Header Ads

Dianggap Represif, RUU Kamnas Ditolak Ormas Islam

Jakarta - Sejumlah tokoh ormas Islam menyatakan penolakannya terhadap Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional lantaran bila dikaji lebih cermat, RUU tersebut alih-alih bisa menciptakan keamanan, yang terjadi justru sangat berpotensi menimbulkan ancaman bagi keamanan rakyat.

“Karena RUU ini bisa digunakan sebagai alat represi pemerintah sehingga merugikan hak dan privasi rakyat,” ujar Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto, dalam diskusi Temu Tokoh dan Ormas Islam dalam Kajian UU SJSN dan RUU Keamanan Nasional, Selasa (26/7) siang di Kantor DPP HTI, Jakarta.

Menurut Ismail, banyak definisi yang multitafsir dalam RUU tersebut, di antaranya adalah frasa “ideologi asing”. “Indonesia sendiri tidak memiliki ideologi yang jelas sehingga penilaian terhadap ideologi itu asing atau tidak menjadi absurd,” ujarnya.

Di samping itu, RUU ini membuka peluang penetapan yang subjektif dengan berdalih pada frasa “ancaman potensial”. Alih-alih akan tercipta keamanan nasional, yang justru bakal terjadi adalah terciptanya ketidakamanan nasional karena kehidupan rakyat akan selalu diawasi melalui penyadapan dan penangkapan dengan dalih kemanan nasional.

“Sikap rakyat yang kritis dan berharap perubahan ke arah lebih baik bisa dianggap musuh dan dicap sebagai ancaman,” prediksinya. Oleh karena itu peserta diskusi pun sepakat bahwa RUU ini harus ditolak.

Ismail pun mengajak para peserta diskusi untuk turut berjuang menegakkan syariah dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Lantaran menurutnya, hanya dalam negara yang berbasis akidah dan syariah Islam itulah negara akan benar-benar memberikan rasa aman.

“Karena syariah dengan tegas menjelaskan apa saja yang disebut ancaman dan siapa sesungguhnya yang dianggap musuh!” tegasnya.

Ketegasan negara khilafah inilah, lanjutnya, yang akan menciptakan rasa aman karena rakyat memiliki pedoman yang pasti dan sama dengan pedoman yang dipegang oleh pemerintah. “Rakyat tidak akan khawatir pemerintah menafsirkan semau sendiri secara subjektif pedoman itu sekedar demi mengamankan kekuasaannya,” jamin Ismail.

Selain Ismail, dalam diskusi tokoh tersebut, nampak hadir pula Ichsanuddin Noorsy (Pengamat Kebijakan Publik); Joserizal Jurnalis (Ketua Presidium Mer-C); Bachtiar (Sekjen al-Irsyad); Djauhari Syamsuddin (Ketua Umum Syarikat Islam); Andi Sabarudien (Direktur Eksekutif LSKP); Achmad Subianto (Manta Direktur Utama Taspen); Fikri Bareno (Sekjen al-Ittihadiyat); Azzam Khan (advokat); Ajmain Kombeng (Dewan Masjid Indonesia); Mahladi (Humas PP Hidayatullah); Arim Nasim (Ketua Lajnah Mashlahiyah HTI), dan M Rahmat Kurnia (Ketua Lajnah Fa’aliyah HTI).(mediaumat.com, 27/7/2011)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.