Menyoal Solusi Kejahatan Seksual ala Perppu Kebiri
Oleh: Ary Naufal
Berita mengejutkan datang dari Kediri, Jawa Timur di bulan Mei 2016. Bos besar konstruksi dan tokoh berpengaruh di Kediri, Sony Sandra alias Koko melakukan pencabulan atas puluhan anak dengan cara ala Multi Level Marketing (MLM). Yaitu, dengan cara meminta korban yang sudah dicabuli untuk mengajak temannya yang masih perawan untuk menjadi korban berikutnya. Total korban mencapai 58 anak, namun yang terindentifikasi baru 17 anak.
Pelaku yang berumur 63 tahun tersebut sudah ditangkap dan sudah dua kali disidangkan. Dari vonis pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Sony dijatuhi vonis 10 tahun penjara dan denda Rp. 300 juta subsider lima bulan kurungan. Dasar keputusan ialah pelanggaran UU nomor 23 tahun 2002 pasal 81 ayat 2, tentang Perlindungan Anak, juncto pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sebelumnya dalam persidangan pertama di Pengadilan Negeri Kota Kediri, pelaku dihukum 9 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider empat bulan kurungan.
Ringannya hukuman pengadilan ini dirasa belum cukup memenuhi rasa keadilan. Oleh Aliansi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kediri, kepada pelaku diinginkan tambahan hukuman berupa hukuman kebiri. Mereka berharap, hukuman kebiri yang diberikan untuk pertama kalinya di Indonesia kepada Sony nantinya dapat menjadi rujukan secara nasional bagi daerah-daerah lain yang mengalami kasus serupa.
Sebenarnya, hukuman kebiri atas pelaku kejahatan seksual sebelumnya juga pernah disuarakan oleh Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa. Menurut Mensos, hukuman kebiri yang sudah diberlakukan di beberapa negara seperti di Amerika, Australia, Jerman, Inggris, dan Korea Selatan ke depan akan sangat efektif untuk mengurangi angka kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia.
Akhirnya setelah banyak tuntutan berbagai pihak untuk pemberlakuan hukuman kebiri, maka pada Rabu, 25 Mei 2016, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Di dalamnya diatur sanksi kebiri kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Tidak menyelesaikan masalah
Terbitnya Perppu Kebiri sebenarnya tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual yang faktor penyebabnya ialah minuman keras (miras) dan pornografi.
Banyak bukti yang menunjukkan betapa besarnya pengaruh miras terhadap kasus-kasus kejahatan seksual. Campus Safety Magazine pernah menurunkan statistik yang menunjukkan bahwa 90 % pemerkosa adalah peminum miras.
Begitu pula ada relasi signifikan pornografi terhadap maraknya kejahatan seksual. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yambis memberi keterangan bahwa pornografi mengakibatkan mayoritas penghuni lapas pelaku kejahatan seksual melakukan pencabulan terhadap anak-anak. Yohana menyebutkan, persentasenya sekitar 80 % sampai 90 %.
Tidak menimbulkan efek jera
Selain tidak menyelesaikan permasalahan kejahatan seksual, Perppu Kebiri juga belum tentu menimbulkan efek jera sehingga tidak dapat menjamin berkurangnya kejahatan seksual. Beberapa ahli mengungkapkan akan ketidakefektifan hukuman ini.
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI), Sarlito Wirawan Sarwono menilai sanksi kebiri untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak tidak akan menimbulkan efek jera bagi pelaku yang lainnya.
Sementara itu, Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menilai hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual tidak tepat. Reza Indragiri menjelaskan, kebiri dapat saja membuat pelaku semakin buas sehingga tidak hanya sebatas memangsa anak, melainkan dapat menyasar siapa saja melalui cara non-persetubuhan. Ini karena hasrat seks tidak hanya lahir melalui hormon melainkan dapat muncul melalui fantasi.
Pandangan Islam Terhadap Perppu Kebiri
Hukuman kebiri yang diberlakukan pemerintah merupakan dosa besar yang dengan tegas diharamkan oleh syariah Islam.
Dalil haramnya kebiri telah ditunjukkan oleh hadits-hadits shahih, misalnya dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata:
”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama isteri-isteri. Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW), ’Bolehkah kami melakukan pengebirian?’ Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.” (HR Bukhari no 4615; Muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141).
Begitu pula Islam mengharamkan kebiri kimiawi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan hormon estrogen kepada laki-laki pelaku kejahatan seksual. Ini dikarenakan hormon yang diinjeksikan menyebabkan laki-laki yang dikebiri kimiawi akan memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. Padahal, Islam telah mengharamkan laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya.
Dalilnya ialah hadits riwayat Ibnu Abbas RA, bahwa:
”Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari, no 5546).
Dengan demikian, penerbitan Perppu Kebiri jelas haram menurut Islam sehingga pihak-pihak yang memberlakukan dan menerapkannya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu di hadapan Allah SWT kelak di akhirat.
Solusi Kejahatan Seksual ala Islam
Seharusnya penanggulangan kejahatan seksual dikembalikan menurut ketentuan hukum syariah Islam karena Islam memiliki mekanisme pencegahan dan pemberantasan tuntas atas kejahatan seksual.
Melalui sistem pendidikan Islam, masyarakat akan diedukasi agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi sehingga masyarakat akan tercegah dari tren konsumsi miras dan akses pornografi. Adapun melalui sistem hukum Islam, pelaku kejahatan seksual diancam dengan sanksi hukuman yang berat sampai berupa hukuman mati, sebagaimana dijelaskan Abdurrahman Al Maliki di dalam Nizhamul ‘Uqubat.
Penanggulangan yang tuntas ala Islam ini meniscayakan penerapan syariah secara kaffah dalam negara khilafah. Untuk itu, dibutuhkan political will untuk segera mengakhiri penerapan kapitalisme di negeri ini guna memutus mata rantai kejahatan seksual. Jika tidak, maka negeri ini akan terus-menerus dihantui kasus-kasus kejahatan seksual yang datang silih berganti mengancam masa depan generasi. [www.al-khilafah.org]
* Departemen Politik HTI DPD I Jawa Timur
Berita mengejutkan datang dari Kediri, Jawa Timur di bulan Mei 2016. Bos besar konstruksi dan tokoh berpengaruh di Kediri, Sony Sandra alias Koko melakukan pencabulan atas puluhan anak dengan cara ala Multi Level Marketing (MLM). Yaitu, dengan cara meminta korban yang sudah dicabuli untuk mengajak temannya yang masih perawan untuk menjadi korban berikutnya. Total korban mencapai 58 anak, namun yang terindentifikasi baru 17 anak.
Pelaku yang berumur 63 tahun tersebut sudah ditangkap dan sudah dua kali disidangkan. Dari vonis pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Sony dijatuhi vonis 10 tahun penjara dan denda Rp. 300 juta subsider lima bulan kurungan. Dasar keputusan ialah pelanggaran UU nomor 23 tahun 2002 pasal 81 ayat 2, tentang Perlindungan Anak, juncto pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sebelumnya dalam persidangan pertama di Pengadilan Negeri Kota Kediri, pelaku dihukum 9 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider empat bulan kurungan.
Ringannya hukuman pengadilan ini dirasa belum cukup memenuhi rasa keadilan. Oleh Aliansi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kediri, kepada pelaku diinginkan tambahan hukuman berupa hukuman kebiri. Mereka berharap, hukuman kebiri yang diberikan untuk pertama kalinya di Indonesia kepada Sony nantinya dapat menjadi rujukan secara nasional bagi daerah-daerah lain yang mengalami kasus serupa.
Sebenarnya, hukuman kebiri atas pelaku kejahatan seksual sebelumnya juga pernah disuarakan oleh Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa. Menurut Mensos, hukuman kebiri yang sudah diberlakukan di beberapa negara seperti di Amerika, Australia, Jerman, Inggris, dan Korea Selatan ke depan akan sangat efektif untuk mengurangi angka kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia.
Akhirnya setelah banyak tuntutan berbagai pihak untuk pemberlakuan hukuman kebiri, maka pada Rabu, 25 Mei 2016, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Di dalamnya diatur sanksi kebiri kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Tidak menyelesaikan masalah
Terbitnya Perppu Kebiri sebenarnya tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual yang faktor penyebabnya ialah minuman keras (miras) dan pornografi.
Banyak bukti yang menunjukkan betapa besarnya pengaruh miras terhadap kasus-kasus kejahatan seksual. Campus Safety Magazine pernah menurunkan statistik yang menunjukkan bahwa 90 % pemerkosa adalah peminum miras.
Begitu pula ada relasi signifikan pornografi terhadap maraknya kejahatan seksual. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yambis memberi keterangan bahwa pornografi mengakibatkan mayoritas penghuni lapas pelaku kejahatan seksual melakukan pencabulan terhadap anak-anak. Yohana menyebutkan, persentasenya sekitar 80 % sampai 90 %.
Tidak menimbulkan efek jera
Selain tidak menyelesaikan permasalahan kejahatan seksual, Perppu Kebiri juga belum tentu menimbulkan efek jera sehingga tidak dapat menjamin berkurangnya kejahatan seksual. Beberapa ahli mengungkapkan akan ketidakefektifan hukuman ini.
Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia (UI), Sarlito Wirawan Sarwono menilai sanksi kebiri untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak tidak akan menimbulkan efek jera bagi pelaku yang lainnya.
Sementara itu, Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menilai hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual tidak tepat. Reza Indragiri menjelaskan, kebiri dapat saja membuat pelaku semakin buas sehingga tidak hanya sebatas memangsa anak, melainkan dapat menyasar siapa saja melalui cara non-persetubuhan. Ini karena hasrat seks tidak hanya lahir melalui hormon melainkan dapat muncul melalui fantasi.
Pandangan Islam Terhadap Perppu Kebiri
Hukuman kebiri yang diberlakukan pemerintah merupakan dosa besar yang dengan tegas diharamkan oleh syariah Islam.
Dalil haramnya kebiri telah ditunjukkan oleh hadits-hadits shahih, misalnya dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata:
كنا نغزو مع النبي صلى الله عليه وسلم وليس معنا نساء، فقلنا: ألا نختصي؟ فنهانا عن ذلك
”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama isteri-isteri. Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW), ’Bolehkah kami melakukan pengebirian?’ Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.” (HR Bukhari no 4615; Muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141).
Begitu pula Islam mengharamkan kebiri kimiawi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan hormon estrogen kepada laki-laki pelaku kejahatan seksual. Ini dikarenakan hormon yang diinjeksikan menyebabkan laki-laki yang dikebiri kimiawi akan memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. Padahal, Islam telah mengharamkan laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya.
Dalilnya ialah hadits riwayat Ibnu Abbas RA, bahwa:
لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم المتشبهين من الرجال بالنساء، والمتشبهات من النساء بالرجال
”Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari, no 5546).
Dengan demikian, penerbitan Perppu Kebiri jelas haram menurut Islam sehingga pihak-pihak yang memberlakukan dan menerapkannya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu di hadapan Allah SWT kelak di akhirat.
Solusi Kejahatan Seksual ala Islam
Seharusnya penanggulangan kejahatan seksual dikembalikan menurut ketentuan hukum syariah Islam karena Islam memiliki mekanisme pencegahan dan pemberantasan tuntas atas kejahatan seksual.
Melalui sistem pendidikan Islam, masyarakat akan diedukasi agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi sehingga masyarakat akan tercegah dari tren konsumsi miras dan akses pornografi. Adapun melalui sistem hukum Islam, pelaku kejahatan seksual diancam dengan sanksi hukuman yang berat sampai berupa hukuman mati, sebagaimana dijelaskan Abdurrahman Al Maliki di dalam Nizhamul ‘Uqubat.
Penanggulangan yang tuntas ala Islam ini meniscayakan penerapan syariah secara kaffah dalam negara khilafah. Untuk itu, dibutuhkan political will untuk segera mengakhiri penerapan kapitalisme di negeri ini guna memutus mata rantai kejahatan seksual. Jika tidak, maka negeri ini akan terus-menerus dihantui kasus-kasus kejahatan seksual yang datang silih berganti mengancam masa depan generasi. [www.al-khilafah.org]
* Departemen Politik HTI DPD I Jawa Timur
Tidak ada komentar