Header Ads

Inilah Tiga Kekeliruan MUI, atas Pengharaman BBM Bersubsidi

Ada beberapa kekeliruan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sedang mengkaji pengharaman bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk orang kaya.

Kekeliruan pertama, kata Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto, MUI melupakan hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud. Nabi bersabda bahwa air, padang rumput, dan energi merupakan milik bersama dan dikelola secara bersama-sama untuk kesejahteraan rakyat.

Sabda Nabi ini sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (2)cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

"Maka sesungguhnya rakyat kaya dan miskin berhak untuk mendapatkan BBM yang dikelola oleh negara ini, tanpa ada perbedaan," kata Ismail beberapa saat lalu (Rabu, 29/6).


Kekeliruan kedua MUI, kata Ismail, adalah larut dalam istilah subsisdi. Istilah subsidi dari pemerintah layak dipertanyakan. Terkesan pemerintah berbuat baik pada rakyat dengan menyalurkan subsidi. Padahal, pemerintah memang wajib memberikan kesejahteraan. Apalagi sebuah negara dibentuk untuk menjamin kehidupan rakyatnya.

"Kalau pakai istilah subsidi, ini ibarat seorang bapak yang memberi makan pada anak lalu dikatakan makanan tersebut merupakan subsidi. Padahal orang tua memang wajib memberi makanan anaknya," kata Ismail, yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Islam Hamfara.

Kekeliruan ketiga MUI, lanjut Ismail, hanya terfokus pada harga BBM. Padahal akar masalah BBM ada pada kebijakan pemerintah yang menganut sistem ekonomi liberal. Selama ini, 80 persen blok migas yang ada di Indonesia dikuasi oleh asing. Padahal konstitusi Indonesia sendiri menyebutkan bahwa migas harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat.

Lebih parah, konstitusi itu dilabrak oleh pengambil kebijakan di negara ini dengan membuat UU Migas No.22/2001. Dengan UU itu, perusahaan asing disejajarkan dengan BUMN untuk sama-sama bisa menguasai sumber daya alam Indonesia.

"IbarAt bapak, menyiapkan sepiring nasi lalu si anak disuruh berebut dengan anak tetangga untuk meraih nasi tersebut dengan proses tender. Ini bapak yang durhaka," tegas Ismail

Karena itu, kata Ismail, rencana MUI mengharamkan BBM bersubsidi tidaklah tepat karena hanya melihat ujung masalah, bukan akar masalah.

"Harusnya MUI haramkan liberalisasi migas," demikian Ismail. (globalmuslim/al-khilafah.co.cc)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.