Header Ads

Demokrasi Menjadikan Kekufuran Sistemik

Demokrasi Menjadikan Kekufuran Sistemik

Oleh Hanif Kristianto
Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur

Perdebatan demokrasi tiada habisnya. Pro dan kontra senantiasa terjadi. Tak pelak demokrasi diidentikan dengan sistem politik yang modern dan manusiawi. Di sisi lain, sesungguhnya sistem ini terlalu lampau muncul di masa filusuf Yunani. Perdebatan pun muncul di kalangan agamawan. Khususnya umat Islam.



Seiring waktu, demokrasi diidentikan dengan Islam. Begitu pula Islam identik dengan demokrasi. Hal ini muncul diakibatkan umat Islam masih kabur dalam memahami politik. Selama ini politik yang dipahami adalah cara untuk meraih kekuasaan. Sejarah pun membuktikan di negeri ini. Partai dan politisi Islam terus dihambat untuk menenetukan wajah negeri ini. Masa orde baru pun, sikap penguasa begitu membatasi gerak politik Islam. Karena kekhawatiran kemunculan negera Islam. Meski saat ini partai dan politisi Islam mendapat tempat. Harus berhati-hati ketika masuk di alam demokrasi. Mengingat demokrasi tidak akan memberikan peluang untuk aktualisasi politik Islam. Jika pun ada, pasti ada beberapa hal yang diamputasi.

Hal pelik yang belum disadari dari demokrasi adalah perdebatan terkait demokrasi sistem kufur. Apakah benar demokrasi sistem kufur? Inilah yang perlu dijawab saat ini. Untuk membuktikannya, akan diurai beberapa indikasi bahwa demokrasi menyebabkan kekufuran sistemik. Yang perlu diingat, demokrasi sesungguhnya berlandaskan kebebasan. Maka apa pun yang dilakukan tidaka ada standar yang jelas. Semuanya sah-sah saja. Asal tidak mengganggu kepentingan orang lain.

1. Kufur dalam Membuat Aturan

Ide dasar demokrasi memisahkan agama dari kehidupan. Nilai-nilai agama memang tidak terkandung dalam demokrasi. Karena memisahkan dari agama. Maka semuanya diatur berdasar kecerdasan akal manusia. Padahal akal manusia itu terbatas. Jika manusia diminta membuat aturan. Pasti akan menguntungkan dirinya sendiri, kelompok, dan mengekalkan aturan rusak.

Demokrasi itu kufur bukan karena konsepnya bahwa rakyat menjadi sumber kekuasaan. Melainkan karena konsepnya bahwa manusia berhak membuat hukum (kedaulatan di tangan rakyat). Kekufuran demokrasi dari segi konsep kedaulatan tersebut sangat jelas. Sebab menurut Aqidah Islam, yang berhak membuat hukum hanya Allah SWT, bukan manusia (QS Al-An’am [6]: 57). Itulah titik kritis dalam demokrasi yang sungguh bertentangan secara frontal dengan Islam. Memberi hak kepada manusia untuk membuat hukum adalah suatu kekufuran. Firman Allah SWT (artinya) :

"Barangsiapa yang tidak menetapkan hukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir." (QS Al-Maa`idah [5] : 44)

Badan legislatif dalam sistem demokrasi bertujuan untuk membuat undang-undang. Fakta yang terjadi, UU yang ada biasanya ada tim perumus ataupun dalam bentuk jadian. Karena sebelumya ada tim dari pakar, intelektual, dan ahli hukum yang menyusun UU. Badan legislatif hanya mengetok palu dan melakukan hearing baik sesama anggota ataupun dengan masyarakat.

UU yang dihasilkan pun sering tidak pro kepada rakyat. Mengingat ada kepentingan di balik UU. Kepentingan bisnis, korporasi, kapitalis, dan penguasa yang pro kepada mereka. Contoh UU yang dihasilkan dan tidak pro-rakyat: UU Minerba, UU SDA, UU SJSN, UU BPJS, UU Anti-Teror, dan RUU yang masih digodok dalam program legislasi nasional. Maka apakah tidak pernah terpikirkan oleh kita, bahwa para anggota dewan menetapkan UU yang bertentangan dengan syariah?

2. Kufur dalam Beraqidah

Hal menarik menjelang Pileg dalam demokrasi adalah kegiatan caleg. Banyak caleg yang datang ke paranormal. Ada juga yang melakukan hal mistik sebagai intrik politik. Paranormal kondang, Ki Joko Bodo mengaku tidak heran ada caleg yang mandi di sungai, cari petunjuk, dan aktifitas ritual lainnya. Misalnya dengan melakukan ritual tertentu yang bersifat mistik. Diantaranya banyak Caleg berdatangan ke Alas Ketonggo (Srigati) yang terletak di Desa Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Mereka datang ke Alas Ketonggo untuk menggelar ritual doa dan mandi di Sungai Tempuk yang ada di tengah hutan jati itu. Tujuannya agarCaleg mendapatkan suara terbanyak dan terpilih jadi anggota Dewan (www.tribunnews.com).

Jika hal itu terjadi, maka yang tergadaikan adalah aqidah. Kepercayaan ini muncul, karena alam demokrasi membebaskan semuanya. Meskipun seorang muslim, ketika mereka melakukan hal yang menyimpang dari aqidah dianggap tidak bermasalah. Selain berkunjung ke paranormal, ada ritual khusus dengan mendatangi makam-makam keramat. Biasanya makam orang yang pernah menjadi penguasa di masa lampau.

Jelaslah demokrasi merusak aqidah umat Islam. Padahal konsekuensi dari aqidah adalah ketaatan kepada Allah swt. Tanpa menyekutukan Allah swt sebagai pencipta manusia.

3. Kufur dalam Bertindak

Ketika bersandar pada aturan yang tidak bersumber dari wahyu Allah swt. Manusia pun tidak lagi taat kepada Allah swt. Seharusnya manusia bersyukur kepada Allah swt. Mengingat Allah swt yang menciptakan dunia, manusia, dan alam semesta. Maka ketika manusia ini hidup di bumi Allah swt, berarti ketundukan hanya kepada syariah-Nya.

Tindakan manusia ketika tidak diatur dengan Syariah, maka manusia bebas berlaku. Kerusakanlah yang didapat. Kehidupan pun semakin rusak. Lantas, apakah aturan sistem ini masih layak dipertahankan dalam kehidupan?

Khatimah

Umat Islam seharusnya menyadari bahwa Demokrasi merupakan sistem yang merusak secara sistemik. Umat harus sadar bahwa Islam mempunyai sistem yang khas dalam metode kehidupan. Karena Islam berasal dari Allah swt, Dzat yang menciptakan alam semesta, manusia, dan kehidupan.
Umat harus sadar bahwa penggagas demokrasi sendiri merasa sudah ‘emmoh’ dengan demokrasi. Berikut beberapa kutipannya:

“demokrasi itu penuh sesak dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara. Dan setiap orang dapat berbuat sesuka hatinya. Kebebasan itulah yang membawa bencana bagi negara dan warganya. Karena kebebasan yang demikian itu akan melahirkan anarki, dari anarkilah tercipta tirani. Oleh sebab itu dapatlah dikatakan bahwa demokrasilah yang merangsang dan menyebabkan tirani” (Plato dalam Republic, Dr. JH. Rapar, Th.D., Ph.D, Filsafat Politik Plato , hlm 102).

“Ingatlah, demokrasi tidak akan bertahan lama. Ia akan segera terbuang, melemah, dan membunuh dirinya sendiri. Demokrasi pasti akan bunuh diri. Demokrasi akan segera memburuk dan anarki." (The Works of Jhon Adams, ed. Charles Francis Adam, vol.6, p.484)”

Jelaslah demokrasi bertentangan dengan Islam. Pengambilan sistem demokrasi sebagai pilihan politik pasti keliru. Lantas, apa alasan bagi para pendukung demokrasi untuk masih mempertahankannya? Saatnya umat ini kembali ke pangkuan sistem politik Islam dalam bingkai Khilafah. Inilah jalan baru untuk mengentaskan keterpurukan umat dari sistem rusak demokrasi. Wallahu a’lam. [www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.