Header Ads

Menghapus RMS dan Gerakan Separatis Lainnya Seakar-Akarnya

Menghapus RMS dan Gerakan Separatis Lainnya Seakar-Akarnya
Oleh : Umar Syarifudin 

Tanggal 25 April selalu menjadi momentum bagi RMS untuk membuat ulah. RMS sebagai gerakan separatis yang berdiri pada 25 April 1950. John Wattilete sebagai Presiden Republik Maluku Selatan (RMS) yang anti Islam, dalam petikan wawancara dengan tempo dia menyatakan “di Belanda, kami mengumpulkan kekuatan untuk menjalankan perjuangan. Bantuan itu sangat diperlukan. Untuk internasional, kami ke Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menjadi anggota Melanesian Spearhead Group yang berkedudukan di Vanuatu, sama halnya seperti yang dilakukan oleh Papua (United Liberation Movement for West Papua-ULMWP, organisasi payung utk kemerdekaan Papua). Sementara di luar lobi internasional, kami berusaha agar orang-orang Maluku bersuara.”



Indonesia harus tegas terhadap semua tindakan makar dan gerakan separatisme. Meskipun saat ini aksi-aksi gerakan separatis bersenjata tidak nampak, namun aksi-aksi melalui jalur politik dan diplomatik layak diwaspadai. Presiden RMS juga mendesak Perdana Menteri Belanda untuk mengimbau setiap Presiden RI terpilih agar Indonesia menghentikan penganiayaan dan penahanan para pendukung RMS. Masih aktifnya gerakan separatisme di Indonesia jelas menimbulkan pertanyaan tersendiri: Mengapa gerakan separatisme muncul? Mengapa pula gerakan tersebut seolah sulit ditumpas?

Jangan Lupakan sejarah

Sejarah mencatat, ketika penyerahan kedaulatan tahun 1949, Belanda mendirikan Republik Maluku Selatan (RMS), negara boneka Belanda yang ditinggalkan sebagai bom waktu. Pihak Islam tegas menolak keras pembentukan RMS. RMS yang memberontak pada 25 April 1950 dikalahkan dalam beberapa bulan saja oleh TNI, kemudian mereka bergerilya sampai dengan tahun 1963. Secara fisik, RMS telah hancur, tetapi ideologi separatis RMS tetap hidup diantara sebagian masyarakat Kristen. Impian untuk mendirikan Maluku merdeka di bawah RMS terus dihidup-hidupkan. Bagi RMS, umat Islam adalah penghalang berdirinya RMS. Itulah sebabnya, RMS terus berupaya melemahkan pihak Islam dengan segala cara.

Sejarah mencatat, berdirinya RMS adalah bentuk pemberontakan sejumkah tokoh Kristen asal Maluku yang mengajukan keberatan terhadap deklarasi Piagam Jakarta sebagai dasar negara Indonesia. Meskipun, Piagam Jakarta ditandatangani oleh tokoh nasional dari berbagai kalangan agama, termasuk Alexander A. Maramis, seorang tokoh Kristen dari Sulawesi Utara bersama delapan tokoh nasional lainnya.

Keinginan untuk mewujudkan semangat “Oimumene” : Satu Tuhan, Satu Gereka, dan Satu Negara (Satu Dunia), RMS bernafsu hendak menjadikan Maluku sebagai zona Kristen yang merdeka dan berdaulat. Ini membuktikan, umat Kristen Maluku memiliki semangat separatis, dimana gereja melindungi gerakan-gerakan separatis tersebut.

Sejarah kelam RMS yang telah membantai kaum muslimin Maluku menjadi catatan tersendiri dalam daftar kejahatan kemanusiaan yang dilakukan RMS. Peristiwa terbaru yang masih membekas dalam ingatan warga muslim Ambon adalah HUT RMS berdarah pada 25 April 2004. Kala itu simpatisan RMS melakukan pembantaian terhadap kaum Muslimin setelah terlebih dahulu mereka mengadakan upacara bendera memperingati HUT RMS. Buntut dari upacara peringatan HUT RMS tersebut memicu terjadinya konflik dan kerusuhan di dalam kota Ambon selama satu pekan lebih. Akibatnya puluhan kaum muslimin tewas,  ratusan lainnya luka-luka dan ratusan rumah milik warga muslim hangus dibakar oleh para kader dan simpatisan Kristen RMS.

Peristiwa itu betul-betul dikenang oleh kaum muslimin sebagai sebuah tragedi yang memilukan. Para keluarga korban yang anggota keluarganya tewas dibantai oleh para pengikut RMS delapan tahun silam, hingga saat ini masih merasakan kepiluan dan trauma atas peristiwa tersebut. Orang tua lintas zaman yang menyaksikan kebiadaban RMS itu  juga menceritakan bahwa di kampungnya Desa Wakasihu dulu pernah ada tujuh warganya yang dikubur hidup-hidup oleh RMS.

 Oleh sebab itu mengingatkan bahwa RMS adalah musuh kaum muslimin, karenanya generasi Islam harus waspada terhadap makar RMS, sebab yang menjadi sasaran dari gerakan mereka adalah membantai kaum Muslimin. Maka,  jika ada kaum muslimin yang bergabung atau mendukung RMS maka dia itu munafik. Dari kisah kebencian RMS yang kerap membantai umat Islam, maka tak heran jika masyarakat muslim Ambon lebih percaya jika RMS sebenarnya bukan Republik Maluku Selatan, namun Republik Maluku Sarani.

