Header Ads

Pencabutan Perda Miras Digugat

Kementerian Dalam Negeri mencabut sejumlah peraturan daerah (perda) yang melarang peredaran dan penjualan minuman beralkohol. Sejumlah pihak menentang pencabutan ini.

Salah satu daerah yang dicabut perda pelarangan minuman kerasnya adalah Kota Tangerang. Perda Kota Tangerang Nomor 7 Tahun 2005 tentang pelarangan minuman keras dicabut Kemendagri karena dianggap bertentangan dengan keputusan presiden.


Menanggapi hal ini, Wakil Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah menyatakan keberatannya. “Kalau perlu kita ajukan judicial review,” ujarnya saat ditemui Republika pekan ini.

Menurut Arief, sejauh ini pemberlakuan perda pelarangan minuman keras (miras) berjalan baik-baik saja di Kota Tangerang. Salah satu tujuan pemberlakuan perda ini, menurutnya, untuk menjadikan kotanya lebih berakhlak. Selain itu, menurut dia, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mengupayakan ketertiban dilingkungan warganya.

“Siapa yang mau bertanggung jawab kalau banyak pemuda yang mabuk?” kata Arief.

Bukan hanya Kota Tangerang yang dicabut perda pelarangan mirasnya. Dicabut juga Perda Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol, serta Perda Kabupaten Indramayu Nomor 15 Tahun 2006 tentang Larangan Minuman Beralkohol.

Di Indramayu, ulama bersuara keras soal pencabutan perda pelarangan miras ini. “Kami siap berjuang untuk mempertahankan perda ini,” ujar Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Indramayu, Qoridi Sujai, Jumat (6/1) kemarin.

Ia membandingkan, sebelum perda tersebut diberlakukan, miras mudah sekali dibeli di seantero Indramayu. “Sudah seperti minuman ringan yang bisa diminum kapan pun,” ujar dia. Konsumsi miras, menurut Qoridi, terutama di pesta-pesta hajatan yang menggelar panggung hiburan. Hal ini kerap berujung pada perkelahian masal.

Majelis Ulama Indonesia juga mempertanyakan pencabutan perda pelarangan miras ini. ”Kita sungguh tidak mengerti alasannya. Kalau (pencabutan) itu karena kepentingan industri, ya janganlah,” kata Amidhan kepada Republika , kemarin.

Menurut Amidhan, tidak seharusnya pihak Mendagri mencabut perda semacam itu. Pencabutan itu kontraproduktif terhadap upaya mengatasi kelemahan moralitas yang kini menjadi persoalan serius di negeri ini.

”Kami tentu saja dari MUI sangat menyesalkan pencabutan perda miras ini,” ujar dia.

Amidhan mengatakan, pihaknya akan membahas masalah ini pada rapat pimpinan MUI pekan depan. Dari rapat ini, ditentukan apakah MUI akan menyurati Kemendagri atau tidak soal pencabutan perda ini.

Melanggar Keppres

Kepala Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh Zudan mengatakan, pencabutan ini dilakukan karena perda-perda tersebut melanggar aturan yang lebih tinggi. Yakni, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.

Pihak Kemendagri menafsirkan bahwa melalui Keppres tersebut, peredaran alkohol hanya dibatasi dan tak boleh dilarang secara total di wilayah kabupaten/kota tertentu. “Beberapa perda yang dibatalkan itu, melarang peredaran minuman beralkohol secara keseluruhan,” kata Zudan, di Kantor Kemendagri, Jumat (6/11).

Zudan menyatakan, sejak perda dinyatakan batal maka dalam waktu paling lama 15 hari harus dicabut dan tak diberlakukan. “Konsekuensinya, segala kegiatan yang terkait dengan perda (pelarangan) minuman beralkohol juga harus dihentikan dulu.”

Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek menegaskan, kalau perda yang dibatalkan itu tetap diterapkan, maka bisa menjadi masalah hukum di kemudian hari. Pasalnya, saat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit laporan keuangan pemda, secara otomatis akan terlihat perda-perda pajak dan retribusi apa saja yang menjadi dasar pungutan. (republika, 7/1/2012)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.