Header Ads

Ikhwan Tak Akan Paksakan Hukum Islam di Mesir

Al Ikhwan al Muslimun atau sering disingkat Ikhwan ingin parlemen yang beragam setelah Pemilu pada bulan September dan tidak berusaha untuk memaksakan hukum Islam di Mesir, demikian ujar juru bicara Ikhwan, usai pembentukan partai politik baru dalam sebuah wawancara.

Ikhwan, yang telah muncul sebagai kekuatan setelah bertahun-tahun mendapat tekanan di bawah Presiden Husni Mubarak yang telah digulingkan, mengatakan tidak menginginkan mayoritas di parlemen.

"Kami hanya menggunakan Islam sebagai dasar partai kami... yang berarti bahwa kerangka umum kami adalah Syariah Islam ... Kami tidak mengeluarkan peraturan agama dalam kasus-kasus individu," kata Mohamad Mursi, juru bicara Ikhwan yang baru saja membentuk Partai Al Hurriyah wa Al Adalah (Kebebasan dan Keadilan).

Sementara itu kalangan liberal Mesir khawatir kelompok ini menjadikan syariah dan hukum Islam, sumber utama hukum. Namun Mursi, berbicara di markas barunya di Mokattem, pinggiran Kairo, menepis kekhawatiran tersebut.

"Kami ingin terlibat dalam dialog bukan monolog," katanya. "Ikhwan tidak berusaha untuk mengontrol parlemen ... Kami menginginkan parlemen yang kuat ... dengan kekuatan politik yang berbeda," ujarnya.

Meski demikian, dia mengatakan hukum Islam bisa memiliki tempat dalam masyarakat sipil di Mesir, di mana sekitar 10 persen dari populasi 80 juta penduduk Mesir adalah orang Kristen.

"Syariah Islam menjamin hak semua orang, Muslim dan non-Muslim," katanya.

Sebagaimana diketahui, kantor baru Ikhwan yang dihiasi dengan lambang pedang bersilang, tak bisa terbayangkan jika ini terjadi di era Husni Mubarak ketika banyak anggotanya ditangkap dalam operasi rutin dan terpaksa harus bekerja dari dua apartemen sempit di Kairo.

Suara Kristen

Sebelumnya, kalangan Kristen pernah menyampaikan rasa khawatirnya jika Islamberkuasa.

”Setelah Mubarak turun, kami tidak ingin Mesir dikuasai kaum Salafi,” katanya.

“Kami ingin Mesir akan menjadi contoh demokrasi dan kebebasan bagi seluruh dunia,” ujar Nazih Moussa Gerges, seorang pengacara Kristen.

Bagaimanapun, popularitas kelompok Al Ikhwan al Muslimun terus meningkat menjelang Pemilu September 2011. Kalangan liberal dan sekuler turun jalan pada hari Jumat (27/5), menyerukan penundaan Pemilu karena mereka merasa tidak dapat bersaing dengan kaum Islamis. Kekhawatiran kalangan Kristen dan sekuler ini, boleh jadi sama dengan kehawatiran Amerika dan Israel saat ini.(hidayatullah.com)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.