Header Ads

Persis: Liberalisasi Air, Hutan dan Migas Melanggar Sunnah Rasul

Persis: Liberalisasi Air, Hutan dan Migas Melanggar Sunnah Rasul
Liberalisasi air, hutan dan migas, menurut Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Prof Dr Maman Abdurrahman melanggar Sunnah Rasulullah SAW.

“Padahal kalau melihat Sunnah Rasulullah SAW bahwa ada tiga hal yang milik bersama.Annasu syuraka fii tsalatsin, orang-orang itu bersama-sama dalam tiga perkara, pertama adalah al ma’, air, yang kedua al kalla, itu padang rumput atau hutan atau perkebunan, dan yang ketiga adalah an nar, api atau energi,” ujarnya mengutip hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Dawud dari Ibnu Abbas ra seperti dilansir tabloid Media Umat Edisi 151: Indonesia Terancam Neoimperialisme, Jum’at (15 Mei-4 Juni).



Tapi faktanya, ungkap Maman, sekarang yang menguasai adalah orang-orang asing, untuk sebesar-besar kemakmuran mereka, bukan kaum Muslimin bukan bangsa ini.

“Itulah salah satu bukti imperialisme gaya baru ini terjadi, baik dari aspek ekonomi, kebudayaan, dalam aspek politik juga, sehingga kita semakin jauh dengan Pancasila dan UUD 1945 apalagi Al-Qur’an dan Sunnah,” tegasnya.

Menurutnya, imperialisme gaya baru di Indonesia itu bukan sedang muncul tetapi sudah berjalan lama. Salah satunya masuk ke dalam UU tentang air sehingga asing yang menguasai air itu.

“Itu sudah diusulkan dari Muhammadiyah tempo hari untuk di-judicial review dan sudah dicabut UU-nya yang memberikan legalitas kepada swasta apalagi asing untuk menguasai air itu dan harus dikembalikan lagi kepada masyarakat Indonesia dalam hal ini BUMN dan BUMD,” ungkapnya.

Berikutnya juga dengan masalah penguasaan kehutanan. “Yang menguasai hutan itu banyak swasta banyak pula asing. Kedepannya ini juga harus ditinjau secara UU,” usul Maman.

Begitu juga mengenai energi. “Energi itu ternyata banyak dimiliki oleh orang asing juga. Dan yang jelas sekali misalnya listrik itu dikuasai swasta. Dan kemudian, itu menggunakan infrastruktur negara dengan keuntungan yang sangat besar sekali,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo [htipress/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.