Header Ads

Kalimantan Timur : Diabaikan Pemerintah, Tuntut Merdeka

Merdeka bukan solusi karena akar permasalahannya adalah sistem yang rusak.
 
Bak petir di siang bolong, tiba-tiba sebagian orang di Kalimantan Timur menuntut merdeka. Ada apa? Usat punya usut, gagasan Kalimantan Timur (Kaltim) merdeka hingga otonomi khusus (Otsus) lahir setelah tidak dikabulkannya gugatan judical review (uji materi) Provinsi Kaltim terhadap Pasal 14 huruf  “e” dan “f”  UU No 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang diprakarsai oleh kelompok yang menamakan mereka Majelis Rakyat Kaltim Bersatu (MRKTB).


Mereka menggugat pasal itu berbunyi: “Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan 15,5% (lima belas setengah persen) untuk daerah.”

Ketua KNPI Yunus Nusi, sebagai penggas Otsus menyatakan ide Otsus dan Kaltim merdeka merupakan langkah terakhir setelah menempuh jalur prosedural yang berakhir kalah. Menurutnya, aspirasi rakyat di bawah tidak bisa dilakukan hanya dengan teoritis dan dialog saja. “Tapi harus dengan tindakan heroik agar lahirlah gejolak sehingga pemerintah pusat akan bergeming,” ujarnya kepada Media Umat.

Kepala Pusat Penelitian SDA Unmul Bernaulus Saragih menyatakan, boleh saja menggugat pemerintah pusat asalkan memiliki dasar yang kuat. Fakta bahwa UU SDA saat ini merupakan buatan kroni-kroni asing agar Indonesia mampu membayar utang.

Bernaulus mengungkapkan, derajat kerusakan SDA Indonesia lebih besar setelah 67 tahun Indonesia merdeka dibandingkan dengan  350 tahun Belanda menjajah Indonesia. “Oleh sebab itu, mana mau pemerintah pusat memberikan bagi hasilnya lebih besar kepada daerah, karena hanya dari SDA lah republik ini bisa membayar utang,” jelasnya saat diskusi Halqah Islam dan Peradaban (HIP) yang diselenggarakan oleh HTI DPD I Kaltim di Kota Samarinda, Ahad (18/11) Hotel Gran Sawit, Samarinda.

Melihat fakta di atas, Ketua DPD HTI Kota Samarinda Hamdani menilai, ini merupakan bukti bahwa negara ini telah gagal memberikan keadilan dan kesejahteraan kepada rakyatnya, walaupun di satu sisi negara ini memiliki SDA yang melimpah.

Ia menuturkan ide otsus atau Kaltim merdeka bukanlah solusi dari permasalahan di atas. “Sebab, masalah utamanya adalah sesungguhnya Indonesia belum merdeka, karena secara realita SDA Indonesia masih dijajah oleh asing,” ungkapnya.

Ketua Lajnah Maslahiyah HTI Arim Nasim yang juga aktif mengamati perkembangan Blok Mahakan di Kaltim menyampaikan,  pemerintah zalim dan mengkhianati rakyat.

Ia beralasan,  penguasa saat ini berada dalam tekanan asing para kapitalis. Salah satu dampaknya adalah lahirlah UU SDA  yang liberal.

“Jadi, akar masalahnya adalah adanya liberalisai SDA di negeri ini oleh  ‘jongos-jongos’ para kapitalis yang tentunya selalu berpihak kepada asing dibanding rakyatnya sendiri. Berbeda dengan Islam, yang menempatkan SDA sepenuhnya milik rakyat, dikelola  sepenuhnya oleh negara dan hasilnya di peruntukkan untuk rakyat pula,” pungkasnya.[leo/fm, mediaumat.com)[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.