Header Ads

BBM Naik dan Pembatasan Harga

Di tengah pro-kontra rencana kenaikan harga BBM ada yang berpendapat bahwa harga barang-barang termasuk BBM adalah adalah ketetapan (takdir) dari ALLAH SWT. Secara utuh mengenai pendapat ini saya kutipkan tulisannya, sebagai berikut:



Sesungguhnya Allah Dzat yang menakdirkan semua harga. Kasus naiknya harga barang, tidak hanya terjadi di akhir zaman. Fenomena ini bahkan pernah terjadi di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebutkan dalam riwayat bahwa di zaman sahabat pernah terjadi kenaikan harga. Mereka pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyampaikan masalahnya. Mereka mengatakan,

يا رسول الله غلا السعر فسعر لنا

“Wahai Rasulullah, harga-harga barang banyak yang naik, maka tetapkan keputusan yang mengatur harga barang.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

إن الله هو المسعر القابض الباسط الرازق وإني لآرجو أن ألقى الله وليس أحد منكم يطلبني بمظلمة في دم أو مال

“Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki, Sang Pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku disebabkan kezalimanku dalam urusan darah maupun harta.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, dan dishahihkan Al-Albani)

Dengan memahami hal ini, setidaknya kita berusaha mengedepankan sikap tunduk kepada takdir, dalam arti tidak terlalu bingung dalam menghadapi kenaikan harga, apalagi harus stres atau bahkan bunuh diri. Semua sikap ini bukan solusi, tapi justru menambah beban dan memperparah keadaan.


Tanggapan:

Sebelumnya perlu kami sampaikan mengenai pengertian beberapa redaksi dalam hadist yang dikutip.

1. Istilah at tas’iir (pembatasan harga oleh pemerintah)
Tas’ir dalam bahasa Arab berasal dari sa’ara (fi’il madhi), yusa’iru (fi’il mudhari’), tas’iiran (mashdar). Artinya menurut pengertian bahasa Arab adalah kesepakatan atas suatu harga (al-ittifaq ‘ala si’rin). (Ibnu Manzhur, Lisanul Arab, IV/35. Dikutip oleh Ahmad Irfah, At-Tas’ir Ahkamuhu Dirasah Fiqhiyah Muqaranah, hlm. 4)

Adapun menurut pengertian syariah, terdapat beberapa pengertian. Menurut Imam  Ibnu Irfah (ulama Malikiyah) :

Menurut Imam Syaukani :

“Tas’ir adalah perintah penguasa atau para wakilnya atau siapa saja yang mengatur urusan kaum muslimin kepada pelaku pasar agar mereka tidak menjual barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu dan dilarang ada tambahan atau pengurangan dari harga itu karena alasan maslahat.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, V/335. Dikutip oleh Ahmad Irfah, At-Tas’ir Ahkamuhu Dirasah Fiqhiyah Muqaranah)
.
Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani :

 “Tas’ir adalah perintah penguasa atau para wakilnya atau siapa saja yang mengatur urusan kaum muslimin kepada pelaku pasar agar mereka tidak menjual barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu, dan mereka dilarang menambah atas harga itu agar mereka tidak melonjakkan harga, atau mengurangi dari harga itu agar mereka tidak merugikan lainnya. Artinya, mereka dilarang menambah atau mengurangi dari harga itu demi kemaslahatan masyakarat.” (Taqiyuddin An-Nabhani , An-Nizham Al-Iqtishadi fil Islam, hlm. 199) 

2. Allah yang menetapkan harga

Artinya Allah yang melonggarkan dan melonjakkan harga barang tanpa dapat ditentang oleh seorang pun (Tuhfatul ahwadzi, 3/433)

Atas dasar redaksi inilah  jumhur ulama dari ulama Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa pembatasan harga hukumnya haram secara mutlak. Ini juga pendapat ulama muta`akkhirin seperti Imam Syaukani dan Imam An-Nabhani. Namun sebagian ulama Hanabilah ada yang mengharamkan secara mutlak seperti Ibnu Qudamah, sementara ulama lainnya ada yang memberikan rincian (tafshil) seperti Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim. Artinya, menurut Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim jika tas’ir mengandung kezhaliman, hukumnya haram. Jika untuk menegakkan keadilan, hukumnya boleh bahkan wajib.( Ibnul Qayyim, Ath-Thuruqul Hukmiyah fi As-Siyasah Al-Syar’iyah, (Riyadh : Maktabah Nazar Musthofa Al-Baz), 1996, hlm. 290-291)

3. Allah yang melapangkan dan menyempitkan
Artinya Allahlah yang melapangkan dan menyempitkan rizki dan yang lainnya terhadap siapa saja yang Dia kehendaki dengan cara yang Dia kehendaki (Tuhfatul ahwadzi, 3/433).

Keyakinan mengenai takdir dalam arti ilmu Allah termasuk keyakinan bahwa Allahlah yang melapangkan dan menyempitkan rizki adalah perkara yang sangat jelas dan mesti diyakini dengan keyakinan yang mutlak (tasdiqul jazm) karena bahwa Allahlah yang menetapkan rizki telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang qath’i.

Akan tetapi keyakinan seperti tidak otomatis menyebabkan berdiam diri atas kezdaliman yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini setidaknya ditinjau dari dua sisi.

