Hudzaifah berkata: “Aku hafal khutbah beliau”. Maka Abu Tsa’labah duduk dan Hudzaifah berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sekarang adalah masa kenabian. Ini terjadi karena kehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya, saat Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Lalu akan ada Khilafah yang mengikuti jalan kenabian (ala minhajin nubuwwah). Ini terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya, saat Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Lalu akan datang kekuasaan yang menggigit (‘aald). Ini terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya, saat Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Lalu akan datang kekuasaan yang diktator. Ini terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya, saat Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan datang masa Khilafah ala minhajin nubuwwah.”

Beliau berkata: “Saat Umar (maksudnya Umar bin Abdul Aziz) datang dan bersamanya Yazid bin Nu’man. Kemudian aku tuliskan hadits yang aku ingat, dan saya berharap (arjuu) bahwa dia (Umar bin Abdul Aziz) adalah amirul mukminn pasca mulk ‘aadl dan mulk jabriyyah”. Beliau berkata: “Yazid mengambil surat itu dan memberikannya kepada Umar, lalu beliau bergembira dan ta’jub dengannya”.

*****

Dengan membaca hadits tadi dengan cermat, bahwa tidak ada satu pun redaksi di dalam hadits yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Khilafah ala minhajin nubuwwah adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Lalu, para perawi hadits yang kebetulan hidup pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz berharap (roja’), bahwa yang dimaksud itu adalah beliau, yakni Umar bin Abdul Aziz.

Jadi, harapan tersebut adalah harapan perawi hadits. Bukan penjelasan bahwa yang dimaksud adalah Umar bin Abdul Aziz, tetapi hal itu semata-mata harapan. Apakah hadits itu yang dimaksud memang Khalifah Umar bin Abdul Aziz? bisa jadi iya, dan bisa jadi tidak. Wallahu a’lam.

Namun, yang jelas masih banyak hadits lain yang menjelaskan bahwa di akhir zaman nanti akan ada Khalifah dimana kehidupan masyarakatnya sangat sejahtera. Rasulullah bersabda: “Di akahir zaman akan ada Khalifah yang akan membagikan uang yang jumlah tidak terhitung”.

Dengan pemahaman yang lurus dari hadits Imam Ahmad tadi, seharusnya kita terdorong untuk menegakkan Khilafah ala minhajin nubuwwah, bukan malah pesimis dengan Khilafah. Apalagi memahami bahwa Khilafah tidak wajib. Coba dicermati, pada bagian mana dari hadits itu yang menyatakan bahwa Khilafah itu tidak wajib? Pada bagian mana yang menyatakan bahwa Khilafah itu utopis atau mustahil? Anda tidak akan menemukannya, karena memang tidak ada penyataan seperti itu, atau teks yang memberi kesan seperti itu.

Jadi, kesan dan pemahaman bahwa Khilafah itu tidak wajib atau mustahil, murni khayalan dari sebagain orang yang tidak menginginkan persatuan umat, yaitu orang-orang yang mengiginkan gelontoran rupiah dari para penguasa jabriyyah atau gelontoran dolar dari para imperialis.

Wallahu a’lam.
[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.