Header Ads

Merasa Terganggu, Chevron 'Ancam' Jero Wacik

Beberapa persoalan hukum serta kebijakan di Indonesia saat ini membuat Chevron Pacifik Indonesia (CPI) merasa terganggu. Bila kondisi tersebut tidak berubah di 2013 Chevron 'mengancam' akan menurunkan investasinya di Indonesia, sehingga akan berdampak pada penurunan produksi minyak.

"Ancaman' tersebut diketahui detikFinance melalui beberapa dokumen surat CPI yang ditujukan kepada Kepala Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SK Migas) Jero Wacik yang juga Menteri ESDM.

Dalam surat yang dikirimkan Presiden Direktur Chevron Pacifik Indonesia Hamid Batubara kepada Jero Wacik tertanggal 30 November 2012 isinya akan menurunkan investasi di 8 blok minyak Chevron di Indonesia, apabila mengalami 5 hal.

Kutipan dari surat tersebut :

"Kami mempunyai hak untuk menurunkan investasi yang mengakibatkan penurunan produksi apabila terjadi," tulis Hamid Batubara yang dikutip detikFinance, Kamis (10/1/2013).

"Apabila terjadi perubahan yang besar terhadap iklim investasi di Indonesia, perlakuan kriminalisasi yang berlanjut terhadap aktiviitas-aktivitas yang diatur oleh SK Migas dan ESDM, hilangnnya persetujuan ekspor atau pinalti sebagai akibat BI 13 (aturan Bank Indonesia) dan adanya perubahan-pperubahan yang fiskal sebagai akibat dari GR 79 (soal cost recovery) dan atau apabila kami mengalami penundaan di luar kebiasaan dari persetujuan kontrak dan afe (persetujuan pengeluaran belanja investasi) dikarenakan kegiatan transisi di dalam SK Migas," tulis Hamid.

Sebanyak 8 Blok yang terancam penurunan investasi tersebut tulis Hamid diantaranya Blok Rokan, Blok Rapak, Blok Ganal, Blok East Kalimantan, Blok Makassar Strait, dan Blok West Papua I

Deputi Pengendalian Operasi SK Migas, Gde Pradyana mengakui surat tersebut benar dikirim oleh pihak CPI kepada Kepala SK Migas Jero Wacik.

"Itu surat biasa saja, tidak ada yang istimewa. Tanpa ditulis dalam suratpun kita semua menyadari bahwa investor tentu punya hak untuk menurunkan jumlah investasi. Sama halnya kita juga punya hak untuk membatasi jumlah maupun jenis investasi yang kita butuhkan. Sepanjang itu tidak diperjanjikan di dalam kontrak maka besarnya nilai investasi bukan suatu kewajiban bagi investor," kata Gde pradyana. [detikfinance/www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.