Innalillahi…, Jokowi jadi Calo Perusahaan Listrik Asing
Karena beralasan selama ini distribusi listrik dimonopoli PLN sehingga harus dirombak, Presiden Jokowi dinilai Konfederasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Ahmad Daryoko sebagai calo (brocker) bagi perusahaan listrik asing.
“Presiden Jokowi hanya berposisi sebagai brocker bagi General Electric, HBB, Siemens, Alstom, Hyundai, China Electric dll, bukan penerus cita-cita founding fathers dengan Visi Trisakti dan Nawacita, padahal “jualan” saat kampanye adalah itu jargonnya,” ungkap Daryoko dalam status di jejaring sosial Facebook-nya, tadi malam.
Seperti diberitakan The Wall Street Journal, 8 Desember lalu, Presiden Joko Widodo akan segera merombak Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang selama ini menikmati monopoli distribusi listrik di Indonesia. “Bulan ini, PLN,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Daryoko, Jokowi perlu berkaca ke belakang tentang keberadaan PLN yang berfungsi utama sebagai kewajiban pelayanan umum (PSO, Public Service Obligation), yang awalnya dibentuk Bung Karno/Bung Hatta pasca Kemerdekaan. “Sebagai pelaksana infrastruktur kelistrikan! Bukan untuk bisnis!” tegas Daryoko.
Awalnya pada abad ke 19 perusahaan listrik dikuasai oleh perusahaan perusahaan asing seperti NV: NIGM, ANIEM,GEBEO, EBALOM dsb yang berorientasi bisnis, yang tentunya sangat mahal harganya. Kemudian Bung Karno/Bung Hatta berpikir, bagaimana caranya menggerakkan roda ekonomi kalau tenagalistriknya saja dikuasai asing. “Padahal kalau Indonesia mau maju, perusahaan energi (listrik dan minyak) harus dikuasai sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi.
Akhirnya perusahaan-perusahaan asing tersebut dinasionalisasi menjadi Perusahaan Listrik dan Gas Negara dan dimonopoli oleh negara. Artinya memang semangatnya adalah monopoli, tetapi bukan dalam rangka bisnis (profit oriented) tetapi dalam rangka pelayanan (benifit oriented) dengan tujuan memajukan fasilitas umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dll, seperti yang diamanatkan Pembukaan UUD 45. “Bukan monopolinya orang dagang!” ujarnya.
“Nah kalau kemudian Presiden Jokowi berpendapat bahwa PLN selama ini memonopoli sektor ketenagalistrikan, berarti mind set atau visi beliau bertentangan dengan Bung Karno yang notabene sesembahan beliau/Megawati/PDIP. Artinya, Presiden Jokowi melihat bahwa sebenarnya PLN adalah ladang bisnis yang menggiurkan! Cara pandang seperti ini adalah cara pandangnya NEOLIB yg di sponsori AS!,” pungkasnya.(mediaumat.com, 20/12/2014)[www.al-khilafah.org]
“Presiden Jokowi hanya berposisi sebagai brocker bagi General Electric, HBB, Siemens, Alstom, Hyundai, China Electric dll, bukan penerus cita-cita founding fathers dengan Visi Trisakti dan Nawacita, padahal “jualan” saat kampanye adalah itu jargonnya,” ungkap Daryoko dalam status di jejaring sosial Facebook-nya, tadi malam.
Seperti diberitakan The Wall Street Journal, 8 Desember lalu, Presiden Joko Widodo akan segera merombak Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang selama ini menikmati monopoli distribusi listrik di Indonesia. “Bulan ini, PLN,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Daryoko, Jokowi perlu berkaca ke belakang tentang keberadaan PLN yang berfungsi utama sebagai kewajiban pelayanan umum (PSO, Public Service Obligation), yang awalnya dibentuk Bung Karno/Bung Hatta pasca Kemerdekaan. “Sebagai pelaksana infrastruktur kelistrikan! Bukan untuk bisnis!” tegas Daryoko.
Awalnya pada abad ke 19 perusahaan listrik dikuasai oleh perusahaan perusahaan asing seperti NV: NIGM, ANIEM,GEBEO, EBALOM dsb yang berorientasi bisnis, yang tentunya sangat mahal harganya. Kemudian Bung Karno/Bung Hatta berpikir, bagaimana caranya menggerakkan roda ekonomi kalau tenagalistriknya saja dikuasai asing. “Padahal kalau Indonesia mau maju, perusahaan energi (listrik dan minyak) harus dikuasai sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi.
Akhirnya perusahaan-perusahaan asing tersebut dinasionalisasi menjadi Perusahaan Listrik dan Gas Negara dan dimonopoli oleh negara. Artinya memang semangatnya adalah monopoli, tetapi bukan dalam rangka bisnis (profit oriented) tetapi dalam rangka pelayanan (benifit oriented) dengan tujuan memajukan fasilitas umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dll, seperti yang diamanatkan Pembukaan UUD 45. “Bukan monopolinya orang dagang!” ujarnya.
“Nah kalau kemudian Presiden Jokowi berpendapat bahwa PLN selama ini memonopoli sektor ketenagalistrikan, berarti mind set atau visi beliau bertentangan dengan Bung Karno yang notabene sesembahan beliau/Megawati/PDIP. Artinya, Presiden Jokowi melihat bahwa sebenarnya PLN adalah ladang bisnis yang menggiurkan! Cara pandang seperti ini adalah cara pandangnya NEOLIB yg di sponsori AS!,” pungkasnya.(mediaumat.com, 20/12/2014)[www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar