Makanan Cepat Saji Sebabkan IQ Anak Tidak Berkembang
Satu
studi dari Goldsmiths, University of London, menunjukan anak yang
diberi lebih banyak makanan cepat saji akan memiliki IQ lebih rendah
dari mereka yang secara rutin makan makanan yang baru dimasak.
Nutrisi di masa anak-anak berdampak panjang pada IQ, selain faktor intelejensia dan status sosial. Penelitian dilakukan pada 4.000 anak Skotlandia berusia tiga hingga lima tahun.
Mereka dibagi dalam kelompok "cepat saji dan baru dimasak". Peneliti memeriksa apakah makanan utama yang mereka makan tiap hari berpengaruh pada kemampuan kongitif dan pertumbuhan.
Peneliti Dr. Spohie von Stumm dari Departemen Psikologi Goldsmiths menemukan bahwa orangtua dengan status sosial-ekonomi lebih tinggi lebih sering memberi anak-anak mereka makanan dari bahan-bahan segar, yang akan berpengaruh positif pada IQ.
Status sosial-ekonomi yang lebih rendah berkaitan dengan anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji, berpengaruh pada intelejensia yang lebih rendah.
"Itu adalah hal yang umum ketika tipe makanan yang kita makan akan berpengaruh pada perkembangan otak, namun penelitian terdahulu hanya melihat pada efek dari kelompok makanan tertentu pada IQ anak daripada tipe general makanan," katanya.
"Penelitian ini akan memberikan bukti kuat untuk mendukung banyak kampanye yang bertujuan untuk mengurangi jumlah anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji di Inggris Raya," jelasnya.
"Anak-anak ini menunjukan hasil yang lebih rendah pada tes intelejensia dan seringkali harus berjuang di sekolah. Sekolah yang terletak di daerah yang kurang beruntung harus memberikan makanan yang seimbang pada anak-anak agar mereka dapat mecapai potensi kognitif mereka," katanya, dalam berita Antara.
"Kesegaran dan kualitas makanan lebih penting dari sekadar kenyang, terutama bagi anak-anak yang muda dan masih berkembang," katanya.
Penemuan serupa di Australia pada bulan Agustus. Dalam studi itu, makanan sehat mendorong intelejensia balita. Balita yang mengonsumsi makanan dan minuman manis tidak begitu cemerlang ketika mereka tumbuh dewasa.
Pada usia delapan tahun, anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji memiliki IQ yang lebih rendah hingga dua poin daripada mereka yang makan makanan sehat, berdasarkan studi yang dilakukan di University of Adelaide.
Studi lainnya, dari Amerika, yang dimuat di Journal of Epidemiology and Community Health pada tahun 2010, menunjukan bahwa anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji seperti pizza, keripik kentang, dan biskuit di bawah usia tiga tahun dapat memiliki IQ yang lebih rendah daripada mereka yang makan masakan rumah dengn buah-buahan dan sayuran.
Anak-anak ini diperiksa lima tahun kemudian dan nilai IQ mereka lebih rendah lima poin dari teman-temannya yang makan makanan sehat.
Para peneliti menduga efek negatif makanan cepat saji pada awal hidup mungkin tidak berubah di masa depan karena perkembangan otak terhambat. [hidayatuullah/www.al-khilafah.org]
Nutrisi di masa anak-anak berdampak panjang pada IQ, selain faktor intelejensia dan status sosial. Penelitian dilakukan pada 4.000 anak Skotlandia berusia tiga hingga lima tahun.
Mereka dibagi dalam kelompok "cepat saji dan baru dimasak". Peneliti memeriksa apakah makanan utama yang mereka makan tiap hari berpengaruh pada kemampuan kongitif dan pertumbuhan.
Peneliti Dr. Spohie von Stumm dari Departemen Psikologi Goldsmiths menemukan bahwa orangtua dengan status sosial-ekonomi lebih tinggi lebih sering memberi anak-anak mereka makanan dari bahan-bahan segar, yang akan berpengaruh positif pada IQ.
Status sosial-ekonomi yang lebih rendah berkaitan dengan anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji, berpengaruh pada intelejensia yang lebih rendah.
"Itu adalah hal yang umum ketika tipe makanan yang kita makan akan berpengaruh pada perkembangan otak, namun penelitian terdahulu hanya melihat pada efek dari kelompok makanan tertentu pada IQ anak daripada tipe general makanan," katanya.
"Penelitian ini akan memberikan bukti kuat untuk mendukung banyak kampanye yang bertujuan untuk mengurangi jumlah anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji di Inggris Raya," jelasnya.
"Anak-anak ini menunjukan hasil yang lebih rendah pada tes intelejensia dan seringkali harus berjuang di sekolah. Sekolah yang terletak di daerah yang kurang beruntung harus memberikan makanan yang seimbang pada anak-anak agar mereka dapat mecapai potensi kognitif mereka," katanya, dalam berita Antara.
"Kesegaran dan kualitas makanan lebih penting dari sekadar kenyang, terutama bagi anak-anak yang muda dan masih berkembang," katanya.
Penemuan serupa di Australia pada bulan Agustus. Dalam studi itu, makanan sehat mendorong intelejensia balita. Balita yang mengonsumsi makanan dan minuman manis tidak begitu cemerlang ketika mereka tumbuh dewasa.
Pada usia delapan tahun, anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji memiliki IQ yang lebih rendah hingga dua poin daripada mereka yang makan makanan sehat, berdasarkan studi yang dilakukan di University of Adelaide.
Studi lainnya, dari Amerika, yang dimuat di Journal of Epidemiology and Community Health pada tahun 2010, menunjukan bahwa anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji seperti pizza, keripik kentang, dan biskuit di bawah usia tiga tahun dapat memiliki IQ yang lebih rendah daripada mereka yang makan masakan rumah dengn buah-buahan dan sayuran.
Anak-anak ini diperiksa lima tahun kemudian dan nilai IQ mereka lebih rendah lima poin dari teman-temannya yang makan makanan sehat.
Para peneliti menduga efek negatif makanan cepat saji pada awal hidup mungkin tidak berubah di masa depan karena perkembangan otak terhambat. [hidayatuullah/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar