Header Ads

Peluang Khilafah di Dunia Islam

Pendahuluan
Blessing in disguise. Gelombang revolusi melanda dunia Arab, beranjak dari Tunisia menyebar ke Mesir, Libya, Yaman, Bahrain, Oman, Suriah, Yordania, Arab Saudi hingga seluruh negeri Islam lainnya. Kaum Muslim keluar secara massal dalam jumlah ribuan bahkan jutaan di Tunisia, Mesir, Yaman, dan Libya, menuntut perubahan penguasa dan rezim mereka yang telah mendatangkan kerusakan dan kehancuran bagi kaum Muslim selama beberapa dekade. Keluarnya kaum Muslim itu merupakan penegasan bahwa kekuasaan adalah milik umat; merekalah yang memilih penguasa. 

Warga Libya memberikan contoh paling berani dalam menentang penguasa diktator. Mereka lebih mengutamakan kematian daripada tetap berada di bawah rezim rusak lagi sombong. Itu merupakan ketentuan pokok: tidak takut, tidak pengecut, dan berpegang pada apa yang diperintahkan Allah SWT.

Tuntutan masyarakat untuk mengganti rezim membuat mereka berani melawan aturan yang selama ini diterapkan kepada mereka. Bahkan moncong senjata para pendukung penguasa pun mereka berani hadapi. Keadaan yang tidak pernah terjadi di kawasan Timur Tengah sebelumnya.

Barat menganggap ini adalah gelombang demokratisasi. Namun kenyataan di lapangan, slogan demokrasi tidak muncul. Yang terjadi adalah tuntutan melawan kelaliman, tuntutan sesuai dengan fitrah insani akibat terlalu lama dikungkung tirani. Dengan kultur dan historis Arab yang islami, sentimen keislaman cukup kuat untuk menjadi suara alternatif pergantian rezim.

Marginalisasi Isu-Isu Islam
Disinyalir masih muncul marginalisasi isu-isu Islam oleh media. Banyak sekali isu Islam yang tidak muncul ke publik karena media besar masih dikuasai oleh Barat atau pemerintah yang pro Barat. Pada tanggal 2 Maret 2010, misalnya, pemerintah Afganistan melarang laporan langsung dari wilayah-wilayah perang. Pemerintah boneka AS ini menjustifikasi kebijakan itu dengan alasan bahwa laporan semisal itu membantu musuh dalam merancang serangan-serangan melawan satuan keamanan dan akan digunakan untuk mempropagandakan aktivitas-aktivitas perlawanan.

Hal ini mengindikasikan bahwa demokrasi tidak lain adalah kediktatoran yang dipilih yang bisa melarang rakyatnya atas hak memperoleh informasi. Ungkapan “kebebasan berekspresi” hanyalah hipokrisme yang jelas, yang pada galibnya digunakan Barat dan kaki tangan Barat untuk menjustifikasi kelemahan ide-ide mereka dan aksi-aksi mereka melawan kaum Muslim dan Islam. Selain itu, ungkapan “kebebasan berekspresi” itu dimaksudkan hanya untuk membantu orang-orang murtad semisal Kambakhs dan Abdurrahman, membantu penyebaran gambar yang melecehkan Nabi saw. di Denmark dan penyebaran film seperti film “Fitna” besutan anggota parlemen Belanda.

Pembajakan Isu
Gelombang revolusi yang melahirkan iklim ketidakpastian menuntut perhatian serius dari pihak-pihak yang berkepentingan. Dorongan awalnya bisa jadi adalah murni dari kehendak rakyat. Pemuda yang bunuh diri di Tunisia memicu revolusi yang menggulingkan Ben Ali. Gerakan via jejaring sosial menjadikan revolusi Mesir juga dikenal sebagai Revolusi 1.0. Namun tanpa konsep, goals dan social change agent, pergerakan semacam ini akan mudah dikendalikan oleh kekuatan internasional yang berpengaruh dan antek-anteknya di negeri tersebut. Justru, di sinilah titik rawan dari pergolakan di Timur Tengah. Perubahan tanpa visi yang jelas tentang sistem masa depan bisa dibajak oleh siapa saja; oleh rezim lama yang berganti wajah menjadi pendukung rakyat dan terkesan reformis; juga oleh asing. Perubahan sebatas sosok rezim menjadi cara untuk revitalisasi dominasi negara besar dengan mengangkat rezim baru yang tetap dalam kontrol mereka.

