Header Ads

Indonesia Masih Terjajah

konferensi rajab 1432 H Stadion Lebak Bulus Jakarta
Meski sudah merdeka, kondisi Indonesia tak lebih baik dibandingkan dengan masa penjajahan. Ini terjadi karena Indonesia masuk dalam perangkap penjajahan gaya baru oleh Amerika Serikat. Akibatnya kekayaan alam Indonesia jatuh ke tangan asing sementara rakyat dalam kondisi menderita. Demikian disampaikan Ketua DPP HTI M Rahmat Kurnia mengawali orasi Konferensi Rajab 1432 di Stadion Lebak Bulus Jakarta, Rabu (29/6).

Ia mengutip tulisan Prof Mubyarto dalam bukunya: Ekonomi Terjajah, yang menyatakan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia cenderung terus merosot dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. “Ini adalah wujud penghisapan ekonomi yang sangat tinggi dan penciptaan ketidakadilan sosoal,” tandas kandidat doktor ini.

Itu semua terjadi karena Indonesia masuk  dalam jebakan “Global Empire” AS tanpa melalui pendudukan militer. Proses itu berlangsung melalui perangkap utang luar negeri yang digerakkan oleh lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, ADB dan sejenisnya.

Dengan  utang yang berkisar 150 miliar dolar AS, Indonesia harus menyisihkan anggaran belanja pertahunnya sekitar 30-40% hanya untuk membayar pokok utang ditambah bunganya. Dalam APBN  2005-2006, misalnya, sekitar Rp 146 triliun digunakan untuk membayar utang; Rp 60 triliun di antaranya adalah untuk membayar bunga utangnya saja. Untuk membayar utang, Indonesia melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam.

Tidak hanya di bidang ekonomi, lanjut Rahmat, penjajahan itu pun terjadi di bidang politik. Dengan kekuatan militernya yang besar, AS bisa mengendalikan dunia dalam war on terrorism. Selain itu, AS berusaha menanamkan ideologinya di tengah-tengah kaum Muslim. “. Tujuannya adalah agar umat Islam menerima secara taken for granted (tawqîfi) apa yang dikehendaki Barat atas mereka,” katanya.

Dalam konteks Indonesia, intervensi asing dalam setiap separatisme cukup terasa. Sebagai contoh, pasca penandatanganan MoU Helsinski antara Pemerintah RI dan GAM banyak pengamat menilai perjanjian itu lebih menguntungkan kelompok separatis, dan pihak mediator Barat mengambil kendali. Dalam kasus separatisme lainnya, seperti RMS, keterlibatan asing tak bisa dikesampingkan.

Guna mencengkeram dunia Islam, Barat menggunakan beberapa pendekatan.  Ia membeberakan pendekatan pertama yakni perang melawan terorisme. Kampanye ini telah memuluskan Barat, khususnya AS, untuk menguasai berbagai negeri Islam dengan cara merusak pranata politiknya, menggulingkan penguasanya-yang tidak sejalan dengan kepentingan Barat-sekaligus mengangkat penguasa boneka, serta mengklasifikasikan mana negeri yang pro Barat dan negeri yang kontra Barat.

Kedua, ungkapnya, isu Demokratisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Kampanye Barat dengan menggunakan isu ini ditujukan untuk mengubah cara memahami konsep Islam. Islam yang seharusnya dipahami sebagai sebuah ideologi dan sistem hidup yang khas-melalui isu demokratisasi dan HAM-diubah menjadi sistem nilai (values) yang hanya menjadi spirit dalam aktivitas religi.

Ketiga, lanjutnya, pendekatan Stick and Carrot. Pendekatan ini digunakan untuk mem-”peta-konflik”-kan umat Islam. Terjadinya dikotomi antara Islam ‘moderat’ dan Islam ‘garis keras’, betapapun sederhananya, tetap saja akan membingungkan umat Islam secara umum. Bahkan isu ini, jika disikapi secara emosional, dapat memancing pertikaian sesama umat Islam.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.