Header Ads

Tak Ada Tempat Buat PSK di Bogor!

Oleh : Gus Uwik
Ketua HTI DPD 2 Bogor

Bogor darurat Syahwat !!! Mungkin sebagian mengatakan berlebih. Namun menurut saya tidak berlebih. Justru itulah realitasnya. Pasca lebaran, tepatnya sabtu (7/9) Satpol PP berhasil menggaruk sembilan PSK (Pekerja Seks Komersial) yang mangkal di Kapten Muslihat dan Pasar Kebon Kembang (Radar Bogor, 9/9/13). Sungguh ironi, setelah satu bulan penuh semua di gembleng agar iman dan takwa nya semakin meningkat, realitas justru menunjukkan sebaliknya. Pasca lebaran seolah-olah ajang ‘pelampiasan’ setelah satu bulan terkekang.



Sebelumnya bogor juga dibuat heboh. Bagaimana tidak? Di bogor terungkap skandal mega prostitusi. Sekitar oktober 2012 terungkap jaringan prostitusi online di Bogor. Dan parahnya ternyata sudah menggurita. Penangkapan ‘bandar ABG’, Hemmud Farchan Ibnu Hasan (HFIH), menjadi kunci terkuaknya praktik prostitusi online di Kota Bogor. Puluhan bahkan ratusan ABG asal kota bogor ‘dijual secara online’. Dan lebih memilukannya lagi, ternyata mucikarinya adalah anak muda yang masih berstatus mahasiswa. Parah…!

Menurut Kabid Humas Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul, terungkapnya jaringan HFIH ternyata bukan babak akhir. Di wilayah Bogor masih terdapat dua sampai empat kasus kejahatan cyber crime (seks online). Mereka memperjualbelikan anak SMA dan gadis di bawah umur dengan mengunakan fasilitas internet dalam melakukan transaksinya (Radar Bogor, 11/10/12).

Ini adalah kasus yang muncul dipermukaan. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa prostitusi seperti gunung es. Sejatinya yang di ‘under ground’ sangat banyak di temu. Baik pelacuran di hotel-hotel berkelas, sehingga tidak bisa di akses oleh aparat hingga pelacuran di pinggir-pingir jalan.

Dalam sebuah sarasehan yang dihadiri oleh tokoh-tokoh bogor mulai dari Ketua MUI Kota Bogor, dari unsur birokrasi, pengamat, Advokat, LSM, Budayawan, Ormas Islam lainnya dan unsur kepemudaan, perwakilan Aisyiah, serta kaum Ibu dan insan pers kota Bogor pada hari sabtu (23/2/13) terungkap bahwa prostitusi juga telah menjalar ke seluruh pelosok bogor. Dalam sarasehan tersebut, salah satu pimpinan redaksi Koran bogor mengatakan bahwa hasil investigasinya menemukan prostitusi berkembang subur mulai dari jalan padjajaran, belakang Masjid Raya Bogor, mall-mall, paledang, dll. Tarif nya pun variatif dari 200-300 rb rupiah per malam. Bahkan di perempatan lampu merah, ada yang bertarif ekonimis sekitar 50-100 rb rupiah per malam. Sungguh mengerikan. Wajar jika saya katakana bahwa ‘Bogor Darurat Syahwat’.

Salah Persepsi

Tatkala di jarring oleh aparat, para PSK sering menjadikan kesulitasn ekonomi sebagai alibinya. Tatkala dihadapkan seperti itu, sering kita menjadi ‘maklum’ dan tidak memberikan pemecahan secara tuntas terhadap permasalahan tersebut. Sebagian masyarakat, atau bahkan pemerintah tatkala memandang persoalan PSK sering salah persepsi.

Sebagian kalangan malah cenderung memaklumi kondisi tersebut. Menurut mereka, inilah harga yang harus dibayar dari semua kesulitan hidup saat ini. Himpitan yang melanda seluruh rakyat baik di desa maupun di kota telah membawa para perempuan yang minim keahlian ini mengeruk rupiah dengan menjual diri. Itulah pekerjaan yang dianggap paling mudah dilakukan, karena nyaris tidak membutuhkan kecakapan khusus. Bahkan, siapa pun bisa melakukannya. Para perempuan penghibur ini pun berdalih bahwa mereka menjual diri hanyalah untuk menyambung hidup, dari pada harus mengemis atau melakukan tindakan kriminal lainnya yang sudah pasti berhadapan dengan aparat. Terlebih –masih menurut mereka- biaya hidup yang dibutuhkan lumayan tinggi, yang tidak mungkin ditutupi dengan pekerjaan seadanya. Maka, pilihan jatuh pada dunia remang-remang. Cara pandang memberikan ‘maklum’, membiarkan, hanya memberikan ‘pembinaan’ dan para pelacurnya tidak dihukum berat adalah kesalahan ‘persepsi’ yang fatal.

Korban Sistem

Diyakini, hadirnya PSK tidak bisa dilepaskan dari buruknya tata kehidupan sekuler-kapitalistik yang saat ini berlaku di masyarakat. Sungguh, kapitalisme telah menyisakan kemiskinan, sementara lapangan pekerjaan pun semakin sempit. Ideologi ini pula yang meniupkan gaya hidup hedonis-materialistik yang membutuhkan biaya besar. Kondisi inilah yang membuat para perempuan nakal ini kehilangan akal sehatnya; bagaimana mencari uang untuk keperluan semua itu.

Ideologi ini juga tidak mampu menegakkan regulasi yang baik untuk memberantas perilaku tidak bermoral tersebut. Pemerintah hanya bisa memberikan himbauan dan penyuluhan tentang berbagai dampak negatif dari kehidupan kelam tersebut. Mereka memang sempat dibina, tapi setelah itu mereka dibiarkan hingga pertumbuhannya semakin subur. Kapitalisme benar-benar menjadi lahan subur bagi profesi rendahan tersebut.

Dengan demikian, persoalan PSK akan selalu ada selama kapitalisme masih bercokol di negeri ini. Selama itu pula para PSK ini akan berlindung dan memanfaatkan kerusakan sistem sebagai alasan untuk meraup keuntungan.

Meski berstatus sebagai korban dari sistem yang rusak, pilihan menjadi PSK tentulah bukan persoalan yang tidak bisa digugat. Artinya, mereka tidak bisa beralasan melakukan pekerjaan tersebut karena keterpaksaan yang dibuat oleh sistem. Sebab, mereka tetaplah manusia yang memiliki pilihan dalam menjalani berbagai aktivitas kehidupan. Mereka akan dimintai pertanggung jawaban atas pilihan aktivitas hidupnya. “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya” (TQS. Al Mudatstsir : 38)

Mempertahankan Ketaatan

Beratnya beban hidup meski disebabkan oleh rusaknya tatanan kehidupan tidak bisa dijadikan alasan untuk mentolerir (membiarkan) siapapun berbuat semaunya sendiri dalam mencari penghidupan. Allah SWT dan Rasul-Nya senantiasa memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa taat kepada-Nya, memenuhi ketetapan-Nya bahkan dalam keadaan bagaimana pun.

“ Bertakwalah kepada Allah bagaimana pun keadaanmu…” (HR. At Turmudzi)

Seorang muslim juga tidak boleh menjadikan kerusakan sistem sebagai alasan darurat yang membolehkan melakukan hal-hal yang diharamkan. Sebab, masalah ini juga tidak termasuk dalam pembahasan darurat yang ada di dalam hukum Islam.

Darurat secara bahasa berarti idhthiraar, yaitu al-ihtiyaaj ila al-syaai (membutuhkan sesuatu). Adapun secara syar’iy yang disebut dengan darurat adalah sebuah keadaan di mana seseorang berada dalam suatu batas apabila ia tidak melanggar sesuatu yang diharamkan maka ia bisa mengalami kematian atau nyaris mati.

Jadi, selama kita masih memiliki pilihan dan tidak berada dalam kondisi darurat sebagaimana definisi di atas, maka kita diharamkan sama sekali untuk melanggar aturan Allah SWT, meninggalkan kewajiban maupun mengerjakan tindak yang diharamkan Allah SWT. Menjadi PSK bukan satu-satunya pekerjaan yang bisa menyelamatkan jiwa mereka. Masih banyak jenis pekerjaaan lain yang bisa dilakukan perempuan, meski dengan kecakapan terbatas.

Memperoleh keringanan dengan menjadi PSK pun tidak bisa diterima. Sebab, keringanan (rukhshoh) merupakan hak Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Dan tidak ada satu pun nash yang menunjukkan bahwa perbuatan menjual diri (menjadi PSK) merupakan keringanan bagi seseorang dalam mencari penghidupan. Sampai kapan pun pekerjaaan ini merupakan keharaman.

Melacur adalah perbuatan zina yang amat keji. Allah SWT telah melarangnya dengan sangat tegas. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Israa’[17] : 32).

Perempuan yang tidak mengambil keuntungan materi (upah) dari berzina saja dikatakan telah berbuat keji. Apalagi jika dari perbuatan tersebut mereka mengambil keuntungan (materi). Sungguh, ini adalah kekejian yang amat berat.

Mengerahkan kemampuan

Semestinya meninggalkan keharaman semacam zina atau profesi sebagai PSK adalah perbuatan yang tidak membutuhkan upaya yang besar, karena sifatnya hanya meninggalkan (bukan mengerjakan). Karena Rasulullah Saw mengisyaratkan bahwa pengerahan kemampuan sebenarnya lebih diperlukan untuk melaksanakan berbagai bentuk perintah Allah dan Rasul-Nya dari pada untuk menghindari keharaman. Nabi Saw pernah bersabda :

“Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan sekuat kemampuan kalian…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semestinya hal ini bisa menjadi motivasi para pekerja seks ini, bahwa tidak sulit meninggalkan keharaman. Apalagi semua aturan Allah SWT pada dasarnya mampu dilaksanakan oleh manusia.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” [TQS. Al-Baqarah [2]:286].

Ayat ini menegaskan bahwa aturan Islam tidak memberatkan manusia. Maka mustahil Allah SWT menurunkan aturan yang tidak mampu dipikul manusia. Oleh karena itu, apapun alasannya memilih menjadi PSK adalah tindakan tercela. Meski kondisi amat menghimpit, sesungguhnya masih banyak pilihan pekerjaan lain yang bisa menyelamatkan kehidupannya.

Allah SWT memerintahkan kaum muslim agar bersabar dalam segala keadaan. Sikap sabar dalam menghadapi tantangan hidup adalah dengan tetap berpegang teguh di jalan Allah SWT dan tidak mau tergoda bujuk rayu syaitan untuk mengikuti jalan-jalan keburukan. Sungguh Allah SWT mencintai orang-orang sabar.

Sungguh ironi, Bogor bertabur perempuan berprofesi PSK. Meski tidak mendominasi namun peningkatan jumlahnya pasca lebaran memiriskan hati, di kemanakan Ramadhan bagi para perempuan nakal ini? Juga bagi penyelenggara pemerintahan di kota bogor ini; tidakkah Ramadhan menjadikan kita lebih tegas terhadap semua bentuk kemaksiyatan kepada Allah SWT? Bukankah Ramadhan seharusnya membawa perubahan ke arah lebih baik? Mengapa profesi ini justru tumbuh?

Bogor dengan motto BERIMAN harus segera diselamatkan dari darurat syahwat. Menurut saya, hanya dengan syariat Islam bisa teratasi secara tuntas persoalan PSK diatas. Insya Allah. [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.