Peran Hizbut Tahrir
Keinginan masyarakat untuk melakukan social change pastinya akan berujung pada kekecewaan bila perubahan tersebut tidak dipersiapkan dengan baik. Hizbut Tahrir sangat memahami keadaan ini. Sepanjang gelombang revolusi di kawasan Timur tengah, puluhan judul Nashrah (selebaran) telah dikeluarkan untuk mengingatkan masyarakat mengenai kondisi yang sedang terjadi. Di Tunisia, HT mengeluarkan nasyrah dengan judul “Protes di Tunisia: Sampai Kapan Harus Bersabar terhadap Kelaliman dan Kerusakan Penguasa?” Untuk menjelaskan bagaimana revolusi yang benar, HT juga menyampaikan nasyrah dengan judul, “Tunisia dan Hakikat Revolusi!” HT Juga mengeluarkan nasyrah dengan judul, “Pemerintahan Tiran Ben Ali Keluar dari Pintu Sembunyi-sembunyi Kemudian Kembali, Bahkan dari Pintu Depan, Setelah Semua Darah Tertumpah!”

Di Mesir HT mengeluarkan nasyrah dengan judul, “Wahai Para Penakluk Pasukan Salib dan Tatar Waspadalah Jangan Sampai Amerika dan Anteknya Memperdaya Anda dengan Polesan atas Kerusakan Rezim!” Selain itu juga secara khusus HT menyampaikan seruan kepada Militer dengan tajuk, “Dari Hizbut Tahrir kepada Dewan Agung Militer Mesir; Penjaga Camp David Yang Kedua pun Jatuh!”

Di Suriah HT menyebarkan nasyrah yang bertajukkan, “Wahai Kaum Muslim di Suriah: Catatkan Diri Anda untuk Kemuliaan Penegakan Khilafah Rasyidah di Atas Puing-puing Rezim yang Mati”. Merespon tipudaya rezim, HT mengeluarkan nasyrah dengan judul, “Keputusan-keputusan Reformatif adalah Tipudaya untuk Memperpanjang Umur Rezim Suriah; Yang Dituntut adalah Kepergian Langsung Rezim”.

Di Libya HT mengeluarkan nasyrah yang berjudul, “Wahai Warga Libya, Wahai Cucu-cucu Umar al-Mukhtar”. Kemudian HT juga mengeluarkan nasyrah dengan tajuk, “Diktator Libya dengan Pembantaian Berdarahnya dan Kelemahan Para Penguasa Kaum Muslim dalam Menolong Libya; Mereka Bersekutu dalam Kejahatan Intervensi Militer Prancis, Inggris, dan Amerika!” Selain itu juga HT menerbitkan nashrah dengan judul, “Tidak Untuk Intervensi Imperialisme Barat di Libya, Wahai Tentara Islam! Hentikan Banjir Darah di Libya dan Junjung Tinggi Panji Tauhid”.

Terkait dengan Revolusi di Yaman, HT mengeluarkan nasyrah dengan judul, “Seruan kepada Para Ulama Yaman”, “Wahai Tentara Yaman! Realisasikan Berita Gembira Rasulullah saw. dengan Menghapus Pemerintahan Diktator dan Dirikan Daulah Khilafah Rasyidah Kedua”, dan “Inggris Menendang Salih Seperti Amerika Menendang Mubarak”.

Terkait dengan revolusi di Bahrain, HT menyampaikan nasyrah dengan judul “Apa Yang Terjadi di Bahrain! Kembali Membuktikan Para Penguasa Itu Saling Tolong-Menolong Melawan Kaum Muslim”.
HT menyampaikan seruan dengan menggunakan bahasa yang to the point, dikaitkan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT. Kadang HT juga mengeluarkan nasyrah yang mengambil judul yang mengutip langsung dari al-Quran, seperti:
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
Ambillah (kejadian Itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan (QS al-Hasyr [33]: 2).

