Kebijakan Menyengsarakan
Oleh: Dr. Arim Nasim (Ketua Lajnah Mashlahiyah DPP HTI)
Banyak kerugian yang akan diderita rakyat Indonesia dengan adanya liberalisasi migas ini.
Kebijakan liberalisasi migas sangat membahayakan kepentingan rakyat dan negara. Di antara bahaya liberalisasi migas yang akan berdampak langsung terhadap ekonomi dan keuangan adalah Pertama, dikuasainya migas baik di sektor hulu maupun hilir oleh swasta maupun asing. Di sektor hulu menurut data produksi ESDM 2009, dari total produksi minyak dan kondensat di Indonesia, Pertamina hanya mampu memproduksi 13,8 persen. Sisanya dikuasai oleh swasta khususnya asing seperti Chevron (41 persen), Total E&P Indonesie (10 persen), Chonoco Philips (3,6 persen) dan CNOOC (4,6 persen). Sementara liberalisasi sektor hilir membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas. Pada tahun 2004 saja sudah terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU) (Trust, edisi 11/2004). Di antaranya adalah perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika) dan lain-lain. Namun, karena masih terkendala dengan kebijakan pemerintah yang masih memberikan “subsidi” premium mereka hanya bisa menjual Pertamax. Maka mereka menuntut agar ada regulasi yang membatasi pemakaian BBM bersubsidi agar mereka bisa meraup keuntungan yang besar dengan pembatasan BBM bersubsidi ini karena konsumen dipaksa membeli Pertamax. Jadi kebijakan pembatasan BBM bersubsidi sebenarnya merupakan penyempurna dari kebijakan liberalisasi migas, sehingga sektor hulu maupun sektor hilir semuanya bisa dikuasai dan dikendalikan oleh swasta atau asing tanpa ada campur tangan pemerintah.
Kedua, dampak dari liberalisasi sumberdaya alam, termasuk migas, adalah turunnya penerimaan negara dari pengelolaan SDA sehingga pen-dapatan negara bertumpu pada pajak. Tahun 1988/1989 sebelum ada liberalisasi SDA pemasukan negara yang bersumber dari non pajak masih sekitar 50 persen, tapi sejak adanya liberalisasi SDA maka mulai tahun 2002 pemasukan negara dari non pajak menjadi 29 persen sisanya 71 persen dari pajak. Tahun 2010 lalu sumber pemasukan dari pajak meningkat lagi menjadi 75 persen dan RAPBN 2011 ditingkatkan lagi jadi 77 persen. Ini menjadikan rakyat akan terus dizalimi dengan kewajiban membayar pajak (apalagi dengan terungkapnya mafia pajak lewat kasus Gayus ), sementara harga BBM-nya dinaikkan.
Ketiga, meningkatnya utang negara baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri dalam bentuk SUN (surat utang negara) atau obligasi pemerintah. Peningkatan ini disebabkan utang masih tetap menjadi salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang selama ini terjadi. Hanya saja pada masa pemerintahan SBY terjadi pengalihan bentuk utang dari utang luar negeri menjadi utang dalam negeri dalam bentuk SUN walaupun beban yang ditanggung oleh APBN malah lebih besar karena suku bunga SUN biasanya justru lebih tinggi dari bunga utang luar negeri. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Keuangan per 31 Desember 2010, utang pemerintah mencapai Rp 1.676 trilyun. Utang ini baik bunga maupun cicilannya membebani APBN lebih dari 25 persen, untuk tahun 2010 bunganya saja yang yang dibayar oleh negara sebesar Rp 124,68 trilyun.
Dampak itu semua itu yang harus diterima oleh rakyat adalah mahalnya BBM, mahalnya biaya pendidikan, mahalnya biaya kesehat-an, sementara pengangguran semakin tinggi sehingga angka kemiskinan juga semakin meningkat. Pada tahun 2010, ada sekitar 30 juta rakyat Indo-nesia hidup miskin walaupun jika menggunakan data raskin maka ada 70 juta rakyat yang masuk kategori miskin sedangkan kalau mengguna-kan standar World Bank maka angka kemiskinan berada di atas 100 juta.
Liberalisasi Migas Haram
Berbeda dengan sistem kapitalis dengan prinsip liberalisasinya yang menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan BBM kepada swasta atau individu, dalam pandangan Islam bahan bakar minyak dan gas serta sumber energi lainnya merupakan milik umum atau milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara. Oleh karena itu liberalisasi migas akan berdampak pada privatisasi yang diharamkan Islam.
Islam menetapkan bahwa keka-yaan alam seperti gas, minyak, barang tambang, dsb sebagai milik umum; milik seluruh rakyat. Kekayaan alam itu tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang atau pihak swasta, di sinilah pentingnya upaya mengganti UU MIGAS No. 22 Tahun 2001 yang menjadi dasar liberalisasi/swastani-sasi migas dengan UU MIGAS yang sesuai dengan syariah. Dalam hadits riwayat Imam Abu Dawud disebut-kan: “Sesungguhnya, Abyad bin Hammal mendatangi Rasulullah SAW, dan meminta beliau SAW agar memberikan tambang garam kepa-danya. Ibnu al-Mutawakkil berkata, ”Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma'rib.” Nabi SAW pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa' al-'idd)”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah SAW mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Ham-mal)”.[HR. Imam Abu Dawud]
Nabi SAW. pernah bersabda: “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud, Ahmad dan al-Baihaqi).
Dalam hadits yang diriwayatkan Ibn Majah dari Ibn Abbas ada tambahan, ”Dan harganya haram”: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput, dan api, dan harganya haram”.[HR. Imam Ibnu Majah]
Kata api pengertiannya mencakup sumber energi, termasuk listrik. Artinya, Islam menetapkan listrik sebagai milik umum, milik seluruh rakyat.
Begitu juga ada hadits-hadits yang melarang menjual kelebihan air seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan yang lainnya. ”Sesungguh-nya Nabi SAW melarang menjual kelebihan air.” [HR Lima kecuali Ibn Majah dan disahihkan al-Tirmidziy]. Di dalam riwayat lain, dituturkan dari Jabir ra, bahwasanya ia berkata: ”Rasulullah saw melarang menjual kelebihan air”.[HR. Imam Muslim dan lain-lain]
Hadits-hadits yang menuturkan tentang larangan menjual kelebihan air, menunjukkan bahwa seorang Muslim dilarang mencegah orang lain untuk mengakses barang-barang yang sudah menjadi hajat hidup orang banyak, yang mana pencegahan itu bisa menimbulkan madlarrah bagi kehidupan masyarakat.
Dari sinilah dapat dipahami bahwa mengalihkan harta kepemilikan umum kepada individu atau perusahaan swasta yang menyebab-kan masyarakat tidak mampu mengakses harta kepemilikan tersebut adalah tindakan haram.
Sesuatu yang diharamkan oleh pasti akan mendatangkan kemudharatan bagi umat manusia. Oleh karena itu dampak liberalisasi migas yang salah satu kebijakannya adalah pembatasan BBM bersubsidi juga akan meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran. Pembatasan BBM bersubsidi akan mengakibatkan tingginya inflasi, dan akibat Inflasi akan dirasakan oleh orang-orang kecil yang merupakan mayoritas dari rakyat Indonesia, bahkan bukan hanya itu para pengusaha pun ikut menjerit karena kenaikan biaya transport. Maka liberalisasi migas hanya akan meningkatkan angka kemiskinan. Masihkan kita percaya pada sistem dan rezim kapitalis?[]
Sumber : http://www.mediaumat.com/sejahterakan-indonesia-dengan-khilafah/2493-kebijakan-menyengsarakan.html
Banyak kerugian yang akan diderita rakyat Indonesia dengan adanya liberalisasi migas ini.
Kebijakan liberalisasi migas sangat membahayakan kepentingan rakyat dan negara. Di antara bahaya liberalisasi migas yang akan berdampak langsung terhadap ekonomi dan keuangan adalah Pertama, dikuasainya migas baik di sektor hulu maupun hilir oleh swasta maupun asing. Di sektor hulu menurut data produksi ESDM 2009, dari total produksi minyak dan kondensat di Indonesia, Pertamina hanya mampu memproduksi 13,8 persen. Sisanya dikuasai oleh swasta khususnya asing seperti Chevron (41 persen), Total E&P Indonesie (10 persen), Chonoco Philips (3,6 persen) dan CNOOC (4,6 persen). Sementara liberalisasi sektor hilir membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas. Pada tahun 2004 saja sudah terdapat 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU) (Trust, edisi 11/2004). Di antaranya adalah perusahaan migas raksasa seperti British Petrolium (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika) dan lain-lain. Namun, karena masih terkendala dengan kebijakan pemerintah yang masih memberikan “subsidi” premium mereka hanya bisa menjual Pertamax. Maka mereka menuntut agar ada regulasi yang membatasi pemakaian BBM bersubsidi agar mereka bisa meraup keuntungan yang besar dengan pembatasan BBM bersubsidi ini karena konsumen dipaksa membeli Pertamax. Jadi kebijakan pembatasan BBM bersubsidi sebenarnya merupakan penyempurna dari kebijakan liberalisasi migas, sehingga sektor hulu maupun sektor hilir semuanya bisa dikuasai dan dikendalikan oleh swasta atau asing tanpa ada campur tangan pemerintah.
Kedua, dampak dari liberalisasi sumberdaya alam, termasuk migas, adalah turunnya penerimaan negara dari pengelolaan SDA sehingga pen-dapatan negara bertumpu pada pajak. Tahun 1988/1989 sebelum ada liberalisasi SDA pemasukan negara yang bersumber dari non pajak masih sekitar 50 persen, tapi sejak adanya liberalisasi SDA maka mulai tahun 2002 pemasukan negara dari non pajak menjadi 29 persen sisanya 71 persen dari pajak. Tahun 2010 lalu sumber pemasukan dari pajak meningkat lagi menjadi 75 persen dan RAPBN 2011 ditingkatkan lagi jadi 77 persen. Ini menjadikan rakyat akan terus dizalimi dengan kewajiban membayar pajak (apalagi dengan terungkapnya mafia pajak lewat kasus Gayus ), sementara harga BBM-nya dinaikkan.
