BP Migas Bubar, Benarkah Kedaulatan Negara atas Migas Pulih?
Oleh : Dr. Arim Nasim, M.Si (Ketua Lajnah Maslahiyyah DPP HTI)
Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 yang berimplikasi pembubaran BP Migas dianggap sebagian kalangan bisa mengembalikan kedaulatan negara atas migas, sementara menurut Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, selaku pemohon menyambut gembira hasil putusan MK ini. Beliau mengatakan: “Perlu kami tegaskan bahwa permohonan ini tidak terkait dengan kepentingan ada atau tidak lembaga atau badan tertentu, tetapi lebih berhubungan dengan sebuah kenyataan bahwa UU migas ini kami rasakan merugikan rakyat, yang seharusnya Indonesia lebih sejahtera dari sekarang,” Benarkah Bubarnya BP Migas berarti berhenti liberalisasi migas ?
Esensi Liberalisasi Migas bukan pada BP Migas
Esensi keberadaan Undang-undang migas adalah untuk mengokohkan liberalisasi sektor migas dengan melepaskan monopoli negara kepada swasta dan ini adanya pada Pasal 9 ayat 1 yang berbunyi : Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh: Badan Usaha Milik Negara; Badan Usaha Milik Daerah; Koperasi; Usaha Kecil; Badan Usaha Swasta. Kata “ dapat” pada pasal 9 ayat 1 inilah yang menyebabkan adanya liberalisasi migas karena ekplorasi migas itu boleh dilakukan oleh BUMN dan swasta yang selama ini dikuasai oleh pemerintah melalui Pertamina. Begitu juga Pasal 10 yang berbunyi : (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. (2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu.
Esensi liberalisasi migas sebenarnya ada di pasal 9 ini, keberadaan BP Migas sebenarnya sebagai konsekuensi dari adanya pasal 9 ini, maka walaupun BP Migas bubar tapi kalau pasal 9 ini tetap ada, maka liberalisasi migas masih tetap eksis. Percuma BP Migas dibubarkan tapi semangat liberalisasi masih ada, ketika BP Migas ini dibubarkan kemudian dibentuk badan di bawah Kementerian ESDM kalau mindset menteri dan wamennya sangat liberal seperti saat ini tidak ada jaminan ekplorasi mogas bisa jatuh ke Pertamina, karena dalam pasl 9 tadi, BUMN dalam hal ini Pertamina sama kedudukannya deengan BUMD, swasta dan koperasi . Ingat Kasus Blok Mahkam yang masih akan di serahkan ke swsta 30 % dan Kasus Blok tangguh yang diserahkan ke British Pteroleum adalah pemikiran didasari oleh liberalisasi.
Karena itu yang harus dibatalkan bukan hanya pasal-pasal yang melindungi keberadaan BP Migas tapi yang harus dibatalkan UU Migasnya dan UU lainnya seperti Undang-undang Minerba serta semua undang-undang produk liberal yang meliberalkan atau memberikan akses kepada swasta untuk mengusai Sumberdaya alam milik rakyat.
Batalkan UU Liberal , Tegakkan Syariah
Minyak bumi dan gas merupakan sumber daya alam yang melimpah sehingga masuk dalam kategori barang milik publik (al milkiyyah al-ammah) yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara secara profesional dan bebas korupsi dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada publik. Dengan demikian ia tidak boleh diserahkan/dikuasakan kepada swasta apalagi asing;
Dari Abyadh bin Hammal: beliau menghadap kepada Nabi saw dan memohon diberikan bagian dari tambang garam yang menurut Ibnu Mutawakkil, berada di daerah Ma’rib lalu beliau memberikannya. Namun tatkala orang tersebut berpaling, seseorang yang berada di majelis beliau berkata : “Tahukah Anda bahwa yang Anda berikan adalah [seperti] air yang mengalir? Maka beliau pun membatalkannya.” (HR. Baihaqy & Tirmidzy)
Begitu juga dalam hadist lain
Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Api, dalam pengertian energi, termasuk minyak dan gas bumi, dengan demikian termasuk milik umum yang harus dikelola oleh negara dengan segenap kewenanganannya sehingga mampu mendistribusikan kekayaan ini dengan sebaik-baiknya kepada seluruh masyarakat.
Rusaknya pengelolaan migas yang liberal di negeri ini berpangkal dari sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi pijakan pemerintah. Dalam sistem tersebut kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha dijamin oleh negara melalui undang-undang. Peran negara diminimalkan dalam kegiatan ekonomi dan hanya diposisikan sebagi regulator. Dengan demikian peluang swasta khususnya asing akan semakin besar dalam menguasai perekonomian negeri ini. Allah swt mengingatkan :
Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk membebaskan rakyat dari sistem Kapitalisme yang terbukti menyengsarakan ini kecuali menerapkan sistem syariah dibawah Khilafah Islamiyyah, sebuah sistem yang bersumber dari Aqidah Islam dan mengatur seluruh urusan masyarakat dengan syariat Islam termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam sehingga memberi rahmat bagi semua, baik muslim maupun non muslim[][www.al-khilafah.org]
Hasil keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 yang berimplikasi pembubaran BP Migas dianggap sebagian kalangan bisa mengembalikan kedaulatan negara atas migas, sementara menurut Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, selaku pemohon menyambut gembira hasil putusan MK ini. Beliau mengatakan: “Perlu kami tegaskan bahwa permohonan ini tidak terkait dengan kepentingan ada atau tidak lembaga atau badan tertentu, tetapi lebih berhubungan dengan sebuah kenyataan bahwa UU migas ini kami rasakan merugikan rakyat, yang seharusnya Indonesia lebih sejahtera dari sekarang,” Benarkah Bubarnya BP Migas berarti berhenti liberalisasi migas ?
