Refleksi 2014 HTI: “Imperialisme, Liberalisme, Disintegrasi Sangat Terasa”
Imperialisme yang intinya eksploitasi, liberalisme di segala bidang dan ancaman disintegrasi sangat terasa di tahun 2014. Fakta tersebut diungkap dalam talkshow Halqah Islam dan Peradaban (HIP): Refleksi Akhir Tahun 2014 Hizbut Tahrir Indonesia, Kamis (19/12) di Gedung Joang ’45, Jakarta Pusat.
Imperialisme yang intinya eksploitasi terhadap negeri ini sangat terasa di segala bidang. Di bidang tambang misalnya, gas Tangguh dieksploitasi untuk Cina, emas dieksploitasi Freeport untuk Amerika. “Jadi imperialisme masih terus berlangsung atas negeri ini,” ujar Ketua Lajnah Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia Yahya Abdurrahman.
Liberalisme juga terasa di segala bidang. “Rezim ini hanya 27 hari setelah dilantik, menaikkan harga BBM dan itu artinya menyempurnakan liberalisasi migas khususnya sektor hilir. Sementar sektor hulu bisa dikatakan sudah mendekati sempurna,” ungkapnya.
Menurutnya, melihat berbagai kebijakan dan lontaran rezim sekarang, maka sekulerisasi dan liberalisasi akan makin total. Ini bisa dilihat dari berbagai kebijakan dan lontaran yang dikeluarkan oleh para pejabat rezim, dari presiden-wakil presiden, menteri dan pejabat di bawah menteri. Karena biasanya kebijakan atau sesuatu yang dianggap prioritas atau menjadi pondasi pemerintahan sebuah rezim akan segera diambil di awal pemerintahn rezim itu.
Nah kebijakan di awal rezim ini kental dengan liberalisasi dan sekulerisasi. Sekulerisasi intinya makin menjauhkan Islam. Contohnya, lontaran pengosongan kolom agama di KTP oleh Menteri Dalam Negeri; revisi UU perkawinan, pengakuan Bahai oleh Menteri Agama; wacana pengaturan doa memulai dan menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah oleh Menteri Pendidikan dan larangan pegawai berjilbab dan berjenggot panjang dan bercelana ngatung oleh Menteri BUMN.
“Jadi Islam makin dijauhkan, sementara apa yang menyerang Islam justru diberi ruang.Dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menuntut liberalisasi perdagangan, jasa, tenaga kerja, investasi, finansial dan sebagainya,”beber Yahya.
Ia juga menyebut tahun ini ancaman disintegrasi bukan hanya muncul dari Papua, tetapi bahkan dilontarkan oleh Gubernur Kalimantan Barat Cornelis yang menuntut merdeka perpulau bila Jokowi-JK dijegal.
Akar Masalah
Sedangkan Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI KH Hafidz Abdurraham mengungkap akar masalahnya. “Kondisi negeri ini sudah rusak di hampir semua bidang. Itu adalah karena jauh dari petunjuk Allah. Jadi tidak ada solusi bagi berbagai kerusakan negeri ini kecuali dengan kembali kepada syariah dibawah sistem khilafah,” ungkapnya.
Adapun Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib menyatakan penting untuk mengetahui tiga hal yakni akar masalah negeri ini, solusinya dan bagaimana mewujudkan solusi itu.
“Akar masalahnya sudah jelas karena penerapan sistem selain Islam.Solusinya juga sudah jelas yaitu penerapan syariah.Bagaimana mewujudkannya, harus sesuai dengan metode Rasulullah SAW,” tegasnya.
Di akhir acara yang dihadiri sekitar 250 peserta tersebut, Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto menyatakan bila negeri berpenduduk mayoritas Muslim ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini makaharus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya datang dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariah Islam dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu.
“Di sinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo [htipress/www.al-khilafah.org]
Imperialisme yang intinya eksploitasi terhadap negeri ini sangat terasa di segala bidang. Di bidang tambang misalnya, gas Tangguh dieksploitasi untuk Cina, emas dieksploitasi Freeport untuk Amerika. “Jadi imperialisme masih terus berlangsung atas negeri ini,” ujar Ketua Lajnah Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia Yahya Abdurrahman.
Liberalisme juga terasa di segala bidang. “Rezim ini hanya 27 hari setelah dilantik, menaikkan harga BBM dan itu artinya menyempurnakan liberalisasi migas khususnya sektor hilir. Sementar sektor hulu bisa dikatakan sudah mendekati sempurna,” ungkapnya.
Menurutnya, melihat berbagai kebijakan dan lontaran rezim sekarang, maka sekulerisasi dan liberalisasi akan makin total. Ini bisa dilihat dari berbagai kebijakan dan lontaran yang dikeluarkan oleh para pejabat rezim, dari presiden-wakil presiden, menteri dan pejabat di bawah menteri. Karena biasanya kebijakan atau sesuatu yang dianggap prioritas atau menjadi pondasi pemerintahan sebuah rezim akan segera diambil di awal pemerintahn rezim itu.
Nah kebijakan di awal rezim ini kental dengan liberalisasi dan sekulerisasi. Sekulerisasi intinya makin menjauhkan Islam. Contohnya, lontaran pengosongan kolom agama di KTP oleh Menteri Dalam Negeri; revisi UU perkawinan, pengakuan Bahai oleh Menteri Agama; wacana pengaturan doa memulai dan menutup kegiatan belajar mengajar di sekolah oleh Menteri Pendidikan dan larangan pegawai berjilbab dan berjenggot panjang dan bercelana ngatung oleh Menteri BUMN.
“Jadi Islam makin dijauhkan, sementara apa yang menyerang Islam justru diberi ruang.Dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menuntut liberalisasi perdagangan, jasa, tenaga kerja, investasi, finansial dan sebagainya,”beber Yahya.
Ia juga menyebut tahun ini ancaman disintegrasi bukan hanya muncul dari Papua, tetapi bahkan dilontarkan oleh Gubernur Kalimantan Barat Cornelis yang menuntut merdeka perpulau bila Jokowi-JK dijegal.
Akar Masalah
Sedangkan Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI KH Hafidz Abdurraham mengungkap akar masalahnya. “Kondisi negeri ini sudah rusak di hampir semua bidang. Itu adalah karena jauh dari petunjuk Allah. Jadi tidak ada solusi bagi berbagai kerusakan negeri ini kecuali dengan kembali kepada syariah dibawah sistem khilafah,” ungkapnya.
Adapun Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib menyatakan penting untuk mengetahui tiga hal yakni akar masalah negeri ini, solusinya dan bagaimana mewujudkan solusi itu.
“Akar masalahnya sudah jelas karena penerapan sistem selain Islam.Solusinya juga sudah jelas yaitu penerapan syariah.Bagaimana mewujudkannya, harus sesuai dengan metode Rasulullah SAW,” tegasnya.
Di akhir acara yang dihadiri sekitar 250 peserta tersebut, Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto menyatakan bila negeri berpenduduk mayoritas Muslim ingin sungguh-sungguh lepas dari berbagai persoalan yang tengah membelit negeri ini makaharus memilih sistem yang baik dan pemimpin yang amanah. Sistem yang baik hanya datang dari Dzat yang Maha Baik, itulah syariah Islam dan pemimpin yang amanah adalah yang mau tunduk pada sistem yang baik itu.
“Di sinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah yang gencar diserukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo [htipress/www.al-khilafah.org]
Tidak ada komentar