Header Ads

Densus Dinilai Tak Cermat dan Hanya Menambah Daftar Musuh

Apa yang dilakukan Detasemen Khusus Antiteror(Densus 88) dalam terkait tuduhan pada 11 orang anggota Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Islami (HASMI) hanya menambah musuh. pernyataan ini disampaikan oleh  Harits Abu Ulya, pemerhati Kontra-Terorisme dan Direktur CIIA. Menurut Harits, kekurang cermatan Densus hanya akan membuat institusi ini menambah daftar musuh.

“Kalau sekiranya benar ada orang-orang HASMI, maka bisa saja itu oknum dan mereka berafiliasi ke Jamaah Islamiyah (JI), karena beberapa orang seperti Abu Hanifah masih terkait dengan Sigit Qordowi (Keluarga Hisbah-Solo). Makanya saya katakan istilahnya oknum,” ujarnya dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke redaksi hidayatullah.com, Senin (29/10/2012).

Hanya saja yan menjadi pertanyaannya, untuk apa nama kelompok ini sengaja dimuculkan?

Menurut Harits, seharusnya Densus bisa menangani lebih profesional tanpa perlu mengaitkan dengan kelompok mana pun. Sebab, dengan menyebut nama kelompok, maka sama saja mengeneralisasi persoalan. Akibatnya, Polri hanya punya pekerjaan rumah (PR) baru  untuk membuktikan apakah benar kelompok baru tersebut eksistensinya untuk melakukan berbagai tindakan teror atau terorisme.

Masalahnya, menurut Harits, pada kasus kejahatan yang senada (extra ordinary crime) semacam korupsi, jika ada yang tertangkap tidak pernah disebut nama partainya atau nama universitas asal tempat dia menimba ilmu?

Menurutnya, kasus ini bisa saja sebuah kesengajaan untuk mendelegitimasi kelompok tertentu.Upaya yang dinilainya ngawur ini semata untuk membangun citra buruk kelompok-kelompok Islam dan aktifisnya. Dan ada kemungkinan tidak berhenti di HASMI. Sebab bisa saja merembet kepada kelompok-kelompok lain dengan modus tertentu yang sama atau beda sama sekali, ujarnya.

“Menurut saya, ini dilakukan oleh aparat bukan faktor kepanikan.Tapi mereka sengaja mau memelihara isu terorisme ini dengan menangkapi banyak aktifis dengan bukti premature bahkan hanya berdasarkan dugaan. Dan merekayasa keterkaitan-keterkaitan dengan kelompok tertentu. Sebuah langkah pre-emptif aparat tapi banyak menabrak rambu-rambu hukum (criminal justice system).”

Dalam pemantauan Haris selama ini, dalam banyak statement yang diungkap Polri atau Densus pasca penangkapan dengan proses dipengadilan ternyata tidak nyambung. Contoh kasus Insinyur dari Cibiru-Bandung yang ditangkap dengan tuduhan mengancam keselamatan Presiden SBY dll, bahkan SBY sempat merespon. Tapi kenyataannya, sampai diproses di pengadilan, dakwaan tidak ada.

Dalam kasus serupa, penangkapan Densus atas kasus orang yang di tangkap di Kalbar dan dibawa ke Jakarta akhirnya dilepas setelah tidak terbukti. Sementara, media dengan gegap gempita sudah mewartakan Densus menangkap terduga “teroris” dan orangpun sudah mencapnya “teroris”. 
 
Dulu adiknya Yosefa bom Mapolresta Cirebon dan wartawan JAT juga jadi korban main tangkap, dan menuruynya, ini sangat menyalahi prosedur hukum. Menurutnya masih banyak kasus serupa lainya.
Media Sepihak

Menurut Harits, perlakukan terhadap orang-orang salah tangkap sangatlah tidak memadai dan kurang manusiawi. Bahkan rehabilitasi atas orang-orang yang salah tangkap tidak pernah dilakukan, kadang cuman dikasih uang 1 juta sebagai ganti rugi kerusakan materiil atau setelah fisik mereka babak belur.

“Apa yang Densus lakukan itu arogan dan itu malah memantik perlawanan-perlawanan sporadis untuk orang-orang yang merasa terdzolimi. Contohlah poso seperti itulah faktanya, mereka orang-orang yang merasa terdzolimi  dan mereka melakukan perlawanan. Apa yang dilakukan Densus88 disadari atau tidak telah menyemai, menumbuh suburkan dan melestarikan aksi teror oleh orang-orang lama maupun yang baru.”

Menurutnya,  tidak salah kalau ada orang yang berkomentar terorisme itu terkesan menjadi isu yang dipelihara.

Karenanya, Harits mengkritik agar Densus lebih professional lagi dan tak lagi mengkait-kaitkan dengan agama dan kelompok tertentu jika ada kasus terjadi.

“Kalau ada orang yang melakukan teror, ya tindak saja karena Islam pun tidak membenarkan hal itu. Dan Densus harus berani bertanggungjawab atas tindakan-tindakan exstra judicial killing selama menjalankan proyek kontra-terorisme.”

Kedua, Harits, juga mengkritik media cetak maupun elektronik, yang dinilai lepas kontrol bahkan sangat semena-mena melakukan penghakiman secara sepihak atas orang-orang yang masih terduga.


Menariknya, para pekerja dan pemilik media itu telah banyak mengambil keuntungan materi dengan tanpa peduli telah melecehkan Islam dan para aktifis pejuangnya. Bahkan secara sengaja membantu untuk membangun persepsi khalayak untuk membenci para aktifisnya.

Ketiga,  pada orang-orang yang merasa terdzolimi, Harits menyarankan untuk berfikir lebih matang. Apalagi untuk menuntut balas atas nama jihad. Karena itu dinilainya hanya kontra produktif dengan misi besar penegakan syariah. Karena itu, sebaiknya mengikuti jalan yang benar dan perlu kiranya kembali merujuk kepada tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.