Status Baru Palestina : Jebakan Barat untuk Dunia Islam
Oleh : Fika Apriani
Mahasiswa Unpad 2009
Palestina kembali meradang. Setelah mengakhiri pembantaiannya pada 2008 lalu, tepat tanggal 1 Muharram 1434 H, dimana umat di belahan dunia lain sedang bergembira menyambut tahun baru Islam, Israel kembali melakukan penyerangan dan pembantaian terhadap Palestina. Diawali dengan pembunuhan pembesar Hamas, Israel seolah berkata “tidak ada senyum untuk Palestina, cukup hanya air mata saja”
Setelah hampir menginjak penyerangan hari ke 20, rakyat Palestina seolah mendapat angin segar dari dunia karena mulai saat ini Palestina mendapat pengakuan resmi dari PBB setelah 138 negara menyetujui peningkatan status Palestina dari "entitas" menjadi "negara pengamat non-anggota" seperti halnya Vatikan. Dengan ini Palestina bisa mendapatkan pembelaan jika suatu saat nanti kembali mendapatkan penyerangan dari Israel. Harapan lainnya adalah hal tersebut dapat meredakan dan mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina yang terjadi sejak puluhan tahun silam.
Tidak ada makan siang yang gratis. Mungkin kalimat pendek ini harus diingat oleh negeri muslim manapun ketika Barat memberikan sebuah ‘kebaikan’. Hal ini pula yang terjadi ketika voting untuk dukungan Palestina dilakukan. Inggris memiliki syarat ketika Palestina meminta Inggris untuk memberikan dukungan bagi Palestina di PBB. Inggris meminta Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas berjanji tidak akan mengejar Israel atas kejahatan perang dan akan melanjutkan pembicaraan perdamaian dengan Israel.
Perjanjian damai antara Palestina dan Israel tidaklah menguntungkan kedua belah pihak. Palestina hanya sapi perah Israel yang ketika datang dengan baik-baik kepada Palestna tidak lain hanyalah untuk mengambil tanah suci al Quds bukan yang lain. Sejak berdirinya negara Israel hingga saat ini, wilayah Palestina terus menerus berkurang hingga luasny tidak lebih besar dari Pulau Jawa.
Pengakuan dari PBB atas Palestina itu bukanlah solusi bagi Palestina, karena hal tersebut sama saja artinya juga mengakui eksistensi negara Israel atas tanah suci kaum Muslim. Dan PBB bukanlah pelindung Palestina karena sesungguhnya mereka yang ada dibalik PBB adalah negara-negara yang menolak Palestina, Amerika-Israel dan sekutu-sekutunya yang justru menjadi dalang dibalik pembantaian muslim di Palestina.
Inilah cara Barat memalingkan kaum muslim dari meraih kemenanngan yang sebenarnya. Ini pula lah cara Barat untuk semakin menekan riak-riak penegakan syariat Islam yang kini sedang menggaung di berbagai belahan negeri kaum muslim. Barat dan sekutunya takut jika mereka harus kembali berhadapan dengan sosok seperti Sultan Abdul Hamid II, pemimpin Kekhilafahan Utsmani yang dengan tegas menyatakan "Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina), Karena ia bukan miliku. Tanah itu adalah hak umat. Umat ini telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka..Yahudi silahkahkan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Islam dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara Aku hidup, Aku lebih rela menusukan ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islam. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selama kami masih hidup!"
