Header Ads

Indonesia Butuh Khilafah

Sesungguhnya, berbagai macam problem yang mendera bangsa ini merupakan dampak diterapkannya sistem kapitalis-sekular. Atas dasar itu, solusi tuntas untuk menyelesaikan problem-problem yang menimpa negeri ini adalah mengganti sistem kapitalis-sekular dengan sistem yang lebih baik. Selama sistem ini belum dilenyapkan, solusi apapun tidak akan pernah berhasil mengantarkan bangsa ini menuju ke arah perbaikan. Lantas, sistem apa yang harus ditegakkan untuk mengganti sistem kapitalis-sekular? Tentu saja Islam. Al-Quran menjelaskan bahwa penerapan Islam secara kaffah akan memberikan rahmat bagi seluruh alam semesta. Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS al-Anbiya’ [21]: 107).

Masalahnya, Islam tidak akan pernah bisa ditegakkan secara sempurna kecuali dengan adanya pemerintahan Islam. Imam Ibnu Taimiyyah di dalam Kitab As-Siyasah asy-Syar’iyyah menyatakan, “Wajib untuk diketahui bahwa adanya kekuasaan yang mengatur urusan manusia termasuk kewajiban agama yang paling agung. Bahkan agama dan dunia tidak akan tegak tanpa adanya (kekuasaan).” (Ibnu Taimiyyah, As-Siyasah asy-Syar’iyyah, 1/168).
Berdasarkan penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa satu-satunya metode syar’i untuk menerapkan syariah Islam secara kaffah pada ranah individu, masyarakat dan negara adalah mendirikan pemerintahan Islam. Syariah Islam telah menetapkan sistem pemerintahan untuk menerapkan Islam secara kaffah, yakni Khilafah Islamiyah; bukan negara teokrasi, kerajaan, republik demokrasi, kekaisaran, federasi, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa solusi tuntas atas problem yang menimpa bangsa dan negara ini adalah menerapkan Islam secara menyeluruh dalam ranah individu, masyarakat dan negara. Adapun metode syar’i untuk menerapkan Islam secara kaffah adalah menegakkan kembali Khilafah Islamiyyah.

Kewajiban Menegakkan Khilafah
Kewajiban menegakkan Khilafah Islamiyah merupakan perkara yang ma’lum[un] min ad-din bi adh-dharurah. Al-Quran, Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas telah menetapkan kewajiban menegakkan Imamah atau Khilafah atas kaum Muslim. Atas dasar itu, ulama dari kalangan Sahabat, Tabi’in, Tabi at-Tabi’in dari seluruh disiplin ilmu bersepakat (ber-ijmak) bahwa menegakkan Khilafah atau Imamah adalah kewajiban. Kewajiban menegakkan Khilafah dan Imamah ditetapkan berdasarkan syariah, bukan berdasarkan ’aqli. Imam An-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii mengatakan:
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ نَصْبُ خَلِيفَةٍ وَوُجُوبُهُ بِالشَّرْعِ لاَ بِالْعَقْلِ، وَأَمَّا مَا حُكِيَ عَنْ اْلأَصَمّ أَنَّهُ قَالَ: لاَ يَجِبُ، وَعَنْ غَيْرِهِ أَنَّهُ يَجِبُ بِالْعَقْلِ لاَ بِالشَّرْعِ فَبَاطِلاَنِ
Para ulama sepakat bahwa sesungguhnya wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang khalifah. Kewajiban ini (mengangkat seorang khalifah) ditetapkan berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal. Adapun apa yang diriwayatkan dari al-Asham bahwa ia berkata, “(Khilafah) tidak wajib”, dan selain Asham yang menyatakan bahwa mengangkat seorang khalifah wajib namun berdasarkan akal, bukan berdasarkan syariah, maka dua pendapat ini batil (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, VI/291).

Di dalam kitab Rawdhah at-Thalibin wa ’Umdah al-Muftin disebutkan:
لاَ بُدَّ لِلأُمَّةِ مِنْ إِمَامٍ يُقِيْمُ الدِّيْنَ وَيَنْصُرُ السُّنَّةَ وَيَنْتَصِفُ لِلْمَظْلُوْمِيْنَ وَيَسْتَوْفِي الْحُقُوْقَ وَيَضَعُهَا مَوَاضِعَهَا.قُلْتُ تَوَلِّي اْلإِمَامَةِ فَرْضُ كِفَايَةٍ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَنْ يَصْلُحُ إِلاَّ وَاحِدٌ تُعَيَّنُ عَلَيْهِ وَلَزِمَهُ طَلَبَهَا إِنْ لَمْ يَبْتَدِئُوْهُ وَاللهُ أَعْلَمُ
Tentu umat wajib memiliki seorang imam yang menegakkan agama, menolong sunnah, menolong orang-orang yang dizalimi, memenuhi hak-hak dan menempatkan hak-hak pada tempatnya. Saya berpendapat bahwa menegakkan Imamah adalah fardlu kifayah. Jika tidak ada lagi orang yang layak (menjadi seorang imam) kecuali hanya satu orang, maka ia dipilih menjadi imam dan wajib atas orang tersebut menuntut jabatan Imamah jika orang-orang tidak meminta dirinya terlebih dulu. Wallahu a’lam (An-Nawawi, Rawdhah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin, III/433).

Kebutuhan Manusia Terhadap Khilafah
Secara obyektif dan empiris, manusia—termasuk di negeri ini—sangat membutuhkan kehadiran kembali Khilafah Islamiyah sebagai solusi untuk mengatasi kehancuran dunia akibat penerapan sistem kapitalis-sekular. Mengapa? Pertama: dunia kini membutuhkan sebuah sistem yang mampu menciptakan kesejahteraan, keadilan dan persaudaraan global. Sistem dunia saat ini, yakni sistem kapitalis-sekular, terbukti berdampak buruk dan destruktif bagi umat manusia di seluruh dimensi kehidupan. Dari sisi ekonomi, kapitalisme telah berprestasi dalam menciptakan kesenjangan pendapatan Dunia Ketiga dengan negara-negara maju, penduduk kota dengan desa, serta menumpuknya kekayaan pada segelintir orang. Akibatnya, kelompok mayoritas dengan pendapatan rendah hidup seadanya dan sulit mengakses fasilitas-fasilitas umum dengan mudah. Pasalnya, daya beli mereka rendah, asset-aset publik dirampas oleh pihak swasta.
Mekanisme pasar yang didengung-dengungkan kaum kapitalis bisa memacu kompetisi pasar dengan berbagai macam dampak baiknya ternyata tersangkut dalam angan-angan belaka. Yang terjadi adalah dominasi si kaya atas si miskin. Sistem moneter berbasis uang kertas yang tidak dijamin oleh emas dan perak nyata-nyata telah membuat ekonomi dunia bagaikan balon yang menggelembung, namun kosong dari isi. Balon itu sewaktu-waktu bisa meletus dan menimbulkan bencana.
Begitu juga sistem pemerintahan demokrasi yang dianggap mampu menciptakan kesejahteraan, ternyata justru menimbulkan problem sosial yang kompleks. Kebebasan yang dipuja-puja hanya menghasilkan seks bebas, dekadensi moral, penggerusan ‘aqidah, alienasi, serta kehancuran keluarga. Di bidang hukum, hukum positif buatan manusia ternyata menjadi wasilah korporasi raksasa untuk menjajah dan mengeruk kekayaan rakyat. Begitu seterusnya.
Hal ini berbeda dengan Khilafah Islamiyah. Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang anti riba, spekulasi, kezaliman dan kecurangan. Pada masa lalu sistem ini telah terbukti secara nyata mampu memakmurkan kehidupan umat manusia. Ddemikian pula jika system ini diterapkan saat ini. Pengelolaan aset-aset umum oleh Negara Khilafah Islamiyah digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Privatisasi harta-harta milik umum akan dilarang. Semua ini membuka jalan selebar-lebarnya bagi Negara Khilafah untuk mensejahterakan rakyat. Sistem moneter yang berbasis emas dan perak juga telah terbukti mampu menciptakan stabilitas moneter dalam kurun waktu yang sangat panjang. Pelarangan spekulasi dan riba dalam transaksi ekonomi telah mendorong ekonomi real pada puncak dinamikanya. Terjadilah mekanisme pasar yang adil, normal dan terkendali. Kemakmuran dan kesejahteraan benar-benar mewujud dalam ranah real, bukan sekadar pada hitungan angka-angka yang tak nyata. Begitu juga dalam sistem-sistem kemasyarakatan yang lain. Syariah Islam yang diterapkan Khilafah Islamiyah jelas lebih unggul dibandingkan hukum buatan manusia yang tidak pernah sempurna.
Kedua: dunia saat ini membutuhkan sebuah sistem kenegaraan yang mampu menjadikan manusia hidup bersama-sama, saling mendukung, saling melengkapi satu sama lain, dan bisa saling berbagi satu sama lain dalam sebuah negara global. Nasionalisme dengan ‘Negara Bangsa’nya jelas-jelas telah gagal menciptakan pola hubungan yang manusiawi. Nasionalisme telah mengakibatkan: (1) peningkatan jumlah negara yang hanya mementingkan dirinya sendiri dengan mengesampingkan bahkan cenderung mengorbankan kepentingan pihak lain serta memicu rasialisme yang bersifat massal; (2) pemecahbelahan umat manusia, bahkan menutup tren dunia global yang saling menopang dan mendukung (Sardar, 1979). Data di lapangan menunjukkan, sejak PD II, 20 juta jiwa hilang karena konflik-konflik yang berdimensi nasionalistik. Ada 29 konflik dari 30 konflik yang terjadi pada dimensi domestik. Di Sovyet lebih dari 20 konflik terjadi dan menelan korban raturan ribu bahkan hingga mencapai jutaan. Nasionalisme—dengan ‘Negara Bangsa’ nya—juga menyebabkan kemunculan biaya-biaya ekonomi yang tidak perlu (seperti biaya paspor dan visa, proteksi, dan lain sebagainya). Ketimpangan distribusi, dan keterhambatan pertumbuhan ekonomi dunia juga diyakini sebagai akibat penerapan model negara-bangsa. Arus barang-barang dan manusia tidak bisa masuk dengan mudah di sebuah negara akibat pemberlakuan tarif-tarif proteksi. Seandainya tarif proteksi ini dihilangkan, tentu arus barang dan manusia akan lebih lancar dan mudah. Beberapa negara yang mencoba mencairkan sekat-sekat bangsanya terbukti bisa meningkatkan pertumbuhan ekonominya.
Selain itu, nasionalisme sendiri berasal dari gagasan orang Kristen dan Yahudi Arab untuk memecah-belah Dunia Islam—yang dulu bersatu di bawah naungan Khilafah Islamiyyah—agar kaum Muslim bertikai satu sama lain. Selain didesain untuk memecah belah persatuan dan kesatuan kaum Muslim, negara bangsa juga ditujukan untuk mempermudah proses penjajahan Barat di Dunia Islam.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa dunia membutuhkan sistem dunia yang mampu mengsubordinasi seluruh bangsa di dunia untuk hidup bersama-sama, saling mendukung, saling berbagi satu dengan yang lain, serta saling membantu sebagai anak manusia yang hidup di dunia, tanpa ada lagi arogansi bangsa maupun teritorial. Cita-cita seperti ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem Khilafah Islamiyah, bukan sistem yang lain.

Metode Menegakkan Khilafah
Syariah Islam telah menjelaskan metode untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Secara ringkas metodenya adalah sebagai berikut:
Pertama, mendidik dan membina masyarakat dengan ‘aqidah dan syariah Islam. Ini ditujukan agar umat Islam menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang Muslim. Dengan pendidikan dan pembinaan ini, seorang Muslim diharapkan memiliki kesadaran bahwa menegakkan syariah Islam dan Khilafah Islamiyah merupakan kewajiban asasi bagi dirinya, dan berdiam diri terhadap ‘aqidah dan sistem kufur adalah kemaksiatan. Kesadaran seperti ini akan mendorong seorang Muslim untuk menjadikan ‘aqidah Islam sebagai pandangan hidupnya dan syariah Islam sebagai tolok ukur perbuatannya. Kesadaran ini akan mendorong dirinya untuk berjuang menegakkan syariah dan Khilafah Islamiyah. Tanpa kesadaran ini, Khilafah Islamiyah tidak pernah akan bisa diwujudkan di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, kesadaran seperti ini tidak akan mendorong terjadinya perubahan jika hanya dimiliki oleh individu atau sekelompok individu belaka. Kesadaran ini harus dijadikan sebagai “kesadaran umum” melalui propaganda yang bersifat terus-menerus. Dari sinilah dapat dipahami bahwa perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah harus berwujud amal jama’i. Dengan kata lain, harus ada gerakan Islam yang ikhlas yang ditujukan untuk membina dan memimpin umat dalam perjuangan agung ini. Dengan kata lain, aktivitas penyadaran yang berujung pada perubahan mutlak membutuhkan kehadiran sebuah partai politik.
Kedua, umat yang telah terhimpun dalam partai politik Islam yang ikhlas ini harus terjun di tengah-tengah masyarakat untuk meraih kekuasaan dari tangan umat. Kekuasaan hanya bisa diraih jika umat rela menyerahkan kekuasaannya kepada gerakan Islam. Adapun cara untuk meraih kekuasaan dari tangan umat adalah terlebih dulu menanamkan mafahim (pemahaman), maqayis(standar perbuatan) dan qana’at(keyakinan/kepercayaan) Islam di tengah-tengah mereka; sekaligus memutus hubungan masyarakat dengan mafahim, maqayis dan qana’at kufur dan pelaksananya. Dengan cara ini, umat akan mencabut dukungannya terhadap sistem kufur dan pelaksananya, lalu menyerahkan kekuasaannya kepada gerakan penegak syariah dan Khilafah dengan sukarela. Hanya saja, prosesi seperti ini harus melibatkan ahlun-nushrah, yakni orang-orang yang menjadi representasi kekuasaan dan kekuatan umat, agar transformasi menuju Khilafah Islamiyah berjalan dengan mudah. Atas dasar itu, gerakan Islam tidak boleh mencukupkan diri pada aktivitas membina umat dan membentuk opini umum tentang Islam belaka, tetapi harus menuju kekuasaan secara langsung dengan menggunakan metode yang telah digariskan Nabi saw, yakni thalabun-nushrah. Pasalnya, thalabun-nushrah (mencari dukungan politik dari ahlun nushrah) adalah jalan syar’i untuk menegakkan Khilafah Islamiyah, bukan yang lain.
WalLahu al-Hadi al-Muwaffiq ila Aqwam ath-Thariq. [Syamsuddin Ramadhan An-Nawiy]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.