Mariyah, Gadis 15 Tahun Tahanan Termuda di Penjara Mesir
Mariyah Al – Metwalli Samaha dijatuhi hukuman selama satu tahun penjara dan didenda sekitar $ 2.800 US.
Aliansi yang mendukung presiden terpilih Mesir Mohammed Morsi menganggap keputusan yang dikeluarkan hari Kamis terhadap seorang siswa berusia 15 tahun, dengan menghukumnya satu tahun penjara , sebagai “contoh penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh rezim militer atas nama hukum.”
Pengadilan Anak di Gubernuran Dakahlia (di Delta Nil) mengeluarkan keputusan hukuman itu pada hari Kamis terhadap siswa berusia 15 tahun, Mariyah Al – Metwalli Samaha, satu tahun penjara dan denda sebesar EGP 20.000 (sekitar $ 2.800 US) atas tuduhan kepemilikan selebaran bertanda Rabaa selama partisipasinya dalam demonstrasi yang mendukung Presiden Morsi.
Jaksa menuduhnya dengan dakwaan menghasut kerusuhan, menjadi anggota kelompok terlarang (Ikhwanul Muslimin), dan melakukan demonstrasi tanpa izin. Kasusnya dialihkan ke pengadilan anak-anak, menurut sumber-sumber hukum.
Setelah putusan itu dikeluarkan, Mariyah menjadi perempuan Mesir termuda yang dijatuhi hukuman penjara karena partisipasinya dalam protes menentang penguasa militer.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Aliansi dijelaskan vonis terhadap siswa SMA itu sebagai hukuman keras dan “aib bagi peradilan Mesir”, sambil menambahkan bahwa “kalimat seperti itu hanya akan meningkatkan tekad rakyat Mesir untuk mengalahkan rezim kudeta.”
Menurut sumber-sumber hukum, putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan anak-anak di Dakahlia tunduk pada banding, tempat dimana pengacara gadis itu berharap dapat melakukan banding.
Perlu dicatat bahwa pengadilan Mesir di kota Alexandria telah mengeluarkan putusan hukuman kepada 14 gadis pendukung Morsi selama 11 tahun dan satu bulan penjara November lalu, serta mengirim tujuh gadis-gadis lain untuk tahanan anak karena fakta bahwa mereka masih di bawah usia legal 18 tahun, dengan tuduhan itu, menurut pengamat dan aktivis, merupakan hal yang tidak berdasar.
Ketika itu, putusan tersebut memicu kritik dari organisasi HAM internasional dan lokal sebelum akhirnya putusan itu diveto bulan Desember lalu dan dikurangi dari 11 tahun menjadi satu tahun penangguhan, sedangkan tujuh anak di bawah umur dibebaskan. [middleeastmonitor/htipress/www.al-khilafah.org]
Aliansi yang mendukung presiden terpilih Mesir Mohammed Morsi menganggap keputusan yang dikeluarkan hari Kamis terhadap seorang siswa berusia 15 tahun, dengan menghukumnya satu tahun penjara , sebagai “contoh penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh rezim militer atas nama hukum.”
Pengadilan Anak di Gubernuran Dakahlia (di Delta Nil) mengeluarkan keputusan hukuman itu pada hari Kamis terhadap siswa berusia 15 tahun, Mariyah Al – Metwalli Samaha, satu tahun penjara dan denda sebesar EGP 20.000 (sekitar $ 2.800 US) atas tuduhan kepemilikan selebaran bertanda Rabaa selama partisipasinya dalam demonstrasi yang mendukung Presiden Morsi.
Jaksa menuduhnya dengan dakwaan menghasut kerusuhan, menjadi anggota kelompok terlarang (Ikhwanul Muslimin), dan melakukan demonstrasi tanpa izin. Kasusnya dialihkan ke pengadilan anak-anak, menurut sumber-sumber hukum.
Setelah putusan itu dikeluarkan, Mariyah menjadi perempuan Mesir termuda yang dijatuhi hukuman penjara karena partisipasinya dalam protes menentang penguasa militer.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Aliansi dijelaskan vonis terhadap siswa SMA itu sebagai hukuman keras dan “aib bagi peradilan Mesir”, sambil menambahkan bahwa “kalimat seperti itu hanya akan meningkatkan tekad rakyat Mesir untuk mengalahkan rezim kudeta.”
Menurut sumber-sumber hukum, putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan anak-anak di Dakahlia tunduk pada banding, tempat dimana pengacara gadis itu berharap dapat melakukan banding.
Perlu dicatat bahwa pengadilan Mesir di kota Alexandria telah mengeluarkan putusan hukuman kepada 14 gadis pendukung Morsi selama 11 tahun dan satu bulan penjara November lalu, serta mengirim tujuh gadis-gadis lain untuk tahanan anak karena fakta bahwa mereka masih di bawah usia legal 18 tahun, dengan tuduhan itu, menurut pengamat dan aktivis, merupakan hal yang tidak berdasar.
Ketika itu, putusan tersebut memicu kritik dari organisasi HAM internasional dan lokal sebelum akhirnya putusan itu diveto bulan Desember lalu dan dikurangi dari 11 tahun menjadi satu tahun penangguhan, sedangkan tujuh anak di bawah umur dibebaskan. [middleeastmonitor/htipress/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar