Akil Mochtar: Corby Sangat Tak Layak Dapat Grasi
Hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menilai terpidana kasus narkotika Schapelle Corby tak layak mendapat grasi atau pengurangan masa hukuman selama lima tahun dari Presiden. Pasalnya, menurut Akil, Corby tak berkelakuan baik ketika menjalani hukumannya.
Akil menceritakan, dirinya pernah mendatangi Lapas Kerobokan, Bali, ketika masih menjabat pimpinan Komisi III DPR periode 2004-2009. Saat itu, kata dia, Corby mendapat fasilitas yang berbeda dengan tahanan lain. Selain itu, Corby tak mau bertemu dengan rombongan DPR ketika itu.
“Dia (Corby) tidak menghargai. Pertemuan antarnapi itu dia ngga mau ketemu kita. Artinya dalam perspektif itu dia sangat tidak layak mendapat grasi. Grasi itu kan harus berkelakuan baik dan sebagainya. Ini dia tidak menghargai hukum Indonesia,” kata Akil di Gedung Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2012).
Menurut Akil, pemerintah seharusnya konsisten dalam memberantas kejahatan
internasional, salah satunya narkotika. Pemerintah seharusnya tak memberikan grasi, bahkan remisi kepada napi kasus narkotika.
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan, pemberian grasi untuk Corby jangan ditafsirkan sebagai bentuk pengenduran komitmen pemerintah dalam memberantas narkotika. Grasi itu, kata dia, merupakan penerapan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Marty memberi contoh upaya Pemerintah Indonesia dalam mengurangi hukuman warga negara Indonesia yang terjerat hukum di negara lain, khsusunya terkait kasus narkotika. Setidaknya, kata dia, ada 38 orang WNI yang terbebas dari hukuman mati akibat terlibat kasus narkotika.
“Kami kira langkah dari negara-negara sahabat ini mengurangi hukuman tersebut tidak bisa ditafsirkan sebagai pengenduran komitmen mereka untuk memberantas ancaman narkoba. Ini semata-mata mereka menerapkan prinsip-prinsip kemanusiaan,” kata Marty. [kompas/al-khilafah.org]
Akil menceritakan, dirinya pernah mendatangi Lapas Kerobokan, Bali, ketika masih menjabat pimpinan Komisi III DPR periode 2004-2009. Saat itu, kata dia, Corby mendapat fasilitas yang berbeda dengan tahanan lain. Selain itu, Corby tak mau bertemu dengan rombongan DPR ketika itu.
“Dia (Corby) tidak menghargai. Pertemuan antarnapi itu dia ngga mau ketemu kita. Artinya dalam perspektif itu dia sangat tidak layak mendapat grasi. Grasi itu kan harus berkelakuan baik dan sebagainya. Ini dia tidak menghargai hukum Indonesia,” kata Akil di Gedung Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2012).
Menurut Akil, pemerintah seharusnya konsisten dalam memberantas kejahatan
internasional, salah satunya narkotika. Pemerintah seharusnya tak memberikan grasi, bahkan remisi kepada napi kasus narkotika.
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan, pemberian grasi untuk Corby jangan ditafsirkan sebagai bentuk pengenduran komitmen pemerintah dalam memberantas narkotika. Grasi itu, kata dia, merupakan penerapan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Marty memberi contoh upaya Pemerintah Indonesia dalam mengurangi hukuman warga negara Indonesia yang terjerat hukum di negara lain, khsusunya terkait kasus narkotika. Setidaknya, kata dia, ada 38 orang WNI yang terbebas dari hukuman mati akibat terlibat kasus narkotika.
“Kami kira langkah dari negara-negara sahabat ini mengurangi hukuman tersebut tidak bisa ditafsirkan sebagai pengenduran komitmen mereka untuk memberantas ancaman narkoba. Ini semata-mata mereka menerapkan prinsip-prinsip kemanusiaan,” kata Marty. [kompas/al-khilafah.org]
Tidak ada komentar