Pertama, Pada 1 April 2012 Pemerintah berencana berupakan patokan harga BBM dari Rp 4500,- menjadi Rp 6000,-. Perubahan harga dari satu patokan/pembatasan  ke patokan yang lain sejatinya masih termasuk tas’iir. Jika konsisten dengan keharaman pembatasan harga (tas’iir) mestinya kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM juga harus diharamkan.

Kedua, BBM sejatinya komoditas haram diperjualbelikan kepada rakyat. Karena rakyat adalah pemilik sejati dari komoditas ini (termasuk di dalamnya adala Migas, batu bara, emas, timah, tembaga,dll). Dalilnya adalah:

Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud, Imam An Nasaaiy, dan lain-lain,  menuturkan sebuah hadits bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

الناس شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ

Manusia itu berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api”. [HR Ahmad, Abu Dawud, An Nasaaiy, dll). Dalam hadits yang diriwayatkan Ibn Majah dari Ibn Abbas ada tambahan,”Dan harganya haram”:

المسلمون شركاء في ثلاث في الماء والكلأ و النار وثمنه حرام

“Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput, dan api, dan harganya haram”.[HR. Imam Ibnu Majah]

Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa kaum Muslim berserikat terhadap tiga jenis barang, yakni air, padang rumput, dan api. Kata al-syuraka' merupakan bentuk jamak dari kata al-syarik, berasal dari kata al-syirkah atau al-musyarakah yang berarti khilt [al-milkayn (campuran dua kepemilikan) atau sesuatu yang dimiliki oleh dua orang atau lebih].  Imam Ibnu Mandzur dalam Kitab Lisaan al-’Arab menyatakan:

الشِّرْكَةُ والشَّرِكة سواء مخالطة الشريكين يقال اشترَكنا بمعنى تَشارَكنا وقد اشترك الرجلان وتَشارَكا وشارَك أَحدُهما الآخر ...وروي عن النبي صلى الله عليه وسلم أَنه قال الناسُ شُرَكاء في ثلاث الكَلإ والماء والنار قال أَبو منصور ومعنى النار الحَطَبُ الذي يُستوقد به فيقلع من عَفْوِ البلاد وكذلك الماء الذي يَنْبُع والكلأُ الذي مَنْبته غير مملوك والناس فيه مُسْتَوُون

 “Asy-Syirkah wa al-Syarikah sama saja, yakni mukhaalithah al-syarikain (bercampurnya dua peserikat). Dikatakan, “Isytaraknaa (kami berserikat), maknanya adalah “tasyaaraknaa (kami saling berserikat).Wa qad isytaraka al-rajulaan (dua orang laki-laki berserikat), artinya adalah tasyaaraka (keduanya saling berserikat), dan satu dengan yang lain saling berserikat…Diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Manusia saling berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air, dan api.  Abu Manshur berkata, “Makna al-naar (api) adalah kayu yang digunakan untuk membakar dan ditebang dari tempat yang jauh. Demikian juga air yang berasal dari mata air, dan padang rumput yang tumbuh yang tidak ada pemiliknya, maka, seluruh manusia memiliki hak yang sama di dalamnya..[Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-‘Arab, juz 10/448]

Kata ”al-syurakaa’” dengan makna ”bercampurnya kepemilikan, juga disitir di dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman:

فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ (12)

Jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya”. [TQS An Nisaa’ (4): 12]

Imam al-Baidlawiy menafsirkan frase [Fahum shuraka’ fi tsuluts’] dengan:

{ فَلِكُلّ واحد مّنْهُمَا السدس فَإِن كَانُواْ أَكْثَرَ مِن ذلك فَهُمْ شُرَكَاء فِي الثلث } سوى بين الذكر والأنثى في القسمة

”[Falikulli waahid minhumaa al-sudus fain kaanuu aktsara min dzaalik fahum syurakaa` fi al-tsuluts]: disamakan antara laki-laki dan wanita dalam bagian (perolehan)..”[Imam al-Baidlawiy, Anwaar al-Tanziil wa Asraar al-Ta`wiil, juz 1/435]

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa makna ”syurakaa`” adalah sama-sama memiliki bagian dan andil yang sama.   Tidak disebut ”perserikatan” (syurakaa’) jika orang-orang yang berserikat dalam sebuah perserikatan tidak memiliki kesamaan dan kesetaraan dengan pihak lain dalam urusan yang diperserikatkan.

Walhasil, jika dinyatakan ‘al-muslimun syuraka' fi tsalats’, berarti seluruh kaum Muslim sama-sama memiliki hak, andil, dan bagian yang sama dalam tiga jenis benda yang disebutkan dalam hadits di atas, yakni: air, padang rumput, dan api.

Atas dasar ini maka haram menjadikan BBM sebagai komoditas yang diperjualbelikan kepada rakyat. Jikapun dijual hanya sekedar untuk mengganti biaya produksi dan distribusi. Kesimpulannya BBM tidak termasuk dalam pembahasan hadist yang melarang pembatasan harga di atas.[al-khilafah.org]

Wallahu ’alam bi shawab

Al faqiil ila ALLAH: Wahyudi Abu Syamil

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.