Header Ads

Ketika IPTEK Bersama IMTAQ

Ketika IPTEK Bersama IMTAQ
Ketika IPTEK Bersama IMTAQ
Oleh Muchammad Rijal (Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya)

Dalam ilmu sejarah tentu saja kita mengenal bangsa-bangsa terdahulu yang pernah menjadi penguasa di dunia. Kita kenal ada bangsa Babylonia yang hidup skitar tahun 2200 SM. Kemudian  ada bangsa Persia (900 SM )yang menguasai bumi bagian timur, dan saat yang hampir bersamaan muncul bangsa Romawi yang menguasai bumi bagian barat. Bebrapa abad kemudian muncul Kekhilafan Islamiyah yang berdiri selama 13 abad yang wilayahnya mencapai 2/3 bumi. Di tanah nusantara juga pernah dikenal dua bangsa besar yang pernah menjadi adidaya pada massanya yaitu, Sriwijaya dan Majapahit. Kemudian di kawasan Asia Timur kita mengenal Bangsa Mongol yang sangat perkasa yang pernah meluluh lantakkan Kekhilafahan Islamiyah di Bagdad, dan menguasai hamper seluruh wilayah Asia dan sebagian kecil Eropa.



Jika kita perhatikan, semua bangsa itu kini telah tiada. Semuanya telah berlalu, dan masing-masing bangsa itu memiliki masanya sendiri. Setiap hancurnya suatu bangsa akan digantikan dengan bangsa yang lain. Entah dengan kondisi yang lebih baik atau yang lebih buruk. Hancur dan lahirnya suatu bangsa ini telah menjadi sunnatullah. Yang sudah tercantum didalam Al-Qur’an:

“… Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) …” (TQS Al-Imran: 140)

Bangsa adalah sekumpulan manusia yang mendiami suatu wilayah, dan didalamnya terjadi interaksi satu sama lain hingga membentuk suatu kultur masyarakat. Hubungan antara kultur dan produk kultur inilah yang nantinya dikenal sebagai peradaban. Setiap bangsa yang berkuasa akan membawa dan membentuk peradaban yang dimilikinya. Oleh karena itu bangsa yang hancur biasanya akan diikuti oleh hancurnya peradaban bangsa tersebut. Begitu juga tumbuh kembangnya bangsa akan menentukan tumbuh kembangnya perdaban. Bangsa yang hebat akan memiliki peradaban yang hebat, begitu juga sebaliknya.

Untuk mengetahui kehebatan suatu bangsa bisa kita peroleh dengan mempelajari peradaban yang dibawanya. Meskipun bangsa dan peradabannya sudah punah, kita tetap bisa mempelajarinya melalui jejak-jejak yang ditinggalkannya. Salah satu faktor suatu bangsa dikatakan memiliki Peradaban yang hebat adalah kemampuannya terhadap penguasaan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dengan mempelajari berbagai peninggalan-peninggalannya kita akan bisa memperhitungkan kekuatan bangsa tersebut.

Jika kita flashback 100 tahun kebelakang, kita akan menjumpai suatu Negara yang mempunyai peradaban yang sangat gemilang. Negara tersebut memiliki kekuasaan hingga 2/3 dunia, terbentang dari Spanyol hingga Cina. Melintasi 3 benua, Asia, Afrika, dan Eropa, dan berusia 13 abad dari abad ke 7 M hingga abad ke-20 M, mengalahkan 2 negara besar pendahulunya yakni Persia yang berusia kurang lebih 11 abad dan Romawi yang berusia kurang lebih 9 abad. Ini lah Negara yang dikenal dengan Khilafah Islamiyah, yang mampu memberikan kesejahteraan yang luar biasa pada rakyatnya.
Bukti-bukti bahwa Negara ini memiliki peradaban yang gemilang bisa dilihat dari peniggalan-peninggalannya. Peninggalan yang paling mencolok dan terus digunakan hingga saat ini adalah pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologinya. Hal itu bisa kita jumpai di perpustakaan-perpustakaan yang menyimpan berbagai manuskrip karya para ilmuwan terdahulu yang hidup dijaman Kekhilafahan Islamiyah. Serta pendapat para tokoh jaman sekarang yang mengungkapkan tentang keagungan peradaban tersebut.

Selama ini yang kita kenal sebagai pelopor kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah orang-orang barat. Namun jika kita telusuri secara mendetail orang-orang yang sesungguhnya menjadi pelopor tersebut adalah para ilmuwan Muslim yang hidup di jaman Kekhalifahan, yang mendedikasikan hidupnya pada ilmu pengetahuan dan agama. Sedangkan para ilmuwan barat yang kita kenal saat ini hanya sekedar menerima tongkat estafet dan meneruskannya kembali. Beberapa ilmuwan Barat saat ini juga mengakui hal tersebut.

Kita tahu Wright Bersaudara, merekalah yang dikenal sebagai orang pertama yang menemukan pesawat terbang pada tahun 1903. Padahal orang yang paling berjasa dalam transportasi penerbangan adalah Abas Ibn Firnas, seorang ilmuwan Muslim yang hidup pada tahun 810 M – 887 M dibawah naungan Negara Khilafah Islamiyah. Abas Ibn Firnas adalah seorang ilmuwan yang memusatkan perhatiannya pada ilmu matematika dan fisika. Ia dikenal sebagai orang pertama yang menjadi perintis pembuatan pesawat terbang.

Ia menjadi orang pertama yang melakukan uji terbang terkendali. Pada tahun 852 M, dibawah pemerintahan Khilafah Abdul Rahman II, ia melakukan uji terbang pertamanya dari atas menara majsid Mezquita di Cordoba dengan menggunkan semacam sayap yang tebuat dari jubah yang disanggah kayu. Sayap buatan itu ternyata mampu membuatnya melayang beberapa saat di udara dan memperlambat jatuhnya. Ia pun mendarat dengan selamat meskipun dengan cidera ringan. Alat inilah yang kemudian dikenal sebagai parasut pertam didunia.

Keberhasilannya tersebut tak lantas membuatnya berpuas diri. Dua puluh tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 875 M, ia merancang sebuah mesin terbang. Setelah di anggap selesai, kemudian ia mengundang masyarakat untuk menyaksikan uji coba terbang bersejarahnya di Jabal Al-‘Arus (Mount of the Bride) di kawasan Rusafa, dekat Cordoba. Ia berhasil terbang sejauh 1000 meter, namun sayang ia lupa merancang caranya untuk mendarat sehingga dalam pendaratannya ia mengalami cidera punggung yang parah. Akibat cideranya tersebut ia tak mampu lagi untuk melakukan uji coba terbang.

Meskipun demikian ia tetap mendedikasikan dirinya pada ilmu pengetahuan, setelah uji coba terbang tersebut ia memfokuskan diri pada penelitian di laboratorium. Salah satu teknologi yang dihasilkan dari penelitiannya adalah jam air, yang dikenal dengan Al-Maqata. Serta penemuannya yang lain adalah pembuatan kaca silika dan kaca murni tak berwarna. Pada tahun 887 M, akhirnya Ibnu Firnas meninggal karena cidera punggung yang dialaminya saat melakukan uji coba terbang dulu. Setelah 500 tahun berlalu, Roger Bacon mempelajari gagasan inovatif Ibnu Firnas melalui referensi-referensi yang ditinggalkannya. Kemudian 200 tahun setelah itu barulah teori dan konsep pesawat terbang dikembangkan.

