Sri Mulyani Come Back , Liberalisme Semakin Menguat
Mantan menteri keuangan di era rezim Susilo Bambang Yudhoyono, Sri Mulyani, kembali masuk ke kabinet. Kali ini ia ditugaskan oleh Presiden Jokowi ke pos yang dulu pernah didudukinya sebagai menteri keuangan.
Ketua Lajnah Maslahiyah Arim Nasim menilai, masuknya Sri Mulyani ke pos sebelumnya tak lepas dari politik transaksional. “Ini untuk kepentingan para kapitalis. Dugaan saya ini digunakan untuk mengimbangi perebutan kue antara kapitalis Cina dan kapitalis Barat atau Amerika,” katanya.
Padahal, menurut catatan Arim, Sri Mulyani memiliki ‘dosa’ yang cukup banyak. Di antaranya adalah ikut andil dalam perampokan uang negara sebanyak Rp 6,7 trilyun dalam kasus skandal Bank Century. “Dia orang ke-2 yang bertanggung jawab setelah Wapres waktu itu, Budiono,” jelasnya.
Namun nasibnya terselamatkan, lanjutnya, karena Sri Mulyani diselamatkan oleh ‘tuannya’ dengan diangkat sebagai Managing Director World Bank dan mundur dari menteri keuangan.
Dosa lainnya, kata Arim, adalah obral obligasi negara dengan yield atau bunga yang sangat tinggi sebesar 5, 26 persen. Padahal bunga di negara-negara lain pada saat itu lebih rendah, seperti Thailand 3,61 persen, Filipina 3,51 persen, dan Malaysia 3,48 persen.
Ia menambahkan, dengan yield yang tinggi maka Sri Mulyani berhasil menambah utang obligasi senilai Rp 812 trlyun. Ini berarti setiap tahun rakyat harus membayar bunga dari obligasi setiap tahun sebesar Rp 42,7 trilyun, yang waktu jatuh tempo obligasi itu rata-rata 20 tahun. “Itulah prestasi yang membuat Sri Mulyani mendapat penghargaan dari salah satu majalah asing,” kata Arim.
Arim memprediksi, dengan masuknya Sri Mulyani, kebijakan negara di bidang ekonomi akan makin liberal. “Ia akan mempertahankan, bahkan meningkatkan liberalisasi atau globalisasi seperti yang pernah dia sampaikan pada kuliah umum di UI,” tandasnya. [] LI [htipress/www.al-khilafah.org]
Ketua Lajnah Maslahiyah Arim Nasim menilai, masuknya Sri Mulyani ke pos sebelumnya tak lepas dari politik transaksional. “Ini untuk kepentingan para kapitalis. Dugaan saya ini digunakan untuk mengimbangi perebutan kue antara kapitalis Cina dan kapitalis Barat atau Amerika,” katanya.
Padahal, menurut catatan Arim, Sri Mulyani memiliki ‘dosa’ yang cukup banyak. Di antaranya adalah ikut andil dalam perampokan uang negara sebanyak Rp 6,7 trilyun dalam kasus skandal Bank Century. “Dia orang ke-2 yang bertanggung jawab setelah Wapres waktu itu, Budiono,” jelasnya.
Namun nasibnya terselamatkan, lanjutnya, karena Sri Mulyani diselamatkan oleh ‘tuannya’ dengan diangkat sebagai Managing Director World Bank dan mundur dari menteri keuangan.
Dosa lainnya, kata Arim, adalah obral obligasi negara dengan yield atau bunga yang sangat tinggi sebesar 5, 26 persen. Padahal bunga di negara-negara lain pada saat itu lebih rendah, seperti Thailand 3,61 persen, Filipina 3,51 persen, dan Malaysia 3,48 persen.
Ia menambahkan, dengan yield yang tinggi maka Sri Mulyani berhasil menambah utang obligasi senilai Rp 812 trlyun. Ini berarti setiap tahun rakyat harus membayar bunga dari obligasi setiap tahun sebesar Rp 42,7 trilyun, yang waktu jatuh tempo obligasi itu rata-rata 20 tahun. “Itulah prestasi yang membuat Sri Mulyani mendapat penghargaan dari salah satu majalah asing,” kata Arim.
Arim memprediksi, dengan masuknya Sri Mulyani, kebijakan negara di bidang ekonomi akan makin liberal. “Ia akan mempertahankan, bahkan meningkatkan liberalisasi atau globalisasi seperti yang pernah dia sampaikan pada kuliah umum di UI,” tandasnya. [] LI [htipress/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar