Header Ads

Anggap Pemilukada Bukan Pilih Imam Masjid, Said Agil Tolak Figur Calon Harus Islam

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menegaskan, bahwa pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) bukan pemilihan imam masjid yang mengharuskan figurnya beragama Islam.



“Ini pemilihan gubernur, bukan seperti pemilihan imam masjid. Kalau imam masjid memang harus Islam,” katanya usai penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) penanggulangan radikalisme antara PBNU dengan Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII), di Semarang, Minggu (14/10/2012) seperti dilansir Inilah.com.

Pernyataan itu diungkapkan Said Aqil menanggapi aksi Front Pembela Islam (FPI) yang mempersoalkan Wakil Gubernur terpilih Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lantaran tidak beragama Islam.

Padahal, dalam argumen FPI, Wakil Gubernur DKI Jakarta setidak-tidaknya mengelola delapan jabatan yang berkaitan langsung dengan Islam, antara lain Lembaga Bahasa dan Ilmu Alquran (LBIQ) dan Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ).

Kemudian, Badan Amil Infaq dan Shodaqoh (BAZIS), Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan Jakarta Islamic Centre (JIC), sehingga FPI meminta regulasi yang mengatur jabatan wagub di sejumlah lembaga Islam direvisi.

Menurut Said, agama sebaiknya jangan dikait-kaitkan dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, sebab yang terpenting orang-orang yang menduduki jabatan tersebut mampu bersikap adil, dan bukan harus Islam.

“Pemimpin, gubernur dan wakil gubernur ya harus dekat dengan rakyat, harus adil, sederhana, tidak rakus. Tidak bicara agama, kalau milih ketua majelis ulama ya baru ngomong soal itu,” kata Said.

Selain itu, Said juga mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah mendeklarasikan negara agama, negara etnik, maupun negara Islam, melainkan negara madani menjunjung tinggi moral dan etika kemanusiaan.

Dia mengakui, ada konsep Ukhuwah Islamiyah, yakni persaudaraan sesama umat Islam, namun masih ada pula konsep Ukhuwah Wathoniyah, yakni persaudaraan sesama masyarakat sebangsa dan setanah air.

“Keduanya harus dipahami jadi satu. Kalau hanya Ukhuwah Islamiyah, maka kita akan kering, kerdil, dan eksklusif. Sebaliknya, jika hanya menerapkan Ukhuwah Wathoniyah, maka kita akan jadi sekuler,” katanya.

Setelah dua konsep itu, kata Said, ada pula Ukhuwah Insaniyah (sesama bangsa) dan Basyariah (sesama umat manusia) yang harus diimplementasikan untuk mewujudkan dunia yang damai dan tanpa perang.(fq) [eramuslim/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.