Demokrasi Meminggirkan Peran Ulama
“Demokrasi akan meminggirkan peran ulama karena pendapat ulama
dianggap sebagai bagian kelompok terkecil di dalam masyarakat”. Tegas
KH. Achmad Fauzi dari MUI Jatim dalam acara sarasehan tokoh dengan
mengambil tema “ Peran tokoh dalam perubahan menuju Khilafah” di Asrama
Haji Sukolilo Surabaya pada hari ahad (21/4).
Sekitar ratusan tokoh hadir dalam acara tersebut di antaranya Prof Sam Abede Pareno dosen pascasarjana Unitomo, Drs. Khoirudin M.Ag pengasuh PP Ummul Quro’, Sudarsono S.H mantan hakim MK dan M. Nuslan Jarot ketua Syarekat Islam Surabaya. Acara monolog tersebut disampaikan langsung Rochmat S. Labib ketua DPP HTI, dalam kesempatan tersebut menjelaskan tentang kebobrokan Demokrasi. Labib menyampaikan keterpurukan negeri ini diakibatkan oleh menjalankan azas Demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, Labib mencontohkan bagaimana UU di Indonesia dibuat oleh segelintir orang namun hasilnya mengatur kehidupan seluruh rakyat Indonesia sehingga banyak UU produk DPR dibatalkan oleh MK melalui yudisial review, sedangkan biaya pembuatan UU tersebut tidaklah murah.”Biaya pembuatan UU setiap tahun nilainya meningkat, dan biaya tersebut diambil dari uang rakyat” tegas Labib.
Dalam sesi dialog di antara peserta bertanya kenapa HTI tidak masuk dalam legislatif sehingga peran HTI dapat mengubah secara langsung tidak hanya aksi di jalan. Labib memberikan contoh tentang RUU Ormas di mana RUU tersebut digunakan untuk menjegal ormas-ormas Islam, HTI dengan sekuat tenaga mengadakan aksi di beberapa kota mulai dari Aceh sampai Papua dan hasilnya RUU Ormas ditunda, hal ini menunjukkan untuk mengubah tidak harus masuk menjadi anggota dewan, sebagaimana orang berdakwah di penjara tidak harus menjadi narapidana.
Sekitar ratusan tokoh hadir dalam acara tersebut di antaranya Prof Sam Abede Pareno dosen pascasarjana Unitomo, Drs. Khoirudin M.Ag pengasuh PP Ummul Quro’, Sudarsono S.H mantan hakim MK dan M. Nuslan Jarot ketua Syarekat Islam Surabaya. Acara monolog tersebut disampaikan langsung Rochmat S. Labib ketua DPP HTI, dalam kesempatan tersebut menjelaskan tentang kebobrokan Demokrasi. Labib menyampaikan keterpurukan negeri ini diakibatkan oleh menjalankan azas Demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, Labib mencontohkan bagaimana UU di Indonesia dibuat oleh segelintir orang namun hasilnya mengatur kehidupan seluruh rakyat Indonesia sehingga banyak UU produk DPR dibatalkan oleh MK melalui yudisial review, sedangkan biaya pembuatan UU tersebut tidaklah murah.”Biaya pembuatan UU setiap tahun nilainya meningkat, dan biaya tersebut diambil dari uang rakyat” tegas Labib.
Dalam sesi dialog di antara peserta bertanya kenapa HTI tidak masuk dalam legislatif sehingga peran HTI dapat mengubah secara langsung tidak hanya aksi di jalan. Labib memberikan contoh tentang RUU Ormas di mana RUU tersebut digunakan untuk menjegal ormas-ormas Islam, HTI dengan sekuat tenaga mengadakan aksi di beberapa kota mulai dari Aceh sampai Papua dan hasilnya RUU Ormas ditunda, hal ini menunjukkan untuk mengubah tidak harus masuk menjadi anggota dewan, sebagaimana orang berdakwah di penjara tidak harus menjadi narapidana.
Dalam sesi yang kedua Achmad Labib memaparkan tentang ide Khilafah,
Labib menyampaikan dia pernah ditanya oleh seseorang kewajiban
menegakkan Khilafah, karena dalil penegakan Khilafah tidak ada dalam
Al-Qur’an, Labib menyampaikan dalil apa yang digunakan untuk penentuan
rakaat shalat. “Dalil apa yang digunakan yang digunakan dalam penentuaan
rakaat shalat?”tanya Labib kepada para tokoh, spontan para tokoh
menjawab al hadits, Labib melanjutkan hal ini menunjukkan bahwa kita
tidak bisa memisahkan dalil Al-Qur’an dan Hadits. Dalil yang digunakan
untuk penegakan Khilafah adalah adanya perintah Allah untuk melaksanakan
syariat Islam secara kaffah sehingga yang bisa menjalankan syariat
Islam secara kaffah adalah Khilafah sebagaimana para Khulafaur
Rasyidin.[][htipress/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar