Header Ads

TKW (Tenaga Kerja Wanita) TUMBAL DEVISA

Keluarga almarhumah  Ibu Ruyati binti Satubi (54), warga Kampung Srengseng Jaya, Rt 001/003, Desa Suka Darma, Kecematan Sukatani, menyisahkan kekecewaan yang mendalam. Pasalnya, Kementerian Luar Negeri  (Kemenlu) RI tidak transparan terhadap eksekusi (hukuman) pacung yang dilakukan  pihak pemerintah Arab Saudi, pada Sabtu (18/06), pukul 01.00 dini hari. Padahal,  informasi sebelumnya, almarhumah  akan menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan Ibu majikan korban pada Juni 2011.

"Kami merasa kecewa, karena pemerintah tidak memberitahukan langsung akan dilaksanakannya hukuman pancung itu di Arab Saudi. Kami hanya mengetahui kalau bulan Juni 2011 ini, almarhum akan mengikuti  sidang lanjutan kasus itu," sesal Evi (43), salah satu anak kandung almarhum.

Evi mengatakan, kasus Ibu kandungnya ini seharusnya mendapat perlindungan  dari pemerintah hingga tuntas dalam persidangan. Bukan justru, memberitahukan  bahwa almarhum sudah meninggal. "Kami sangat menyesal sekali terhadap ketidakadilan pemerintah yang tidak menuntaskan masalah itu," sesalnya .

Evi menuturkan, sebelum kasus itu terjadi,  ibu majikan Ruyati sering menyiksa Ruyati. “Ibu Ruyati sering dipukul, dilempar maupun ditendang. Hingga menimbulkan patah tulang pada kaki. Namun, tidak ada yang perduli terhadap peristiwa yang dialami almarhum. Saya tahunya dari teman sekerja almarhumah bernama Warni, bahwa almarhumah diperlakukan dengan tidak wajar oleh Ibu majikannya," tambah Evi .

Menurutnya, pihak keluarga sudah meminta almarhumah untuk segera pulang ke Indonesia karena Arab Saudi banyak pelanggaran penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia. Bahkan, keluarga kontak terakhir pada Desember 2010 lalu.

Pihak keluarga kini meminta kepada Kementerian Luar Negeri serta BNP2TKI untuk memproses kepulangan jenasah almarhumah  ke Tanah air untuk dimakamkan di Kampung Ceger, Desa Suka Darma, Kecamatan Sukatani.  Selain itu, juga berharap agar kekurangan gaji yang belum dibayarkan selama tujuh bulan, bisa diberikan kepada pihak keluarga.

Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hukum Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Lisna Yoeliani Poeloengan mengatakan, keluarga TKW Ruyati yang dihukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi akan diberi santunan sekitar Rp 90 juta. Salah seorang keluarga juga akan diajak menjemput jenazah Ruyati ke Mekkah.

Lisna Yoeliani Poeloengan, mengatakan BNP2TKI telah memanggil konsorsium asuransi mitra dana sejahtera dan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) Dasa Graha Utama.

"Dari hasilnya, untuk memenuhi hak almarhumah Ruyati diputuskan PPTKIS dan pemerintah akan menyampaikan uang secara langsung ke keluarga sebesar Rp 90.282.400," kata Lisna di kantornya, Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2011).

Uang itu terdiri dari santuan meninggal Rp 45 juta, 3 bulan gaji yang belum dibayar Rp 5.282.400, tambahan uang duka konsorsium asuransi Rp 20 juta, uang duka dari PPTKIS Rp 10 juta, uang dari Menakertrans Muhaimin Iskandar Rp 5 juta, dan BNP2TKI Rp 5 juta.

Sungguh miris nasib Ruyati, dan sebenarnya masih banyak Ruyati – Ruyati lain di negeri orang yang mengalami nasib tak wajar.  Apa yang mesti dikatakan pada dunia, apakah negeri ini sudah kehilangan malu terhadap rakyatnya sendiri. Dengan begitu banyak kekayaan alam yang melimpah, malah menyisakan luka dan tak mampu menghidupi warganya, dan mereka harus terpaksa meninggalkan keluarganya demi menyambung hidup yang tak pasti, padahal kalau disuruh memilih, pasti Ruyati dan yang lain ingin tinggal bahagia bersama anak, suami dan keluarganya, tetapi mereka harus mengadu nasib, jauh dengan keluarga, dimana mereka tahu resiko yang akan ia terima setelah jauh dari orang – orang terdekatnya yaitu denagan bekerja di Negara lain.

Dipastikan, ini bukan akhir kisah tragis TKI. Pasalnya, terkuak bahwa ratusan TKI lain di berbagai negara juga terancam hukuman sama: mati. Semua pihak pun geram dan marah mendengar ini. Demo menuntut penghentian pengiriman TKI ke Arab Saudi pun mengalir. Apalagi negara tersebut belum mau menandatangani nota kesepakatan dengan pemerintah RI soal perlindungan TKI. Bahkan, warga mengancam sweeping warga Saudi di Tanah Air.

Arab Saudi sebagai representasi negara Islam di dunia saat ini, masih mempertahankan hukuman mati (qishos). Padahal, banyak kalangan menilai hukuman ini tidak manusiawi. Tak ayal, citra (negara) Islam semakin babak belur, setelah isu terorisme dan Negara Islam Indonesia (NII).

Akar Kemiskinan

Kemarahan masyarakat terkait kasus di atas wajar belaka. Sebab, selama ini sudah sangat telanjang, betapa buruknya perlindungan negara terhadap TKI. Mereka terlantar dan terlunta-lunta di negeri orang, sementara tenaganya diperas demi mengalirkan devisa. Sematan “pahlawan devisa” atau “economic hero” hanya pelipur lara, seolah meninggikan derajat mereka. Padahal, hanya duitnya yang dimuliakan. Mereka tak lebih tumbal devisa.

Ironi ini terjadi, karena visi negara untuk menyejahterakan rakyatnya sangat lemah (jika tidak boleh disebut ‘tidak punya’). Semua tahu, persoalan TKI berakar dari kemiskinan, ketidaksejahteraan dan ketidak-adilan. Seandainya masyarakat sejahtera, tercukupi kebutuhan sandang, pangan, papan, disamping pendidikan dan kesehatan murah, niscaya tidak akan ada yang sudi jadi TKI. Ya, seandainya bekerja di dalam negeri gaji cukup, tak akan ada yang rela berpisah bertahun-tahun dengan keluarga serta anak-istri/suami tercinta.
Jahatnya, keadaan ini lantas dimanfaatkan para kapitalis yang memberhalakan materi. Dengan 1001 cara, mereka membujuk, merayu dan menjebak orang-orang miskin yang nyaris putus asa ini dengan seribu mimpi. Pemalsuan dokumen, pengiriman TKI ilegal, hingga perdagangan manusia mewarnai praktik kotor pengiriman TKI.

Nasib kebanyakan TKI memang malang. Mereka yang mayoritas kaum perempuan dipuja bak pahlawan, karena menjadi sumber devisa buat kelangsungan hidup negara yang senyatanya tak bisa dihasilkan oleh keringat hasil kerja para penguasa. Namun di saat yang sama, mereka harus rela menghadapi ketidak acuhan para penguasa akan nasib miris yang menimpa mereka.

Karena itu, kasus serupa Ruyati tidak akan berhenti, selama kemiskinan masih bercokol di negeri ini. Juga, selama pemerintah memandang TKI sebagai aset mendulang devisa dan tidak bertindak tegas atas penjualan manusia dengan modus PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia).
Rakyat bagaikan hidup segan mati tak mau, itulah pepatah yang tepat untuk menggambarkan betapa sulitnya hidup di zaman kapitalisme ini.  Rakyat pun akhirnya menjadi tumbal devisa bagi Negara.  Bukannya memberdayakan potensi yang ada tetapi malah menjual rakyat sendiri sedangkan kekayaan alam dijual ke asing.  Sungguh sangat ironis!

Solusi Yang Pantas

Seharusnya para penguasa Arab paham bahwa Islam memandang kehormatan wanita dan perlindungan terhadap wanita merupakan tanggung jawab penguasa. Hal itu tidak bisa ditawar-tawar lagi baik meski dalam kondisi perang sekalipun.

Kasus yang menimpa para TKW Indonesia selama ini merupakan kesalahan pemerintah karena dibebankannya solusi kemiskinan kepada para perempuan. Padahal menurut syariah Islam, wanita tidak diwajibkan untuk mencari nafkah.

Mempertahankan kapitalisme sebagai sistem hidup dan membiarkan para penjaganya tetap berkuasa tentu bukanlah pilihan logis. Jika ini terjadi, jangan harap berbagai permasalahan TKI yang akarnya adalah kemiskinan ini bisa diselesaikan dengan tuntas. Kaum perempuanpun akan tetap terhinakan dan menjadi korban kapitalisme sebagaimana juga laki-laki. Mereka akan selalu berada dalam kondisi dilematis dalam menjalankan peran-peran mereka. Padahal, Allah SWT telah tetapkan kedudukan mereka dalam posisi yang mulia sebagai ummu wa Rabbatul Bait, ibu dan pengatur rumah tangga, penyangga kemuliaan generasi umat dan arsitek peradaban Islam di masa depan.
Terlebih persoalan TKI hanyalah sebagian kecil dari dampak penerapan sistem kapitalisme ini. Di dalam negeri, jutaan buruh menjerit karena upah yang tak sepadan dengan kebutuhan hidup mereka. Uang rakyat, malah digunakan foya-foya oleh para pejabat korup mereka, sementara itu, para penguasa berasyik masyuk dengan pemimpin para penjajah dan berkonspirasi menambah penderitaan rakyat dengan menandatangani berbagai nota kesepakatan yang mengokohkan penjajahan kapitalisme atas negeri mereka. Pada saat yang sama, para penguasa itupun membiarkan rakyatnya berjalan sendirian, menderita dan menangis sendirian dan meninabobokan mereka dengan janji-janji kosong yang tak lebih hanya untuk pencitraan semata.

Syariat Islam adalah agama yang memuliakan wanita. Begitu pentingnya memperhatikan wanita ini, secara khusus Rosulullah SAW mengingatkan umatnya pada khutbah perpisahan Rosulullah di Arafah dengan berpidato : Takutlah kepada Allah dalam bersikap kepada kaum wanita, karena kamu telah mengambil mereka (menjadi isteri ) dengan amanah Allah dan kehormatan mereka telah dihalalkan bagi kamu sekalian dengan nama Allah.Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isteri kamu dan isteri kamu mempunyai kewajiban terhadap diri kamu. 

Rosulullah juga menyatakan orang mukmin yang sempurna adalah yang memuliakan wanita. Dari Abu Hurairah ra ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik diantara mereka akhlaqnya, dan yang paling baik diantara kamu sekalian adalah orang yang paling baik terhadap istri mereka.

Solusi terbaik adalah kembali ke jalan Islam. Jalan yang menjanjikan kemuliaan manusia sebagai individu maupun umat, melalui penerapan aturan Islam secara kaffah dalam wadah Khilafah Islamiyah. Aturan-aturan Islam inilah yang akan menyelesaikan berbagai persoalan manusia secara adil dan menyeluruh, termasuk masalah kemiskinan berikut dampak turunannya. Dalam sistem ini, para penguasa dan rakyat akan saling menjaga dan mengukuhkan dalam melaksanakan ketaatan demi meraih keridhaan Allah. Tak ada pihak yang dirugikan, termasuk kaum perempuan.  Dan kita tidak menginginkan lagi kasus Ruyati ini terulang lagi, mari bersama kita perjuangkan Kaum Perempuan dengan Islam.  Allahuakbar!!!
Wallâh a’lam bi ash-shawâb

 Oleh: Syifa & Rindy

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.