Header Ads

Logika Gendeng


Oleh: Ali Mustofa Akbar
Twitter: @alimustofaakbar

"Waspadalah jika dengar pembicaraan orang yang ngotot solusi buat Indonesia adalah negara Islam. Kemungkinan orang itu adalah teroris. Ada baiknya dilaporkan ke aparat". Ungkapan ini diambil dari tulisan saudara Sutomo Paguci (SP) di Kompasiana tertanggal 16 Maret 2013.



Tulisan bisa dilihat disini: http://polhukam.kompasiana.com/politik/2013/03/16/3/543427/waspada-ciri-teroris-ingin-dirikan-negara-islam.html
Screenshoot artikel ciri teroris [klik untuk memperbesar]

Statement ini jelas tak berdasar. Penulis sepertinya menganut aliran logika gendeng pada tulisannya. Meski menggunakan kata "kemungkinan", tapi upaya generalisir tak bisa ditutupi.

Disebut logika gendeng karena jelas apa yang diutarakan pada awal tulisan itu merupakan kesimpulan prematur yang salah kaprah. Dari situ ada dua kemungkinan. Pertama, orang ini belum paham akan keindahan negara Islam dikarenakan mendapat informasi sebelah dari para pembenci negara Islam. Kedua, atau orang ini jahil. Sudah paham tapi hatinya tertutupi dengan kedengkian.

Beberapa kalangan memang mencoba melakukan monsterisasi terhadap negara Islam (Khilafah) dengan berbagai stigma negatif. Mereka pun berusaha membendung geliat perjuangan mulia ini dengan penyebaran paham sekularisme (memisahkan agama dengan kehidupan publik). Islam dipandang hanya sebatas ibadah ritual spiritual saja tanpa mengatur urusan negara.

Stigma negatif itu salah satunya ialah bahwa pengusung negara Islam adalah teroris. Hal ini jelas kesimpulan prematur. Sebab meskipun andai sampai ada pihak yang ingin mendirikan negara Islam melakukan aktivitas terorisme, hal ini tidak bisa kemudian bisa digeneralisir bahwa pejuang negara Islam adalah teroris dan wajib dicurigai.

Jika menggunakan logika gendeng itu, berarti para pengusung negara demokrasi juga wajib dicurigai sebagai teroris dan harus dilaporkan ke pihak kepolisian. Sebab sebagaimana bisa dilihat, G. W. Bush, misalnya yang nyata-nyata teroris sejati adalah orang yang begitu getol memperjuangkan negara demokrasi.

Perlu diketahui, terlepas dari grand design isu terorisme, sebagian besar umat ini yang menempuh jalur non violence (tanpa kekerasan) dalam memperjuangkan negara Islam. Perjuangan penegakkan negara Islam (khilafah) ini adalah juga sudah mendarah daging di tubuh umat Islam Indonesia sejak semasa sebelum masa kemerdekaan.

Bahkan pasca runtuhnya negara Islam (khilafah) Turki Ustmani tahun 1924, umat Islam Indonesia merespon sigap untuk segera membentuk kembali institusi pemersatu umat dan pelaksana syariah itu. Digelar Kongres Islam Luar Biasa pada tanggal 24-27 Desember 1924 di Surabaya. Kongres ini dihadiri oleh para ulama dan 68 organisasi Islam yang mewakili pimpinan pusat maupun cabang. Ada tiga keputusan yang dihasilkan dari kongres ini. Pertama, wajib hukumnya terlibat dalam perjuangan Khilafah. Kedua, disepakati akan terus didirikan Comite-Chilafaat di seluruh Hindia-Timur (Indonesia). Dan terakhir, diputuskan akan mengirimkan tiga orang utusan sebagai wakil umat Islam di Indonesia ke Kongres di Kairo dengan enam butir mandat yang telah disepakati. Ketiga utusan tersebut adalah Surjopranoto dari Sarekat Islam, Haji Fachroddin dari Muhammadiyah dan K. H. A. Wahab Hasbullah dari kalangan tradisi yang kemudian menjadi salah seorang pendiri NU. (Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1901-1942).

Orang-orang yang menginginkan negara Islam inilah yang justru peduli dengan permasalahan bangsa yang sadar akan problematika bangsa dimana satu-satunya solusi hanyalah Islam. Sebagai konsekwensi iman dan untuk kemaslahatan. Karena sistem sekulerisme yang diterapkan terbukti telah gagal.

Maka saudara SP tak perlu phobia terhadap negara Islam. Apalagi gemetar dengan muktamar Khilafah yang bakal di gelar pada beberapa hari kedepan. Acara ini adalah untuk kebaikan Indonesia. Datanglah dan berdiskusi dengan kami. Semoga anda tidak menggunakan logika gendeng lagi. Wallahu a’lam. [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.