Aqidah Islam Bukan Aqidah Madzhab
Oleh : Titok Priastomo
Membedakan Antara Aqidah Islamiyah dengan Aqidah Madzhab
“dan berpegangteguhlah kalian dengan tali (agama) Allah dan janganlah kalian saling berpecah-belah”[www.al-khilafah.org]
Membedakan Antara Aqidah Islamiyah dengan Aqidah Madzhab
Akhir-akhir ini kita semakin merasakan
adanya gesekkan antar kelompok Islam dalam masalah aqidah. Masing-masing
kelompok membeberkan berbagai dalil untuk menunjukkan bahwa aqidah
merekalah yang paling shahih seraya memaparkan kesalahan kelompok yang
lain. Tak ayal, mereka pun kemudian saling menyesatkan dan saling
membenci (meski tidak sampai saling mengkafirkan) . Mereka adalah
sebagian kecil dari umat islam yang tenggelam dalam asyiknya membela
sebuah madzhab dan melawan madzhab Islam yang lain.
Madzhab-madzhab tersebut telah menaruh
perhatian yang begitu besar terhadap titik-titik perbedaan pendapat yang
ada di antara mereka. Begitu besarnya perhatian terhadap perbedaan itu
sehingga mereka pun akhirnya tidak mampu lagi melihat persamaan yang
ada. Hampir tidak ada lagi kesadaran bahwa, sebesar apapun perbedaan di
antara mereka, sebenarnya masih ada persamaan yang lebih prinsip.
Persamaan itu adalah “Aqidah Islamiyah” yang sama-sama mereka peluk,
yang menjadi irisan bersama di antara berbagai madzhab tersebut. Ya,
bukankah mereka sama-sama mengakui bahwa berbagai madzhab tersebut masih
muslim dan belum melepaskan pelukkan mereka terhadap Aqidah Islam?
Ya, ada perbedaan antara Aqidah
Islamiyah dengan aqidah madzhab. Aqidah madzhab Asy’ariyah mungkin
berbeda dengan aqidah madzhab salafiyah. Namun, baik Asy’ariyah maupun
Salafiyah keduanya masih memeluk Aqidah Islamiyah, sebab Aqidah
Islamiyah bukanlah aqidah yang menjadi ciri khas madzhab-madzhab islam.
Aqidah Islamiyah bukanlah keunikan yang membedakan sebuah madzhab dari
madzhab islam yang lain (seperti keunikkan aqidah maturidiyah yang
membedakannya dengan asy’ariyyah atau mu’tazilah). Aqidah islamiyah
adalah aqidah yang mengumpulkan seluruh kaum muslimin dalam satu
golongan, yakni umat islam. Aqidah islamiyah adalah keyakinan-keyakinan
yang menjadi garis tipis yang memisahkannya antara orang muslim dengan
orang kafir.
Itulah mengapa baik asy’ariyah,
maturidiyah, wahabiyah, mu’tazilah, dll semuanya masih muslim, asalkan
mereka masih meyakini area aqidah inti yang menyatukan mereka, yakni
aqidah islamiyah, yang tak lain adalah kumpulan masalah-masalah ushul
yang bersifat qath’i, yang diyakini secara pasti oleh seluruh ahli
qiblat, apapun madzhabnya, seperti keesaan Allah, kerasulan Muhammad
saw, keaslian Al-Qur’an sebagai kalamullah, kebenaran surga dan neraka,
eksistensi malaikat, dll.
Lain halnya dengan Ahmadiyah. Kelompok
ini jelas kafir, jika benar bahwa mereka mengingkari salah satu poin
aqidah islam yang pasti, yakni bahwa Muhammad saw adalah nabi yang
terakhir. Keyakinan bahwa ada nabi lagi setelah Muhammad saw merupakan
faktor yang membuat Ahmadiyah tidak lagi bisa dikategorikan sebagai
madzhab Islam. Ia adalah aliran yang telah melampaui batas karena
menentang perkara yang bersifat qath’i (pasti) dalam Islam.