Esensi Liberalisasi Migas bukan pada BP Migas
Esensi keberadaan Undang-undang migas adalah untuk mengokohkan liberalisasi sektor migas dengan melepaskan monopoli negara kepada swasta dan ini adanya pada Pasal 9 ayat 1 yang berbunyi : Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh: Badan Usaha Milik Negara; Badan Usaha Milik Daerah; Koperasi; Usaha Kecil; Badan Usaha Swasta. Kata “ dapat” pada pasal 9 ayat 1 inilah yang menyebabkan adanya liberalisasi migas karena ekplorasi migas itu boleh dilakukan oleh BUMN dan swasta yang selama ini dikuasai oleh pemerintah melalui Pertamina. Begitu juga Pasal 10 yang berbunyi : (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. (2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu.
Esensi liberalisasi migas sebenarnya ada di pasal 9 ini, keberadaan BP Migas sebenarnya sebagai konsekuensi dari adanya pasal 9 ini, maka walaupun BP Migas bubar tapi kalau pasal 9 ini tetap ada, maka liberalisasi migas masih tetap eksis. Percuma BP Migas dibubarkan tapi semangat liberalisasi masih ada, ketika BP Migas ini dibubarkan kemudian dibentuk badan di bawah Kementerian ESDM kalau mindset menteri dan wamennya sangat liberal seperti saat ini tidak ada jaminan ekplorasi mogas bisa jatuh ke Pertamina, karena dalam pasl 9 tadi, BUMN dalam hal ini Pertamina sama kedudukannya deengan BUMD, swasta dan koperasi . Ingat Kasus Blok Mahkam yang masih akan di serahkan ke swsta 30 % dan Kasus Blok tangguh yang diserahkan ke British Pteroleum adalah pemikiran didasari oleh liberalisasi.
Karena itu yang harus dibatalkan bukan hanya pasal-pasal yang melindungi keberadaan BP Migas tapi yang harus dibatalkan UU Migasnya dan UU lainnya seperti Undang-undang Minerba serta semua undang-undang produk liberal yang meliberalkan atau memberikan akses kepada swasta untuk mengusai Sumberdaya alam milik rakyat.
Batalkan UU Liberal , Tegakkan Syariah
Minyak bumi dan gas merupakan sumber daya alam yang melimpah sehingga masuk dalam kategori barang milik publik (al milkiyyah al-ammah) yang pengelolaannya harus diserahkan kepada negara secara profesional dan bebas korupsi dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada publik. Dengan demikian ia tidak boleh diserahkan/dikuasakan kepada swasta apalagi asing;
عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ :
أَنَّهُ وَفْدَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَاسْتَقْطَعَهُ
الْمِلْحَ قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ الَّذِى بِمَأْرِبَ فَقَطَعَهُ لَه
فَلَمَّا أَنْ
وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ : أَتَدْرِى مَا قَطَعْتَ لَهُ
إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزِعَ مِنْهُ
Dari Abyadh bin Hammal: beliau menghadap kepada Nabi saw dan memohon diberikan bagian dari tambang garam yang menurut Ibnu Mutawakkil, berada di daerah Ma’rib lalu beliau memberikannya. Namun tatkala orang tersebut berpaling, seseorang yang berada di majelis beliau berkata : “Tahukah Anda bahwa yang Anda berikan adalah [seperti] air yang mengalir? Maka beliau pun membatalkannya.” (HR. Baihaqy & Tirmidzy)
Begitu juga dalam hadist lain
«الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلإَِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ»
Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Api, dalam pengertian energi, termasuk minyak dan gas bumi, dengan demikian termasuk milik umum yang harus dikelola oleh negara dengan segenap kewenanganannya sehingga mampu mendistribusikan kekayaan ini dengan sebaik-baiknya kepada seluruh masyarakat.
Rusaknya pengelolaan migas yang liberal di negeri ini berpangkal dari sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi pijakan pemerintah. Dalam sistem tersebut kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha dijamin oleh negara melalui undang-undang. Peran negara diminimalkan dalam kegiatan ekonomi dan hanya diposisikan sebagi regulator. Dengan demikian peluang swasta khususnya asing akan semakin besar dalam menguasai perekonomian negeri ini. Allah swt mengingatkan :
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
“Dan Allah tidak memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.” (QS: An-Nisa: 141)Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk membebaskan rakyat dari sistem Kapitalisme yang terbukti menyengsarakan ini kecuali menerapkan sistem syariah dibawah Khilafah Islamiyyah, sebuah sistem yang bersumber dari Aqidah Islam dan mengatur seluruh urusan masyarakat dengan syariat Islam termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam sehingga memberi rahmat bagi semua, baik muslim maupun non muslim[][www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar