Header Ads

Inflasi Sang Pemimpin Demokrasi


Kita harus mengakui, bahwa apapun yang membuat Jokowi naik, itu semua adalah buah dari demokrasi. Termasuk, para pengusung demokrasi, mau tak mau harus bertanggung-jawab atas proses lahirnya kepemimpinan bernama KABINET KERJA.

Hasilnya memang cukup ada peningkatan, ditinjau dari ekonomi, Kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah, harga beras, LPG, Listrik, Premium, Solar dan bahkan materai. Inilah wujud INFLASI sang pemimpin demokrasi. Resiko memang, mencari pemimpin dalam sistem kepemimpinan yang sering kali melempar tanggung jawabnya. Anehnya, sudah beberapa kali masuk ke dalam lubang, justru kita terjerumus kembali ke dalam lubang yang sama. Yang berbeda cara terjerumusnya.



Sebagian yang anti Jokowi, langsung mengatakan lebih baik Jokowi diturunkan saja, diganti sama yang lainnya. Sekali lagi, apakah memang meyakinkan ketika ganti fisik penguasa, itu akan mengubah Indonesia menjadi gemilang?

Sebab Demokrasi yang diusung oleh sistem Neolib ini bisa memanfaatkan wajah para penguasanya. Sistem ini akan mudah berkelit dan bersembunyi di balik penguasa. Sistem Neolib akan mengikuti gaya pemimpin militer tapi demikian, mereka memolesnya seakan-akan salah penguasanya bukan sistemnya.

Saat yang memimpin negeri orang alim, maka Neolib berselimut kealiman. Ia akan menggambarkan bahwa neolib mampu menerima islam, tapi di satu sisi, neolib juga akan membatasi gerak kealiman. Begitulah, ketika terjadinya krisis, Penguasa-lah yang dituding sebagai sumber masalah, sehingga pada akhirnya menyorot kealiman dan keislaman. Sementara, Neolib berhasil bersembunyi dan merasa tak bersalah.

Jadi, sistem Neolib yang membawa demokrasi ini, akan tetap dianggap baik. Maklum, Neolib seperti serigala yang mampu berselimut dalam bentuk apa pun. Mulanya manis, tapi kemudian menerkam. Ironisnya, tak sedikit orang yang alim itu terpukau, bahkan membela "manis"nya demokrasi dan neolib.

Solusinya? Kalau saya utarakan "Khilafah" pasti jawaban ini pasti anda anggap remeh, sekali lagi ini bukan perkara solusi saya, tapi memang, Khilafah, yang akan menaungi unsur ketaqwaan. Bukan sekedar melahirkan pemimpin yang alim, tapi sistem yang taqwa juga hadir. Masalahnya sejauh mana iman kita ini meyakini kebenaran tentang "Khilafah" sebagai solusi. Jangan-jangan sekali lagi, kita termasuk dari tipu daya neolib, yang manis dimula, tapi kemudian menerkam.

Adakah memang solusi lainnya selain Khilafah? Kalau ada, sejauh mata ia akan rentan dari masalah dan keluar dari masalah tersebut. Apakah akan menutupinya dengan menimbulkan masalah lagi, seperti neolib, atau memang memberi solusi?

Rizqi Awal​.
Redaktur Liputan6islam, Peneliti di Lembaga Analisis Politik Indonesia.
[www.al-khilafah.org]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.