Header Ads

Perubahan Masyarakat Ala Nabi

Masyarakat laksana air yang ada di dalam gelas. Ketika gelas berisi air kotor, maka agar kita dapat menikmati air bersih mestilah diubah airnya. Bukan dengan memecahkan gelasnya, melainkan dengan mengganti airnya. Buang air yang kotor, lalu diganti dengan air yang bersih. Begitu juga ketika melakukan perubahan masyarakat.

Merubah masyarakat bukanlah menghancurkan masyarakat, melainkan mengganti sistem kehidupan yang ada di tengah masyarakat. Merubah masyarakat berarti merubah isinya, yakni merubah kepribadian anggota masyarakat, pemikiran masyarakat (baik akidah maupun syariat), perasaan masyarakat, dan sistem (nizham) yang mengatur berbagai interaksi sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Pada saat perubahan masyarakat dimaknai sebagai perubahan seperti itu, maka yang harus dirubah adalah pemikiran, perasaan, dan sistem masyarakat. Caranya dengan membina masyarakat. Dulu, Nabi dan para sahabat melakukan hal ini. Misalnya, masyarakat Arab yang tadinya meyakini Tuhan itu banyak diubah menjadi tauhid, merasa bahagia ketika berhasil membunuh bayi perempuan diubah menjadi muncul perasaan berdosa, memaklumi adat mengurangi takaran saat berjual beli diubah menjadi meninggalkannya, ikatan kekabilahan (kesukuan) yang selama ini menjadi pengikat masyarakat diubah menjadi ikatan ideologi Islam, dan berbagai hukum buatan manusia di bumi diganti dengan hukum Allah SWT yang diwahyukan dari langit. Setelah semua ini berhasil, maka sistem lama dikalahkan oleh sistem yang baru. Terjadilah penggantian sistem kehidupan jahiliyah dengan sistem kehidupan Islam. Pemerintahan Islam diproklamirkan di Madinah al-Munawwarah. Hukum Islam diterapkan secara total.

Perubahan dari masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam seperti ini meniscayakan terwujudnya dua hal, yaitu: Pertama, pembentukan opini umum yang didasari oleh iman kepada Islam, dan memiliki kesadaran kolektif atas wajibnya keterikatan pada Islam, penerapannya, dan wajibnya mewujudkan negara yang menerapkan Islam serta perlindungan terhadapnya. Kedua, pewujudan kekuatan atau kekuasaan yang mampu menerapkan Islam, mampu melindungi penerapan tersebut, dan memungkinkannya menyebarkan dakwah ke seluruh dunia.

Untuk mewujudkan semua itu meniscayakan adanya pergolakan pemikiran (shira al-fikriy) dan perjuangan politik (kifah as-siyasiy), bukan perjuangan fisik dan kekerasan. Dari sini dapat dipahami betapa hebat langkah Rasulullah SAW yang menjadikan perjuangan tanpa kekerasan sebagai metode merubah masyarakat. Dan perjuangan atas dasar pergolakan pemikiran dan perjuangan politik itulah yang merupakan hakikat dakwah tanpa kekerasan.

Saat Islam telah memiliki kekuatan politik berupa pemerintahan, maka persoalan perubahan masyarakat dari jahiliyah menjadi Islam telah selesai. Sebab, kini sudah terbentuk masyarakat Islam. Fase berikutnya adalah menerapkan Islam. Pada fase ini berbagai hambatan fisik menghadang. Untuk menghancurkan hambatan fisik tersebut diperlukan kekuatan fisik yang seimbang bahkan lebih besar.

Disitulah perjuangan fisik dilakukan melalui jihad. Bukan untuk merubah masyarakat dan bukan pula dalam konteks perubahan masyarakat, melainkan untuk menghilangkan dan merobohkan berbagai hambatan fisik yang berupaya untuk menghalang-halangi tegaknya sistem Islam, bahkan menghancurkannya. Dalam kerangka itulah dapat dipahami mengapa setelah memiliki negara di Madinah Rasulullah SAW bukan hanya melakukan pergolakan pemikiran dan perjuangan politik, melainkan juga diijinkan bahkan diperintahkan menggunakan senjata.

Tanpa Kekerasan
Metode perjuangan Nabi dalam merubah masyarakat saat itu menjadi masyarakat Islam di Madinah amatlah jelas. Beliau melakukannya dengan pertarungan pemikiran dan perjuangan politik, dan mensterilkannya dari kekerasan fisik dan senjata. Bukan karena tidak bisa, tidak mampu, ataupun tidak mau, melainkan karena Allah SWT melarangnya. Kalau Nabi SAW mau, bisa saja dilakukan. Namun, beliau tidak melakukannya.

Tatkala pada Bai'at 'Aqabah II sebagian sahabat menyampaikan keinginannya untuk menggunakan kekuatan fisik, beliau mengatakan: ”Kita belum diperintahkan demikian” (Lihat Sirah Ibnu Hisyam). Pernyataan ini makin menegaskan sikap beliau bahwa merubah masyarakat tidak islami menjadi masyarakat islami harus dilakukan tanpa menggunakan kekerasan fisik.

Berdasarkan hal di atas jelaslah bahwa metode perubahan masyarakat dari jahiliyah menjadi Islam dilakukan melalui pergulatan pemikiran dan perjuangan politik, tanpa kekuatan senjata. Ancaman-ancaman fisik yang diterima beliau dan para sahabatnya tidak dihadapi dengan kekuatan senjata. Metode perlindungan terhadap ancaman tersebut adalah thalab an-nushrah.

Thalab an-Nushrah dilakukan oleh Nabi SAW dalam rangka dua hal, yakni: Pertama, untuk melindungi dan menangkal siksaan supaya beliau dan para sahabat bisa menyampaikan risalah dan menyeru manusia ke jalan Allah dalam suasana tenang. Kedua, agar mereka menyerahkan kekuatan dan kedudukan yang mereka miliki untuk mewujudkan tegaknya daulah islamiyah

Ibnu Qayyim al-Jauziyah di dalam buku Zaadul Ma'al menyatakan bahwa sesungguhnya Nabi tinggal selama sepuluh tahun mendatangi orang-orang di tempat peristirahatan mereka pada berbagai Musim. Beliau juga menemui mereka di pasar Ukadz. Beliau menyatakan: ”Siapa yang melindungi aku dan menolongku hingga aku menyampaikan risalah Rabb-ku maka baginya sorga.” Untuk tujuan kedua, beliau mendatangi Bakar bin Wail saat ia menunaikan haji, 'Amir bin Sha'sha'ah, Bani Syaiban, juga pada para pemimpin Madinah.

Pada saat ini kondisi umat Islam sama dengan kondisi saat Nabi SAW di Makkah. Sekalipun individunya mayoritas Muslim, tetapi masyarakatnya bukan masyarakat Islam. Negeri-negeri Muslim saat ini merupakan dar al-kufr sekalipun penduduknya Muslim. Sebab, aturan dan keamanannya bukanlah berasal dari Islam. Perubahan masyarakat dewasa ini haruslah meneladani contoh Rasulullah SAW, yaitu melalui pergolakan pemikiran dan perjuangan politik, tanpa kekerasan senjata. Penyimpangan dari metode ini berarti menyimpang dari metode Rasulullah SAW dalam menegakkan daulah yang karenanya hanya akan bermuara pada kegagalan.[] MR Kurnia

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.