Disampaikan pula nasyrah yang juga diambil dari QS Ali ‘Imran [3]: 200 dan (QS al-A’raf [7]: 96). Inilah tawaran Islam sebagai solusi dan Islam sebagai jalan. Dengan itu diharapkan tidak ada alternatif lagi bagi proses perubahan yang terjadi selain Islam.

Selebaran-selebaran ini ditujukan kepada masyarakat umum dan lebih khusus kepada Ahlul Quwwah (militer) yang dalam padangan HT merupakan pilar penting dari proses perubahan sosial. Seruan kepada militer adalah seruan yang paling penting karena realitasnya merekalah pengawal umat. 
Pengaitan antara realitas kezaliman dengan kewajiban pembelaan kepada kebenaran merupakan hal yang penting dalam mendorong dukungan militer dalam proses perubahan sosial ini. HT memberikan pemahaman yang tepat bahwa setiap perubahan sosial harusnya memiliki arah, tujuan dan metode tertentu; bahwa dalam perubahan sosal militer sebagai ahlul quwwah adalah faktor yang paling menentukan.
Karena itu, seruan-seruan yang dilakukan senantiasa fokus pada dua hal tersebut. Pertama: mengingatkan masyarakat untuk memiliki goals yang jelas dari tuntutan perubahan yang mereka ajukan. Jangan hanya menuntut perubahan rezim, namun harus perubahan sistem. Kedua: menyeru kepada Ahlul Quwwah agar mereka turut mendukung bahkan memberikan kekuatannya pada proses perubahan yang dituntut umat.

Potensi Penegakkan Khilafah
Setiap proses perubahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat merupakan peluang untuk diarahkan menuju proses penegakan Khilafah. Apalagi bila hal tersebut terjadi di Dunia Islam, tempat bersemayamnya pemikiran-pemikiran Islam dan perasaan perasaan Islam. Ditopang dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang luar biasa, maka tidak dapat dicegah bila proses penegakan Khilafah akan benar-benar terjadi bila nashrullah datang melalui proses perubahan sosial yang mengikuti manhaj kenabian.
Syariah dan Khilafah insyallah bakal tegak, karena ada 4 penjamin yang jika salah satu saja terpenuhi maka sudah cukup bagi Khilafah tegak. Keempat penjamin tersebut adalah adanya: janji Allah SWT (QS an-Nur: 55), kabar gembira dari Rasullulah saw., umat yang telah bangkit mendukung syariah dan Khilafah dan sebuah kelompok yang ikhlas berjuang karena Allah semata.
Menilik apa yang terjadi di Timur Tengah, perubahan sekarang walaupun sebagian masih dalam proses, ternyata tidak membawa perubahan yang signifikan. Turunnya Ben Ali di Tunisia tidak melahirkan penguasa pengganti yang dapat mengakomodasi kepentingan rakyatnya, apalagi kepentingan Islam. Pembatasan terhadap partai-partai yang ingin berperanserta dalam proses politik di sana adalah sebuah bukti yang tidak bisa terbantahkan. Partai-partai Islam termasuk HT dilarang untuk berdiri secara legal dan berpartisipasi untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat.
Mundurnya Mubarak di Mesir juga demikian. Dewan Tinggi Militer yang mengambil-alih kekuasaan menunjukkan bahwa mereka tidak serius mengadili kezaliman Mubarak. Bahkan rakyat kembali berunjuk-rasa di Tahrir Square dan mereka ini melihat langsung betapa militer yang awalnya mendukung mereka ternyata masih melindungi Mubarak dan anteknya.
Pastinya, bila rakyat konsisten dengan tuntutan perubahan, maka perbubahan sekarang yang tidak signifikan ini akan mendorong mereka untuk melakukan tuntutan yang lebih mendasar. Ternyata pergantian rezim tidak menjawab tuntutan mereka. Bahkan pahlawan-pahlawan kesiangan yang menjadi pembajak revolusi menunjukkan perangai aslinya; mengambil keuntungan dari pengorbanan ikhlas rakyatnya. Perubahan tidak cukup hanya mengganti rezim. Kerusakan masyarakat sudah sistemik, maka yang dibutuhkan juga adalah perubahan sistem.