Dalam bidang robotika, ada ilmuwan besar bernama Ibnu Ismail Al-Jazari. Ia mengembangkan prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang kemudian dikenal sebagai robot. Al-Jazari hidup pada tahun 1136 M – 1206 M, ia mendedikasikan dirinya sebagai ahli teknik dan mengbdi pada Negara yang pada saat itu dipimpin oleh Nasir al-Din Mahmoud. Penemuannya yang paling dikenal adalah jam gajah, yang memanfaatkan tenaga air dan berat benda untuk menggerakkan jam secara otomatis yang dalam selang interval tertentu mampu menghasilkan suara simbal dan burung berkicau. Ia juga membuat buku yang berkaitan dengan ilmu teknik. Ada 50 lebih karya temuannya yang ia dokumentasikan pada buku tersebut, lengkap dengan gambarnya. Buku tersebut menjelaskan secara detail tentang teori dan praktik mekanik. Sehingga ia memberinya judul “al-Jami Bain al-Ilm Wal ‘Aml al-Nafi Fi Sinat ‘at al-Hiyal” (The Book of Knowledge of Ingenious Mechanical Devices).

Pada tahun 1974, Donald Hill sangat terkagum-kagum dengan penemuan Al-Jazari ini, dan kemudian menterjemahkan bukunya kedalam bahasa Inggris. Ia juga memberikan komentar terhadap AL-Jazari.

“Tak mungkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu penting. Dalam bukunya, ia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain, merakit, dan membuat sebuah mesin” (Donald Hill). Ini mengindikasikan begitu pentingnya konsep robotika yang di rancang oleh Al-Jazari bagi perkembangan robotika modern.

Dalam ilmu matematika, ada Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi (780 M), yang meletakkan dasar ilmu matematika modern saat ini. Beliau diperkirakan lahir didaerah Khwarizm (Kiva) yang berada di Provinsi Khurasan pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah. Sumbangan besarnya pada bidang matematika adalah ilmu aljabar dan trigonometri, yang saat ini memang sangat berperan memberi kemudahan dalam menghitung. Ilmuwan Barat, Leonardo Fibonaci, yang terkenal sebagai ahli imu aljabar, ternyata ia memepelajari ilmu tersebut dari karya-karya Al-Khawarizmi.

Selain itu Al-Khawarizmi juga memperkenalkan angka 0 dan mengunakannya untuk yang pertama kalinya. Dengan ditemukannya angka ini semua penulisan angka dalam jumlah yang banyak menjadi sangat mudah dan efektif, serta menjadi sesuatu yang penting untuk mengembangkan ilmu yang ada saat ini. Al-Khawarizmi juga memperkenalkan ilmu algoritma, yang mana bilangan-bilangannya hanya terdiri dari angka 0 dan angka 1 saja. Susunan dua angka inilah yang kita kenal sebagai bilangan binner. Tentu saja para pelajar saat ini mengetahui apa yang dimaksud dengan bilangan binner. Bilangan ini mampu member kontribusi besar dalam pembuatan mesin-mesin elektroik saat ini, seperti kalkulator, computer, laptop, handphone, dll. Seandainya Al-Khawarizmi tidak menemukan angka 0, maka bisa jadi tidak akan ada mesin yang namanya komputer.

Inspirasi Al-Khawarizmi menemukan angka 0 berasal dari pemikirannya tentang Manusia dan Sang Pencipta. Ketika ia merenungi apa hakikat kehidupan yang sesungguhnya, ia menemukan bahwa manusia bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan Tuhannya, meskipun jumlah manusia banyak dan Tuhan itu hanya satu. Berapapun jumlah manusia tidak aka nada artinya, manusia itu kosong dan Tuhan itu satu.

Kemudian dalam ilmu Kimia, kita kenal Abu Musa Jabir bin Hayyan, atau dikenal dengan nama Geber di dunia Barat, diperkirakan lahir di Kuffah, Irak pada tahun 722 M dan wafat pada tahun 804 M. Keahliannya pada bidang kimia ini dapat dari Barmaki Vizier, pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap eksperimen dapat direproduksi kembali. Jabir menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi, sehingga dapat dianggap Jabir telah merintis ditemukannya hukum perbandingan tetap. Kontribusi lainnya antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi, sublimasi dan penguapan serta pengembangan instrumen untuk melakukan proses-proses tersebut. Oleh karena itu ia mendapat gelar sebagai Bapak Kimia.