Jika dicermati, munculnya berbagai gerakan separatis di Indonesia seperti GAM di Aceh, RMS di Maluku dan OPM di Papua lebih disebabkan oleh ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh rakyat di wilayah-wilayah tersebut akibat kegagalan Pemerintah dalam mensejahterakan mereka. Padahal, seperti di Aceh dan Papua, kekayaan sumberdaya alam sangat melimpah-ruah.Sayang, kekayaan itu lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang dan perusahaan-perusahaan asing.

Ketidakdilan ekonomi sebagai pemicu gerakan separatis ini juga pernah diakui sendiri oleh Pemerintah. Wapres Jusuf Kalla, misalnya, pernah menyatakan bahwa aksi separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua, Republik Maluku Selatan (RMS), dan masalah Poso Sulawesi Tengah yang belum selesai hingga sekarang serta masalah terorisme disebabkan oleh ketidakadilan ekonomi. Karena itu, tegas Jusuf Kalla, kunci menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut adalah menciptakan keadilan ekonomi, dalam arti, kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia itu harus sungguh-sungguh terwujud. (Suarapembaruan.com, 23/11/05).

Karena itu, harapan yang pernah disampaikan Wapres Jusuf Kalla untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan ekonomi rakyat secara menyeluruh demi mencegah munculnya gerakan-gerakan separatis hanyalah sebuah harapan kosong jika Pemerintah sendiri malah melanggengkan sistem ekonomi kapitalis yang terbukti hanya menguntungkan segelintir orang, bahkan pihak asing, dan sebaliknya menyengsarakan mayoritas rakyat sendiri. Kesejahteraan dan keadilan ekonomi hanya mungkin diciptakan oleh sistem ekonomi Islam yang bersumber dari Zat Yang Mahaadil, Allah SWT.
Selain masalah kesejahteraan dan ketidakadilan ekonomi ini, jika Pemerintah konsisten dengan keutuhan NKRI, jelas Pemerintah harus mewaspadai setiap keterlibatan asing, terutama yang memanfaatkan gerakan-gerakan separatis di Tanah Air. Kasus lepasnya Timor Timur yang antara lain di-support oleh Australia harus menjadi pelajaran berharga. Pemerintah harus tegas terhadap berbagai manuver pihak asing, baik Amerika, Australia, dll yang memang telah lama mengincar Indonesia. Jangan sampai negeri ini terpecah-belah karena akan semakin memperlemah posisi Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim. Jika tidak, negara dan umat ini akan makin masuk dalam cengkeraman penjajahan asing. Ini haram terjadi pada umat Islam.

Seruan Tegas

Kepada umat Islam, khususnya di Maluku, agar merapatkan barisan dengan umat Islam di seluruh Indonesia untuk menolak rancangan dan intervensi negara asing di Indonesia dalam rangka memisahkan diri dari wilayah Indonesia. Karena tindakan separatis ini merupakan dosa besar di hadapan Allah SWT. Dengan tindakan ini, umat tidak akan pernah mendapatkan kebaikan sedikit pun, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan memisahkan diri, umat Islam akan menjadi kelompok minoritas. Setelah itu, umat Islam akan mengalami nasib yang sama seperti saudara-saudara sesama Muslim kita di Timor Timur pasca kemerdekaan dari Indonesia. Mereka diusir dari rumah dan negerinya sendiri. Bahkan, sangat mungkin umat Islam akan mengalami inkuisisi, sebagaimana yang dialami oleh kaum Muslim di Spanyol.

Untuk kaum Kristen, baik di Maluku maupun di seluruh Indonesia, agar tidak mau dihasut oleh kaum penjajah dengan topeng dusta sehingga memprovokasi melakukan tindakan sparatis. Karena kaum penjajah itu tidak pernah peduli terhadap nasib Anda. Yang mereka pedulikan adalah kekayaan alam Maluku yang memang melimpah. Dengan lepas dari Indonesia, Anda pun tidak akan luput dari penjajahan, sebagaimana nasib saudara-saudara Anda di Timor Timur. Bahkan, nasib mereka tidak lebih baik, dibanding ketika mereka bersama dengan Indonesia. Hingga kini, mereka pun masih belum merdeka, bahkan untuk disebut negara pun belum layak.

Upaya Barat (AS, Eropa, dan sekutunya) untuk melemahkan negeri-negeri Islam melalui isu nasionalisme dan separatisme terus dihembuskan hingga hari ini. Apa yang terjadi di Maluku hingga kasus Timor Timur menunjukkan hal tersebut. Mereka terus berupaya mencerai-beraikan negeri-negeri Islam melalui gerakan separatisme tersebut dengan kedok penentuan nasib sendiri (right of self determinism) yang dilegitimasi PBB.

Islam adalah sebuah metode untuk memecahkan masalah-masalah seperti itu yang ada di Indonesia, dengan mewajibkan semua propinsi di Indonesia untuk bergabung ke dalam sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan hukum Syariah yang berasal dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya atas semua orang di Negara itu tanpa diskriminasi antara satu provinsi dan lainnya, dan dimana semua orang yang memiliki kewarganegaraan negara, akan memiliki hak yang sama terlepas dari keturunan mereka atau agama mereka.

Sistem politik Islam adalah sistem kesatuan dan bukan sistem federal, tidak akan ada daerah otonomi atau hukum yang berbeda dalam satu provinsi dengan seluruh provinsi lain. Hukum-hukum syariat yang diterapkan di Ibukota negara juga akan dilaksanakan di seluruh provinsi lainnya tanpa perubahan apapun. Tidak ada diskriminasi atau pembagian antar propinsi, dan pemerintahan tidak dibagi diantara provinsi karena dan ini didasarkan atas dasar yang kokoh dan kuat dari Akidah Islam yang memberikan keadilan untuk semua orang tanpa diskriminasi. [www.al-khilafah.org]

* Lajnah Siyasiah DPD HTI Kota Kediri

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.