Penyebaran Opini dan Kesadaran Bisa Lebih Masif
Iklim keterbukaan tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu pendorong terjadinya revolusi di Timur Tengah. Saat ini penetrasi informasi komunikasi telah dapat menembus batas-batas kedaulatan suatu negara. Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton pada Januari 2010 di Washington DC sampai menyebutkan istilah Internet Freedom untuk menunjukan adanya suatu jaringan yang memberikan ruang bagi masing-masing pengguna untuk menunjukkan potensi dan kekuatannya. Internet Freedom ini menjadi dasar bagi pengguna internet untuk secara bebas berekspresi melalui blog, email, jejaring sosial, sms sebagai forum bertukar pikiran. Tentu dengan less of control, media internet menjadi media yang efektif untuk menggelorakan Revolusi seperti yang terjadi di Mesir. 
Bila AS sedemikian rupa dapat menggunakan media untuk melakukan penyebaran opini mengenai HAM dan Demokrasi, dalam hal yang sama sebenarnya media juga dapat digunakan oleh para pejuang Islam untuk menyebarkan opini tentang Islam. Dengan penyebaran opini secara massif diharapkan proses penyadaran masyarakat tentang perubahan sosial yang islami dapat segera terwujud.

Kesadaran Ahlul Quwwah
Pelajaran bagi Ahlul Quwwah terkait dengan revolusi yang terjadi di Timur Tengah adalah bahwa kebergantungan terhadap asing ternyata tidak selalu menjamin sang Tuan selalu membela mereka. Apa yang kurang dari kesetiaan Rezim Mubarak terhadap kepentingan Barat? Namun, ketika Barat melihat bahwa tuntutan rakyat semakin menguat, maka tidak ada pilihan lain bagi mereka untuk segera menyesuaikan dengan situasi yang ada, bahkan malah turun mendorong terjadi perubahan rezim.

Khilafah Makin Dilirik
Konsistensi memperjuangkan Khilafah menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi. Ketika proses perubahan masyarakat terus berlangsung, maka pilihan-pilihan alternatif akan terus dicari. Mungkin masyarakat masih melihat bahwa kerusakannya belum sistemik sehingga mereka mencari solusi parsial. Pastinya ketika idealisme kehidupan ternyata tidak terwujud juga, maka dengan izin Allah SWT dan dengan proses penyadaran terhadap nilai-nilai Islam, Khilafah sebagai solusi tidak bisa lagi ditolak.
Berbagai survey yang berusaha mengungkap tingkat kesadaran umat terkait syariah dan Khilafah menunjukkan tren yang terus meningkat. Survey yang dilakukan oleh Maryland University tahun 2009 menemukan bahwa dukungan untuk menyatukan semua negeri Islam menjadi satu negara Islam atau Khilafah sangat signifikan. Di Mesir didukung 70%, di Pakistan didukung 69% dan di Indonesia didukung 51%.
Tidak aneh kalau kemudian National Intellegence Council (NIC) AS ketika merilis skenario 2020 menempatkan munculnya New Chalipate sebagai salah satu skenario dunia yang mungkin terjadi.
Berbagai kajian mengenai Islam dan sistem kenegaraannya yakni Khilafah terus meningkat. Berbagai konferensi Khilafah semakin marak dengan kajian yang semakin detil dan komprehensif. Khilafah tidak lagi seruan global, tetapi sudah menjadi kajian serius untuk ditimbang kelayakan penerapannya, yang semestinya bagi seorang Muslim dengan dorongan keimanan dan ketundukan terhadap hukum Allah SWT, penerapan Khilafah merupakan bisyarah yang tinggal menunggu waktu. WalLahu a’lam. []
Budi Mulyana, S.IP. M.Sc.; Penulis adalah Dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNIKOM dan Ketua Lajnah Khusus Intelektual DPP HTI.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.