Ada pula Abu Ali Muhammad Al-Hassan Al-Haitham atau Alhazen, penelitian beliau tentang optik telah menjadi ilham bagi ilmuwan barat seperti Kepler dan Roger Bacon dalam membuat Teleskop dan Mikroskop. Yang mana dalam teleskop dan mikroskop adalah alat yang digunakan untuk melihat benda-benda yang sulit dilihat oleh mata. Beliau menulis sekitar 200 buku dan hanya 55 buku saja yang bisa diselamatkan hingga saat ini. Karena keahliannya belia mendapat gelar sebagai “Bapak Optik Modern, Bapak Fisika Modern, dan Bapak Metodologi Ilmiah”.

Salah satu buku karangan Al-Hazen yang terkenal adalah “Al-Manazir”. Buku tersebut memberi kontribusi yang besar bagi para peneliti yang terfokus pada bidang optik seperti Kepler dan Roder Bacon. Sehingga buku tersebut dikenal dengan “Book of Optics”. Buku tersebut telah diterjemahkan dalam bahasa latin pada tahun 1270 M.

Selain itu Al-Hazen juga belajar tentang mata, ia memberikan gambaran akurat tentang bagian-bagian mata dan cara kerjanya terhadap rangsangan cahaya. Ia juga dikenal sebagai orang yang pertama kali membuat sketsa mata dan jalannya cahaya. Al-Hazen juga disebut sebagai Bapak Metodolodi Ilmiah karena ia merupakan orang pertama yang membuat hipotesis berdasarkan penelitian yang benar dan sesuai lapangan. Dia adalah orang pertama yang menyadari bahwa hipotesis perlu diuji melalui eksperimen diverifikasi atau bukti matematika, sehingga mengembangkan metode ilmiah.  200 tahun kemudian metode ini diadopsi oleh para ilmuwan Eropa.

Masih banyak lagi sederet Ilmuwan Muslim dari era Kekhilafahan Islamiyah yang memberikan kontribusi besar pada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi jaman sekarang. Seperti Ibnu Rushdi (Averous), Ibnu Sina (Avicena) yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran Modern, Al-Farabi, Al-Batani, Ibnu Batutah yang dikenal dengan perjalannya yang jauh, Umar Khayam sang matematikawan, Ar-Razi, dan lain sebagainya.

Banyaknya Ilmuwan yang menguasai berbagai disiplin ilmu yang memberikan pondasi dasar bagi ilmu modern saat ini, bisa menjadi gambaran pada kita bahwasanya apa yang ada pada era Kekhilafahan adalah era yang penuh kegemilangan, era yang terang benderang, era yang sudah mencapai puncak peradaban. Berbeda dengan apa yang digambarkan oleh Barat saat ini, yang menyatakan bahwa era tersebut adalah era yang gelap, penuh dengan kebodohan, dan cenderung kuno. Ini sangat bertolak belakang dengan fakta yang terjadi.

Oleh karena itu, bagi para pendidik terutama orang tua yang selalu mendampingi putra-putrinya, jika sedang mengisahkan tentang sejarah alat-alat modern saat ini maka jangan lupa kaitkan juga peran ilmuwan Muslim terdahulu yang telah memberikan jasanya yang luar biasa bagi perkembangan alat-alat tersebut. Dengan begitu maka gambaran tentang peradaban Islam di era Kekhilafahan akan terwujud secara utuh. Sehingga anak-anak akan mengenal siap tokoh-tokoh mereka yang sesungguhnya, dan tidak salah dalam memimilih idola. [www.al-khilafah.org]
Diberdayakan oleh Blogger.