Dengan ini maka jika ada orang yang
ngotot untuk menjadikan masalah dzonniyah yang membedakan madzhabnya
dengan madzhab yang lain sebagai bagian dari Aqidah Islamiyah, tentu
-jika konsisten- dia akan mengkafirkan madzhab lain yang ragu atau tidak
percaya dengan apa yang ia yakini.
Namun faktanya, kita tidak mendengar ada
seorang syaikh dari kalangan “salafi” yang berani mengkafirkan golongan
‘Asy’ariyyah, meski pertentangan di antara mereka tentang sifat-sifat
Allah begitu kerasnya. Artinya, orang salafi pun sebenarnya sadar, bahwa
seorang muslim tidak dapat kafir hanya karena mengingkari madzhab
aqidah mereka, seperti mengingkari kepercayaan bahwa Allah punya
“tangan” dalam arti tangan secara literal, atau “betis”, atau “telapak
kaki” atau “jari-jemari” atau mengingkari “turunnya” Allah ke langit
dunia. Mereka menyadari, bahwa seseorang tidak menjadi kafir gara-gara
mengingkari semua itu. Namun, disisi lain, mereka tidak segan untuk
mengkafirkan kelompok Ahmadiyyah.
Kenyataan tersebut menunjukkan apa yang
tidak mereka katakan, yakni bahwa dalam prakteknya mereka telah
membedakan antara yang qath’i dengan yang dzonni. Mereka sadar bahwa
kepercayaan mengenai Muhammad saw sebagai Nabi terakhir merupakan hal
yang qath’i, sedangkan bahwa Allah punya “tangan” adalah hal yang
dzonni. Itulah mengapa mereka -sebagai mana kita semua- tanpa ragu
mengkafirkan Ahmadiyyah yang meyakini ada nabi lagi setelah Muhammad
saw, dan salafi -sebagaimana kita semua- tidak mentolelir segala bentuk
ta’wil yang diajukkan oleh Ahmadiyah untuk mendukung pendapat mereka
tersebut, itu karena kepastian bahwa Muhammad saw sebagai nabi terakhir
merupakan perkara yang tidak mentolelir ta’wil macam apapun.
Di sisi lain, mereka masih mentolelir
berbagai macam ta’wil atas makna “yadullah” (tangan Allah) yang
diungkapkan oleh Asy’ariyyah, dimana mereka kadang mengartikan yad itu
dengan kekuasaan. Mereka tidak mengkafirkan Asy’ariyah disebabkan karena
pena’wilan mereka itu masih dapat ditolelir.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kita
semua -secara sadar atau tidak- telah memahami tiga hal: satu,
kepercayaan-kepercayaan yang membedakan antara madzhab Islam yang satu
dengan madzhab yang lain itu bersifat dzonni, sebab jika qath’i niscaya
kita tidak akan memberi ruang toleransi sedikit pun bagi adanya
perbedaan pendapat; kedua, madzhab-madzhab yang beraneka ragam itu
sebenarnya masih memeluk inti aqidah yang sama, yakni aqidah Islamiyah,
meski berbeda dalam beberapa masalah yang dzonni. Tiga, Aqidah
yang menentukan keislaman seseorang adalah Aqidah Islamiyah yang qath’i
dan disepakati oleh seluruh ahli qiblat, bukan ciri khas aqidah
Salafiyah, Asy’ariyah atau aqidah madzhab apa pun.
Akhirnya, tanpa bermaksud menghentikan
usaha umat Islam untuk mencari “yang paling benar” di antara
madzhab-madzhab tersebut, saya ingin mengingatkan bahwa sebesar apapun
perbedaan di antara kita, kita tetap harus solid sebagai satu umat,
karena ada ayat yang berbunyi:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“dan berpegangteguhlah kalian dengan tali (agama) Allah dan janganlah kalian saling berpecah-belah”[www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar