Header Ads

Ikuti Jalan Islam!

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.|

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa (TQS al-An'am [6]: 153).

Dalam menempuh kehidupan, manusia dihadapkan banyak pilihan. Termasuk dalam memilih jalan hidup, yang banyak tersedia. Hanya saja, di antara jalan itu ada yang benar dan yang salah; jalan yang lurus dan yang bengkok; jalan yang mengantarkan kepada surga dan ridla-Nya dan yang menjerumus-kan kepada neraka dan murka-Nya.

Ayat di atas memberikan panduan kepada kita agar tidak salah memilih jalan. Jalan yang benar, lurus, dan mengantarkan pelakunya meraih bahagia, ridla, dan surga-Nya itu adalah Islam.



Islam Jalan Lurus

Allah SWT berfirman: Wa anna hadzâ shirâthî musta-qîm[an] (dan bahwa [yang Kami perintahkan] ini adalah jalan-Ku yang lurus). Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, al-Khazin, dan al-Bagha-wi, kata hadzâ dalam ayat ini menunjuk kepada kandungan dua ayat sebelumnya. Dalam QS al-An'am [6]: 151 disebutkan agar manusia tidak menyekutukan Allah SWT, berbuat baik kepada kedua orang tuanya, tidak membunuh anak-anak mereka, tidak mendekati perbuatan fâhisyah (keji), dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan cara benar. Lalu dalam ayat berikutnya diwasiatkan agar tidak mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara lebih bermanfaat, menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil, berkata dan berlaku adil walaupun dengan kerabat, dan memenuhi janji Allah.

Menurut Ibnu 'Abbas, sebagaimana dikutip al-Alusi, kata hadzâ tidak hanya menunjuk kepada wasiat yang disampaikan dalam dua ayat sebelumnya itu, namun kepada seluruh syariah Rasulullah SAW. Pandangan yang sama juga dikemukakan Ibnu 'Athiyah dan Abdurahman al-Sa'di dalam tafsir mereka. Semua wasiat itu, baik dalam dua ayat sebelumnya maupun seluruh syariah adalah shirâthî (jalan-Ku).

Kata shirâthî di sini bermakna tharîqî wa dînî (jalan-Ku dan agama-Ku). Demikian al-Baghawi dalam tafsirnya. Dituturkan Ibnu Jarir al-Thabari bahwa jalan dan agama-Nya itulah yang diridlai Allah bagi hamba-Nya. Yang dimaksud dengannya tentulah Islam. Sebab, hanya Islam yang diridlai-Nya untuk menjadi agama hamba-Nya (lihat QS al-Maidah [5]: 3, Ali Imran [3]: 19).

Kemudian ditegaskan bahwa jalan dan agama-Nya itu memiliki sifat mustaqîm[an] (yang lurus). Kata tersebut berarti qawîm[an] lâ i'wâja fîh (lurus, tidak ada kebengkokan sama sekali di dalamnya). Demikian Ibnu Jarir al-Thabari dan al-Khazin dalam tafsir mereka. Bahwa jalan Allah SWT adalah jalan yang lurus juga disampai-kan dalam firman-Nya: Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah men-jelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran (TQS al-An'am [6]: 126). Dalam QS al-Fatihah [1]: 6, manusia diperintahkan memohon kepada Allah SWT ditunjuk-kan jalan yang lurus.

Terhadap jalan tersebut, manusia diperintahkan untuk: fa[i]ttabi'ûhu (maka ikutilah dia). Kata ini mencakup mengimani dan mengamalkannya. Semua yang diperintahkan Islam, dikerjakan. Sebaliknya, semua yang dilarangnya, ditinggalkan dan dijauhi. Sikap tunduk dan patuh terhadap Islam itu harus diberlakukan terhadap ketentuan sya-riah secara kâffah (lihat QS al-Baqarah [2]: 208).



Jangan Ikuti Jalan Lain

Perintah tersebut dipertegas dengan larangan mengikuti jalan selainnya. Allah SWT ber-firman: Walâ tattabi'û al-subul (dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan [yang lain]). Kata al-subul merupakan bentuk jamak dari kata al-sabîl. Diterangkan al-Baidhawi, pengertian al-subul di sini adalah semua agama yang berbeda dan jalan yang mengikuti hawa nafsu. Al-Nasafi dan al-Zamakhsyari menyatakan bahwa jalan yang berbeda dalam agama itu adalah Yahudi, Nasrani, Majusi, dan semua bid'ah dan kesesatan. Juga, semua agama selain itu, karena semuanya bid'ah dan sesat. Demikian Ibnu Jarir al-Thabari dalam tafsirnya.

Oleh karena itu, ideologi Kapitalisme beserta turunannya, yang kini banyak dijadikan sebagai jalan hidup, baik oleh individu maupun negara, dapat dimasukkan di dalamnya. Demikian juga semua ide turunannya, seperti pluralisme, liberalisme, HAM, demokrasi, dan sebagainya. Juga ideologi Komunisme-Sosialisme beserta ide-ide cabangnya yang sudah tumbang. Termasuk juga, nasionalisme, pragmatisme, he-donisme, dan berbagai isme sesat lainnya. Kata al-subul yang berbentuk jamak sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsir menunjukkan bahwa agama, paham, dan ideologi yang sesat itu memang banyak jumlahnya.

Terhadap semua agama, paham, dan ideologi sesat itu, manusia dilarang mengikutinya. Apabila diikuti, maka: fatafarraqa bikum 'an sabîlihi (karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya). Itulah yang akan terjadi jika manusia mengikuti jalan-jalan selain Islam. Manusia akan terpisah-pisah dan tercerai-berai dari sabîlihi. Pengertian sabîlihi di sini adalah Islam. Berbeda dengan jalan sesat yang diungkapkan dalam bentuk jamak (al-subul), jalan yang benar itu diungkapkan dengan bentuk tunggal (sabîl). Itu menunjukkan bahwa jalan kebenaran itu hanya satu dan tidak berbilang, yakni Islam.

Kemudian Allah SWT berfirman: dzalikum washshâkum bihi (yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu). Kata dzalikum merujuk kepada penjelasan, perintah, dan larangan yang disampaikan sebelumnya dalam ayat ini. Ditegaskan bahwa semuanya merupakan wasiat Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya. Tentulah nasihat itu demi kebaikan manusia sendiri sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT berikutnya: la'allakum tattaqûn (agar kamu bertakwa).

Bertakwa adalah sikap taat dan patuh terhadap semua pe-rintah dan larangan-Nya. Ketika derajat menjadi muttaqîn (hamba yang bertakwa) dapat diraih, berbagai kebaikan akan dapat diperoleh. Orang yang bertakwa dijanjikan senantiasa diberikan jalan keluar dan rezeki yang tidak disangka-sangka, dimudahkan semua urusannya, dihapus kesalahan-kesalahannya, dan dilipatgandakan pahalanya (lihat QS al-Thalaq [65]: 2-5). Disediakan pula surga, yang luasnya seluas langit dan bumi (lihat QS Ali Imran [3]: 133). Jika dilakukan penduduk suatu negeri, akan dilimpahkan berkah dari langit dan bumi (lihat QS al-A'raf [7]: 96).

Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Katsir, dan al-Baghawi mengutip hadits riwayat Imam Ahmad dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah pernah menorehkan satu garis dengan tangannya, lalu bersabda, “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Lalu menoreh-kan garis di samping kanan dan kirinya, seraya bersabda, “Ini adalah subul (jalan-jalan), tidaklah di atas setiap subul itu kecuali ada syetan yang mengajak kepadanya. Kemudian beliau membaca ayat ini.”
Hingga kini, negeri ini masih menerapkan Sekularisme-Kapitalisme-Liberalisme. Sebagaimana telah dipaparkan, ideologi ini termasuk al-subul yang sesat dan dilarang diikuti. Tak dapat dipungkiri, ideologi inilah yang menjadi biang penyebab bencana dan krisis multidimensi, tidak hanya di negeri ini bahkan di seluruh dunia. Sudah selayak-nya jalan itu segera dicampakkan dan diganti dengan jalan baru yang benar, lurus, dan mengan-tarkan pelakunya meraih bahagia di dunia dan akhirat. Jalan ter-sebut tak lain adalah Islam yang diterapkan secara kâffah dalam naungan Daulah Khilafah. Wal-Lâh a'lam bi al-shawâb.[]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.