Ketiga, meningkatnya utang negara baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri dalam bentuk SUN (surat utang negara) atau obligasi pemerintah. Peningkatan ini disebabkan utang masih tetap menjadi salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang selama ini terjadi. Hanya saja pada masa pemerintahan SBY terjadi pengalihan bentuk utang dari utang luar negeri menjadi utang dalam negeri dalam bentuk SUN walaupun beban yang ditanggung oleh APBN malah lebih besar karena suku bunga SUN biasanya justru lebih tinggi dari bunga utang luar negeri. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Keuangan per 31 Desember 2010, utang pemerintah mencapai Rp 1.676 trilyun. Utang ini baik bunga maupun cicilannya membebani APBN lebih dari 25 persen, untuk tahun 2010 bunganya saja yang yang dibayar oleh negara sebesar Rp 124,68 trilyun.
Dampak itu semua itu yang harus diterima oleh rakyat adalah mahalnya BBM, mahalnya biaya pendidikan, mahalnya biaya kesehat-an, sementara pengangguran semakin tinggi sehingga angka kemiskinan juga semakin meningkat. Pada tahun 2010, ada sekitar 30 juta rakyat Indo-nesia hidup miskin walaupun jika menggunakan data raskin maka ada 70 juta rakyat yang masuk kategori miskin sedangkan kalau mengguna-kan standar World Bank maka angka kemiskinan berada di atas 100 juta.
Liberalisasi Migas Haram
Berbeda dengan sistem kapitalis dengan prinsip liberalisasinya yang menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan BBM kepada swasta atau individu, dalam pandangan Islam bahan bakar minyak dan gas serta sumber energi lainnya merupakan milik umum atau milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara. Oleh karena itu liberalisasi migas akan berdampak pada privatisasi yang diharamkan Islam.
Islam menetapkan bahwa keka-yaan alam seperti gas, minyak, barang tambang, dsb sebagai milik umum; milik seluruh rakyat. Kekayaan alam itu tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang atau pihak swasta, di sinilah pentingnya upaya mengganti UU MIGAS No. 22 Tahun 2001 yang menjadi dasar liberalisasi/swastani-sasi migas dengan UU MIGAS yang sesuai dengan syariah. Dalam hadits riwayat Imam Abu Dawud disebut-kan: “Sesungguhnya, Abyad bin Hammal mendatangi Rasulullah SAW, dan meminta beliau SAW agar memberikan tambang garam kepa-danya. Ibnu al-Mutawakkil berkata, ”Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma'rib.” Nabi SAW pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika, Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa' al-'idd)”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah SAW mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Ham-mal)”.[HR. Imam Abu Dawud]
Nabi SAW. pernah bersabda: “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud, Ahmad dan al-Baihaqi).
Dalam hadits yang diriwayatkan Ibn Majah dari Ibn Abbas ada tambahan, ”Dan harganya haram”: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput, dan api, dan harganya haram”.[HR. Imam Ibnu Majah]
Kata api pengertiannya mencakup sumber energi, termasuk listrik. Artinya, Islam menetapkan listrik sebagai milik umum, milik seluruh rakyat.
Begitu juga ada hadits-hadits yang melarang menjual kelebihan air seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan yang lainnya. ”Sesungguh-nya Nabi SAW melarang menjual kelebihan air.” [HR Lima kecuali Ibn Majah dan disahihkan al-Tirmidziy]. Di dalam riwayat lain, dituturkan dari Jabir ra, bahwasanya ia berkata: ”Rasulullah saw melarang menjual kelebihan air”.[HR. Imam Muslim dan lain-lain]
Hadits-hadits yang menuturkan tentang larangan menjual kelebihan air, menunjukkan bahwa seorang Muslim dilarang mencegah orang lain untuk mengakses barang-barang yang sudah menjadi hajat hidup orang banyak, yang mana pencegahan itu bisa menimbulkan madlarrah bagi kehidupan masyarakat.
Dari sinilah dapat dipahami bahwa mengalihkan harta kepemilikan umum kepada individu atau perusahaan swasta yang menyebab-kan masyarakat tidak mampu mengakses harta kepemilikan tersebut adalah tindakan haram.
Sesuatu yang diharamkan oleh pasti akan mendatangkan kemudharatan bagi umat manusia. Oleh karena itu dampak liberalisasi migas yang salah satu kebijakannya adalah pembatasan BBM bersubsidi juga akan meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran. Pembatasan BBM bersubsidi akan mengakibatkan tingginya inflasi, dan akibat Inflasi akan dirasakan oleh orang-orang kecil yang merupakan mayoritas dari rakyat Indonesia, bahkan bukan hanya itu para pengusaha pun ikut menjerit karena kenaikan biaya transport. Maka liberalisasi migas hanya akan meningkatkan angka kemiskinan. Masihkan kita percaya pada sistem dan rezim kapitalis?[]
Sumber : http://www.mediaumat.com/sejahterakan-indonesia-dengan-khilafah/2493-kebijakan-menyengsarakan.html
Tidak ada komentar