Seperti itulah yang seharusnya dilakukan dan diteriakkan oleh pemimpin negeri kaum muslim dalam membebaskan Palestina, bukan berdamai dengan makhluk yang Allah pun melaknatnya. Sayangnya sosok seperti Sultan Abdul Hamid II memang tidak akan pernah kita temukan di zaman yang semuanya menjadikan Barat sebagai kiblat. Pemimpin negeri-negeri muslim saat ini tidak lebih hanya sebagai boneka yang digunakan Barat untuk memuluskan rencana-rencana busuknya. Sosok Sultan Abdul Hamid II hanya akan kita dapatkan ketika kaum muslimin kembali memiliki sebuah institusi kokoh yang akan menjaga setiap jengkal tanah kaum muslim dari rongrongan kafir Barat, Khilafah Islamiyah. [www.al-khilafah.org]
Mahasiswa Unpad 2009
Palestina kembali meradang. Setelah mengakhiri pembantaiannya pada 2008 lalu, tepat tanggal 1 Muharram 1434 H, dimana umat di belahan dunia lain sedang bergembira menyambut tahun baru Islam, Israel kembali melakukan penyerangan dan pembantaian terhadap Palestina. Diawali dengan pembunuhan pembesar Hamas, Israel seolah berkata “tidak ada senyum untuk Palestina, cukup hanya air mata saja”
Setelah hampir menginjak penyerangan hari ke 20, rakyat Palestina seolah mendapat angin segar dari dunia karena mulai saat ini Palestina mendapat pengakuan resmi dari PBB setelah 138 negara menyetujui peningkatan status Palestina dari "entitas" menjadi "negara pengamat non-anggota" seperti halnya Vatikan. Dengan ini Palestina bisa mendapatkan pembelaan jika suatu saat nanti kembali mendapatkan penyerangan dari Israel. Harapan lainnya adalah hal tersebut dapat meredakan dan mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina yang terjadi sejak puluhan tahun silam.
Tidak ada makan siang yang gratis. Mungkin kalimat pendek ini harus diingat oleh negeri muslim manapun ketika Barat memberikan sebuah ‘kebaikan’. Hal ini pula yang terjadi ketika voting untuk dukungan Palestina dilakukan. Inggris memiliki syarat ketika Palestina meminta Inggris untuk memberikan dukungan bagi Palestina di PBB. Inggris meminta Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas berjanji tidak akan mengejar Israel atas kejahatan perang dan akan melanjutkan pembicaraan perdamaian dengan Israel.
Perjanjian damai antara Palestina dan Israel tidaklah menguntungkan kedua belah pihak. Palestina hanya sapi perah Israel yang ketika datang dengan baik-baik kepada Palestna tidak lain hanyalah untuk mengambil tanah suci al Quds bukan yang lain. Sejak berdirinya negara Israel hingga saat ini, wilayah Palestina terus menerus berkurang hingga luasny tidak lebih besar dari Pulau Jawa.
Pengakuan dari PBB atas Palestina itu bukanlah solusi bagi Palestina, karena hal tersebut sama saja artinya juga mengakui eksistensi negara Israel atas tanah suci kaum Muslim. Dan PBB bukanlah pelindung Palestina karena sesungguhnya mereka yang ada dibalik PBB adalah negara-negara yang menolak Palestina, Amerika-Israel dan sekutu-sekutunya yang justru menjadi dalang dibalik pembantaian muslim di Palestina.
Inilah cara Barat memalingkan kaum muslim dari meraih kemenanngan yang sebenarnya. Ini pula lah cara Barat untuk semakin menekan riak-riak penegakan syariat Islam yang kini sedang menggaung di berbagai belahan negeri kaum muslim. Barat dan sekutunya takut jika mereka harus kembali berhadapan dengan sosok seperti Sultan Abdul Hamid II, pemimpin Kekhilafahan Utsmani yang dengan tegas menyatakan "Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina), Karena ia bukan miliku. Tanah itu adalah hak umat. Umat ini telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka..Yahudi silahkahkan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Islam dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara Aku hidup, Aku lebih rela menusukan ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islam. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selama kami masih hidup!"
Seperti itulah yang seharusnya dilakukan dan diteriakkan oleh pemimpin negeri kaum muslim dalam membebaskan Palestina, bukan berdamai dengan makhluk yang Allah pun melaknatnya. Sayangnya sosok seperti Sultan Abdul Hamid II memang tidak akan pernah kita temukan di zaman yang semuanya menjadikan Barat sebagai kiblat. Pemimpin negeri-negeri muslim saat ini tidak lebih hanya sebagai boneka yang digunakan Barat untuk memuluskan rencana-rencana busuknya. Sosok Sultan Abdul Hamid II hanya akan kita dapatkan ketika kaum muslimin kembali memiliki sebuah institusi kokoh yang akan menjaga setiap jengkal tanah kaum muslim dari rongrongan kafir Barat, Khilafah Islamiyah. [www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar