Header Ads

Bagaimana MenyatukanAwal dan Akhir Ramadhan


Menyatukan ‘hari kalender’awal dan akhir Ramadhan seluruh dunia adalah mustahil, karena bumi ini bulatdan berputar, sedangkan untuk menentukan hari harus ditentukan satu garis tertentudi bumi sebagai ‘awal hari’ yang berdekatan dengan daerah yang harus kebagianjatah ‘akhir hari’. Yang mungkin adalah menyatukan awal dan akhir Ramadhan diseluruh bumi dalam ’24 jam yang sama’. Sedangkan yang menakjubkan adalah, dalamsatu daerah waktu, awal dan akhir Ramadhan dilakukan secara berbeda. Dan jelas,itu bukan ’24 jam yang sama’. Contoh kejadian yang sering seperti ini adalah diIndonesia.


Mengapa bisa terjadi sepertiitu di Indonesia? Tidak lain karena beberapa organisasi Islam memiliki kriteriayang berbeda dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. Saya ambil sampel empatorganisasi: Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Nahdhatul Ulama (NU), danHizbut Tahrir (HT). Dua organisasi pertama adalah penganut hisab. Sedangkan duaorganisasi kedua adalah penganut rukyat. Meski sama-sama menggunakan hisab, Muhammadiyahmemiliki perbedaan kriteria dengan Persis. Demikian juga penganut rukyat, yaituNU dan Hizbut Tahrir, berbeda dalam hal rukyat mana yang harus dipakai. Jika NUterbatas pada rukyat lokal, maka Hizbut Tahrir bersandar pada rukyat global diseluruh dunia. Dengan komposisi semacam itu, Muhammadiyah seringkali sepakatdengan Hizbut Tahrir dalam mengawali dan mengakhiri Ramadhan, sedangkan NUsering sepakat dengan Persis.

Untuk tahun ini, prediksinya begini:


Muhammadiyah, karena menganuthisab hakiki wujudul hilal, bahwa asal hilal sudah di atas 0 derajat sudahmasuk bulan baru, sudah menetapkan (jadi bukan prediksi lagi) mulai Ramadhanhari Selasa. Sedangkan Persis, yang merupakan mazhab imkanur rukyat dengankriteria hilal minimal 2 derajat, menetapkan puasa hari Rabu, karena awal hariSelasa bulan belum sampai sekian. NU (yang juga dianut oleh pemerintah)dipastikan memulai puasa hari Rabu juga, karena rukyat yang dilakukan Seninsore menjelang Selasa besok dipastikan tidak akan berhasil melihat hilal.Kalaupun ada yang menyatakan melihat hilal, dipastikan ditolak karena hasil hisabtidak memungkinkan untuk itu. Hizbut Tahrir, sebagai penganut rukyat global,saya prediksi akan memulai puasa bersama dengan Muhammadiyah, karena palingtidak di Cape Town kemungkinan-hilal-bisa-dilihat sangat besar, karena ketinggian hilal mencapai 4 derajat.

Jadi bagaimana? Apakah dalamkonteks Indonesia, persoalan ini bisa disatukan? Jawabannya: Bisa, yaitu denganmembuat keputusan politik. Pemerintah harus memutuskan metode mana yang hendakdipakai, kemudian meminta kepada semua organisasi untuk menaati keputusantersebut.

Jika begitu, bukankah hal ituakan menguntungkan satu pihak dan mengabaikan pendapat pihak lain? Jawabannya:Ya, tentu saja. Justru, salah satu urgensi adanya keputusan politik adalahkarena secara fiqhî pendapat-pendapat yang ada tidak bisa disatukan,sedangkan persatuan dalam persoalan ini adalah penting. Maka harus ada pihakyang harus rela pendapatnya tidak dipilih. Dalam persoalan ini ada kaidah: AmrulImâm yarfa’ul khilâf (keputusan Imam bisa menghilangkan perselisihan).

Hanya saja, keputusan semacamitu akan terlihat aneh jika dilakukan oleh negara yang mengaku ‘bukan negaraagama’ atau ‘bukan negara Islam’. Ngapain negara ikut campur urusanagama? Memangnya negara ini negara agama? Begitu antara lain keheran yangdinyatakan sebagian orang. Saya sendiri juga akan merasa heran: Untuk hal-halyang qath’î saja negara tidak mau cawe-cawe, lah ini masalah ijtihadikok malah mau dicampuri. Oleh karena itu, saya setuju jika negara inidiislamkan saja (dijadikan Khilafah) lebih dulu, supaya keheran semacam itutidak muncul.

Lebih dari itu, dengan menjadiKhilafah, secara praktis perbedaan mengawali Ramadhan in syâ`allah tidak muncul,meskipun kita andaikan secara konseptual tidak perlu disatukan. Penjelasannya begini:

Meski berbeda secara konsepseperti dikemukakan di atas, tetapi kebanyakan organisasi tersebut tidak maukeluar dari apa yang disebut wilâyatul hukmi (daerah hukum). Muhammadiyah,meski memungkinkan ada dua versi dalam mengawali Ramadhan antara bagian baratdan bagian timur, misalnya, tetap akan menyatukan awal Ramadhan karena pertimbangan:masih dalam daerah hukum yang sama. NU dan Persis pun saya rasa setuju denganhal ini, bahwa dalam satu daerah hukum, sudah semestinya Ramadhan dimulai pada hariyang sama (kecuali terkendala teknis alami seperti pada paragraf pertama). Jadi,misalnya Indonesia, Malaysia, dan Afrika berada pada satu wilâyatul hukmi,lalu kemudian terlihat hilal di sana (yang berarti sesuai kriteria NU danHT) karena tinggi hilal sudah empat derat (sangat mungkin dilihat, dan berartisesuai kriteria Persis), maka secara praktis Ramadhan akan dimulai pada hariyang sama oleh Muhammadiyah, NU, Persis, maupaun HT.

Pertanyaannya: Maukah kitamenyatukan neger-negeri kaum muslimin? Semalam menjelang Muktamar Khilafah diYogyakarta beberapa bulan yang lalu, saya bertanya kepada seorang ibu yangkebetulan duduk di sebelah saya sambil menikmati bajigur:

“Ibu, tahu ada acara besok diMandala Krida?”

Ndak. Memangnya adaapa, mas?”

“Ini, bu, kita maumenyelenggarakan Muktamar Khilafah. Isinya, kita ingin mengajak kaum musliminuntuk menyatukan negeri-negeri Islam dalam satu negara.”

Beliau manggut-manggut, sambilbergumam, “Aamiin. Semoga terwujud.”

Sebenarnyalah, secara alami,kaum muslimin itu merindukan persatuan. Ya, semoga segera terwujud.

Miliran, 29 Sya’bân 1434 H/7Juli 2013 [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.